RUU KUHP Disahkan: Inikah 'Kado Akhir Tahun' untuk Membungkam Dakwah Umat Islam?


TintaSiyasi.com -- Tidak ada kebaikan ketika manusia menyaingi Allah SWT dalam membuat hukum. Alih-alih membawa maslahat, justru aturan buatan manusia banyak membawa kemudaratan. Sebagaimana yang baru-baru ini dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI). Mereka baru saja ketok palu UU KUHP. Tetapi, apa yang telah mereka lakukan telah menuai kontroversi. Dugaan-dugaan pasal karet banyak terselip dalam UU tersebut.

Bukannya membatalkan RUU KUHP, justru pemerintah dengan pongahnya mempersilakan rakyat untuk menggugat ke MK jika tidak sepakat dengan UU tersebut. Dikonfirmasi dari antaranews.com, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H. Laoly mempersilakan pihak yang masih tidak setuju terhadap Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) setelah menjadi undang-undang.

Padahal semua tahu, jika rakyat menggugat ke MK kira-kira siapa yang akan dimenangkan? Mungkinkah MK benar-benar menjadi mahkamah konstitusi? Atau justru menjadi mahkamah koalisi yang memuluskan kebijakan-kebijakan yang diteken pemerintah hari ini? Akhirnya, demokrasi yang dielu-elukan akan mampu menyerap aspirasi rakyat ternyata hanya omong kosong. Justru demokrasi telah berubah menjadi alat untuk melegitimasi kepentingan penguasa yang diatasnamakan rakyat.

Membaca Makna di Balik Pemerintah Bersikukuh Mengesahkan RUU KUHP

Pemerintah seolah sudah tuli mendengarkan suara rakyat. RUU KUHP yang mendapatkan banyak kritik karena berpotensi menjadi alat kriminalisasi kritik dan dakwah ternyata disahkan juga. Tepat hari Selasa, 6 Desember 2022, pemerintah sahkan UU KUHP. Sebenarnya mengapa pemerintah bersikukuh mengesahkan RUU KUHP di kala negeri ini dilanda banyak ujian dan peringatan. Seolah pemerintah tidak mengindahkan teguran Allah SWT melalui guncangan di Cianjur, Garut, erupsi di Gunung Semeru, dan Gunung Kerinci Sumatera Utara. 

Melihat sikap pemerintah yang terburu-buru mengesahkan UU KUHP ada beberapa hal yang tersingkap. Pertama, patut diduga, pemerintah hari ini telah menyadari kegagalannya dalam memimpin negeri ini. Tetapi, ketika kegagalan itu coba dikritik dan dikritisi oleh rakyat, rakyat diberi 'kado akhir tahun' UU KUHP yang siap membungkam masyarakat. Seharusnya ketika gagal menciptakan kesejahteraan, pemerintah muhasabah dan mau mendengarkan nasihat ulama atau tokoh-tokoh yang mengkritisinya. Sayangnya tidak. Bukan didengar, tetapi disiapkan pasal-pasal karet UU KUHP. 

Kedua, pemerintah memahami peran media dan pers dalam membongkar kasus, menciptakan opini publik dan mempengaruhi politik. Ketakutan pemerintah apabila ada kasus-kasus terkuat, pemerintah hari ini telah menyiapkan pasal-pasal karet yang berpotensi menjerat media atau pers. Sedihnya, jika media atau pers mengungkap kebenaran dan membongkar kebobrokan sebuah kasus, khawatir media atau pers tersebut dicap menyebarkan kebohongan. Karena fakta yang telah dibongkar tidak diakui, makanya dengan mudah fakta tersebut dianggap hoaks. Sungguh ini bisa jadi momok yang nyata membungkam kebenaran.

Ketiga, diduga kuat berpotensi menjadi alat membungkam dakwah Islam kaffah dan khilafah. Pemerintah menyadari kebangkitan Islam nyata di tengah-tengah umat. Mereka pun menyiapkan pasal-pasal karet yang bisa membungkam dakwah Islam, terutama dakwah Islam kaffah dan khilafah. Mereka akan membungkam dengan tudingan sepihak soal anti-Pancasila, anti ini dan itu demi melegitimasi persekusi dan kriminalisasi terhadap dakwah Islam kaffah dan khilafah. Astaghfirullah. 

Keempat, diduga kuat berpotensi jadi alat untuk membungkam oposisi. Oposisi dalam demokrasi bukan dianggap sebagai pihak kritis yang bisa memberikan saran dan kritik yang baik. Tetapi, oposisi hari ini dipandang sebagai lawan politik yang dianggap bisa menjatuhkan kekuasaan pemerintah dan koalisinya. Oleh karena itu, hadiah akhir tahun yang diberikan pemerintah hari ini adalah UU KUHP. Oposisi yang nyaring dalam memberikan kritik kritisnya di setiap kebijakan berpotensi dijerat dengan pasal-pasal karet atas dugaan menghina pemerintah, menghina presiden dan lain-lain. Bayangkan jika kritik dianggap menghina? Ini adalah otoriter yang nyata bukan?

Kelima, patut diduga UU KUHP ini untuk melanggengkan kepentingan segelintir kelompok. Kepentingan segelintir kelompok yang diduga kuat merampas kepentingan rakyat. Sehingga, dengan UU ini, kebijakan-kebijakan yang tidak adil dan menzalimi rakyat akan sulit dikritik. Karena kritik kritis mudah sekali dikriminalisasi karena UU KUHP ini.

Luar biasa, panasnya perpolitikan menuju 2024, rakyat diberi kado disahkannya UU KUHP. Inilah akibatnya jika undang-undang yang ditetapkan dibuat berdasarkan kesombongan manusia, bukannya kemaslahatan, tetapi kerusakan dan pembungkaman terhadap kebenaran dan keadilan. Manusia hari ini sombong, tidak mau diatur dengan hukum Allah SWT, tetapi mereka membuat aturan sendiri untuk menyaingi aturan Allah SWT. Sebenarnya ini adalah kesombongan yang nyata yang bisa menjerumuskan manusia ke dalam kerusakan yang tersistematis.

Dampak Pengesahan RUU KUHP terhadap Dakwah Islam

Ada beberapa pasal-pasal karet yang dikritik oleh Pakar Hukum dan Masyarakat Prof. Dr. Suteki, S.H.M.Hum., pertama, mengancam kebebasan berpendapat, berekspresi dan berpotensi dipidana. Yaitu, pasal 188, 190, dan 218-220. Kedua, beleid ini perlu dihapus karena jelmaan dari ketentuan tentang penghinaan Presiden dan Wakil Presiden yang sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi berdasarkan Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006. Yakni, pasal 240 dan 241. Ketiga, pasal-pasal yang berpotensi membungkam pers. Yakni, pasal 263, 264, 280, 281, 300-302, 347, 348, dan 443.

Prof. Suteki menjelaskan, masih banyaknya deretan pasal-pasal tersebut, kita berharap agar DPR RI dapat memenuhi asas keterbukaan sebagaimana diatur pada Pasal 5 huruf g Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Prof. Suteki berharap, supaya proses penyusunan RKUHP ini memberikan kesempatan luas bagi seluruh masyarakat untuk memberi beragam saran dan kritik sehingga tidak buru-buru mengesahkan RUU KUHP. Pasal-pasal tersebut menjadi contoh konkret ancaman yang dapat digunakan untuk menghantam suara-suara kritis rakyat terhadap penyelenggaraan negara yang ditujukan kepada penguasa. RKUHP memuat pasal-pasal yang bermasalah, multitafsir dan karet karena membuka ruang kriminalisasi.

Membaca penjelasan tersebut, dampak nyata dari UU KUHP adalah sebagai berikut. Pertama, dikhawatirkan maraknya kriminalisasi terhadap orang-orang yang kritis terhadap pemerintah. Kedua, dikhawatirkan maraknya kriminalisasi terhadap pendakwah Islam. Ketiga, dikhawatirkan maraknya kriminalisasi terhadap aktivis yang berusaha mengungkap kebenaran. Keempat, matinya demokrasi dan lahirnya otoritarianisme. Kelima, maraknya kezaliman, karena ketidakadilan yang dipertontonkan.

Memahami dampak buruk penerapan UU KUHP tersebut sebagai seorang Muslim wajib kita untuk menolaknya. Karena menolak keburukan adalah bagian dari dakwah. Amar makruf nahi mungkar harus terus digelorakan, karena hanya dengan ikhtiar ini, kezaliman akan dilenyapkan di muka bumi ini. Allah Mahakuasa dan Mahabenar, tetap berpihak pada Islam dan terus mendakwahkannya. Kemenangan Islam tidak dapat dibendung jika sudah diturunkan ke bumi.

Strategi Islam dalam Membuat Kebijakan dan Undang-Undang

Dalam Islam, membuat kebijakan atau undang-undang harus berdasarkan Al-Qur'an dan Sunnah. Tidak boleh seorang Muslim berhukum tidak berlandaskan hukum Islam. Karena manusia adalah ciptaan Allah SWT. Allah SWT yang berhak mengatur manusia dalam segala aspek kehidupan. Apabila hukum atau undang-undang yang akan diterapkan termasuk hal teknis atau mubah, maka yang dibuat adalah aturan yang tidak bertentangan dengan sumber hukum Islam dan mengutamakan kemaslahatan umat. 

Namun, hari ini manusia banyak yang merasa pintar dan hebat. Mereka mengabaikan aturan Allah SWT dan membuat aturan sendiri untuk mengatur kehidupannya. Sehingga, banyak aturan yang dibuat untuk memuluskan kepentingan segelintir kelompok. Yang katanya dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat pun tidak akan pernah bisa terwujud. Sedihnya, segala aturan atau hukum yang bertentangan dengan kepentingan mereka harus siap-siap dimusuhi. Mereka rela memusuhi ajaran Islam demi mengagungkan aturan yang telah mereka buat dan sepakati. 

Padahal apabila membaca yang ada di Al-Qur'an, ada beberapa ayat yang memperingatkan agar manusia berhukum pada hukum Islam secara paripurna. Pertama, perintah masuk ke dalam Islam secara kaffah. “Wahai orang yang beriman, masuklah kamu semua ke dalam Islam. janganlah kalian mengikuti langkah-langkah setan. Sungguh, setan itu musuh yang nyata bagi kalian,” (Surat Al-Baqarah ayat 208).

Kedua, hukum Allah adalah hukum yang tegak di atas keadilan. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Apakah hukum jahiliah yang mereka cari? Dan siapakah yang lebih baik hukumnya daripada [hukum] Allah bagi orang-orang yang yakin.” (QS. Al-Ma’idah: 50)

Ketiga, menegakkan hukum Islam bentuk ketaatan pada Allah SWT dan rasul-Nya. "Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (TQS. An-Nisa: 59)

Keempat, diperintahkan memutuskan dengan adil, yakni menyelesaikan masalah dengan solusi Islam. “Sesungguhnya Allah memerintahkan untuk berbuat adil dan ihsan (kebaikan), memberikan santunan kepada sanak kerabat, melarang dari perkara yang keji dan munkar serta melanggar hak orang lain.” (QS. An-Nahl: 90). “Dan jika kamu memutuskan hukum maka berikanlah keputusan hukum di antara mereka dengan adil. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang menegakkan keadilan.” (QS. Al-Ma’idah: 42)

Kelima, perintah berhukum dengan hukum Allah. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barang siapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan maka mereka itulah para pelaku kekafiran.” (QS. Al-Ma’idah: 44). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barang siapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan maka mereka itulah para pelaku kezaliman.” (QS. Al-Ma’idah: 45). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Barang siapa yang tidak berhukum dengan apa yang Allah turunkan maka mereka itulah para pelaku kefasikan.” (QS. Al-Ma’idah: 47)

Peringatan dan perintah untuk menegakkan hukum Allah SWT sangat jelas di dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Tetapi, mengapa perintah tersebut diingkari dan dibenturkan dengan hukum buatan manusia. Bahkan, yang mendakwahkan Islam secara paripurna bisa dicap radikal, ektrem, dan sebagainya. Walhasil, sebagai umat Islam harus terus menyampaikan kebaikan dan kebenaran Islam, apa pun risiko dan tantangan yang dihadapi. Selama dakwah disampaikan dengan baik, insyaallah akan dicatat sebagai amal dakwah yang memberatkan timbangan sebelah kanan. Barakallah.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.

Luar biasa, panasnya perpolitikan menuju 2024, rakyat diberi kado disahkannya UU KUHP. Inilah akibatnya jika undang-undang yang ditetapkan dibuat berdasarkan kesombongan manusia, bukannya kemaslahatan, tetapi kerusakan dan pembungkaman terhadap kebenaran dan keadilan. Manusia hari ini sombong, tidak mau diatur dengan hukum Allah SWT, tetapi mereka membuat aturan sendiri untuk menyaingi aturan Allah SWT. Sebenarnya ini adalah kesombongan yang nyata yang bisa menjerumuskan manusia ke dalam kerusakan yang tersistematis.

Membaca penjelasan tersebut, dampak nyata dari UU KUHP adalah sebagai berikut. Pertama, dikhawatirkan maraknya kriminalisasi terhadap orang-orang yang kritis terhadap pemerintah. Kedua, dikhawatirkan maraknya kriminalisasi terhadap pendakwah Islam. Ketiga, dikhawatirkan maraknya kriminalisasi terhadap aktivis yang berusaha mengungkap kebenaran. Keempat, matinya demokrasi dan lahirnya otoritarianisme. Kelima, maraknya kezaliman, karena ketidakadilan yang dipertontonkan.

Memahami dampak buruk penerapan UU KUHP tersebut sebagai seorang Muslim wajib kita untuk menolaknya. Karena menolak keburukan adalah bagian dari dakwah. Amar makruf nahi mungkar harus terus digelorakan, karena hanya dengan ikhtiar ini, kezaliman akan dilenyapkan di muka bumi ini. Allah Mahakuasa dan Mahabenar, tetap berpihak pada Islam dan terus mendakwahkannya. Kemenangan Islam tidak dapat dibendung jika sudah diturunkan ke bumi.

Peringatan dan perintah untuk menegakkan hukum Allah SWT sangat jelas di dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Tetapi, mengapa perintah tersebut diingkari dan dibenturkan dengan hukum buatan manusia. Bahkan, yang mendakwahkan Islam secara paripurna bisa dicap radikal, ektrem, dan sebagainya. Walhasil, sebagai umat Islam harus terus menyampaikan kebaikan dan kebenaran Islam, apa pun risiko dan tantangan yang dihadapi. Selama dakwah disampaikan dengan baik, insyaallah akan dicatat sebagai amal dakwah yang memberatkan timbangan sebelah kanan. Barakallah.[]

Oleh: Ika Mawarningtyas 
(Direktur Mutiara Umat Institute dan Dosen online Uniol 4.0 Diponorogo)
#Lamrad #Lamras
#LiveOpperessedOrRiseUpAgainst
Materi Kuliah Online Uniol 4.0 Diponorogo
Rabu, 7 Desember 2022
Di bawah asuhan Prof. Dr. Suteki, S.H., M. Hum.

Posting Komentar

0 Komentar