Konsultan Ungkap Kriteria Orang Cerdas


TintaSiyasi.com -- Konsultan dan Trainer Keluarga Sakinah, Ir. Dedeh Wahidah Achmad mengungkap siapa orang yang cerdas.

"Apa itu al kayyis? Kecerdasan, siapa orang yang cerdas itu?" ungkapnya di acara Siapakah Orang yang Cerdas itu? dalam
Rubrik Tsaqafah Islam Segmen Keluarga, di YouTube Muslimah Media Center, Ahad (27/11/2022).

Selanjutnya, ia mengutip sabda Rasulullah SAW dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam At Tirmidzi,

الكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ المَوْتِ، وَالعَاجِزُ مَنْ أَتْبَعَ نَفْسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللَّهِ

"Al kayyisu man daana nafsahu wa amila bada maut. Al kayyisu, orang yang cerdas itu adalah man daana nafsahu orang yang mampu mengelola nafsnya, mengelola jiwanya, mengelola dirinya. Wa amila badal maut, dan mampu untuk beramal melaksanakan amal-amal yang dia persembahkan ba'dal maut untuk hari nanti, pada waktu dia menghadapi penghisaban setelah kematiannya," ujarnya.

Wal ajizu, terangnya, dan orang yang bodoh atau orang yang lemah adalah siapa man atbaa nafsahu hawaha orang yang jiwanya itu atbaa (mengikuti) hawaha (hawa nafsunya) wa tamanna 'alallah, tetapi dia tamanna, dia berharap mendapatkan sesuatu, alallah di sisi Allah.

"Rasulullah SAW memberikan panduan kepada kita bahwa kecerdasan itu bukan semata yang dinampakkan oleh kepintaran, diukur oleh nilai-nilai yang dicapai oleh sesuatu yang sifatnya fisik sebagaimana yang sekarang dipahami oleh sebagian orang di antara kita yang menstandarisasi anaknya. Anak yang cerdas itu adalah anak yang nilai-nilai akademiknya tinggi, sehingga orangtua itu berusaha keras untuk menyekolahkan anaknya, untuk memasukkan anaknya ke bimbingan belajar, ke tempat-tempat les. Karena apa? Berharap anaknya mendapatkan nilai yang tinggi dan capaian akademiknya baik," singgungnya.

Tetapi mereka abai, menurutnya, dari sisi bagaimana implementasi atau pelaksanaan nilai akademik tersebut dalam bentuk perilaku.

"Tidak sedikit anak-anak yang pintar secara akademik, di sekolahnya rangking satu sampai rangking lima, lulus di perguruan tinggi negeri, masuk ke dalam sekolah favorit, di terima di sana. Tetapi perilakunya maa sya Allah membuat kita miris. Mereka tawuran, mereka mabuk-mabukan, mereka bergaul bebas, tidak sedikit juga yang tidak menghormati orang tua, tidak menghormati gurunya bahkan mungkin tidak menghargai ilmu yang sudah mereka pelajari," ulasnya.

Ustazah Dedeh, sapaan akrabnya, menegaskan bahwa siapa pun pasti tidak menginginkan generasinya hanya cerdas, hanya pintar dari sisi akademik tetapi minim dari sisi nilai moral.

"Nah karena itu maka kita harus merujuk kepada arahan Rasulullah SAW bahwa orang yang cerdas itu adalah orang yang bisa mengelola dirinya, tidak mengumbar keinginan hawa nafsunya, dan dia akan menundukkan jiwanya itu ya ditundukkan kepada aturan syariah yang sudah dicontohkan penerapannya oleh Rasulullah SAW," imbuhnya.

Menurutnya, orang yang cerdas ketika berpikir sesuai dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah, yaitu berpikir secara islami. Orang yang cerdas itu orang yang ketika berbicara benar.

"Bagaimana Rasulullah memberikan panduan dalam berbicara yaitu, Man kaana yu'minu billahi wal yaumil akhir fal yaqul khayran au liyasmut. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka dia akan bicara yang benar atau diam," bebernya.

Sehingga, ia menilai, orang yang cerdas itu bukan orang yang banyak  bicara sia-sia, tidak bicara dusta apalagi fitnah. Tetapi orang yang dari mulutnya itu keluar kata-kata yang benar, nasihat yang mengingatkan orang lain kepada Allah dan hari akhir. 

"Orang yang cerdas itu orang yang menggunakan lisannya untuk mengajak ilallah, untuk berdakwah kepada ajaran Allah," tegasnya.

Ia melanjutkan, orang yang cerdas adalah orang yang mengelola perilakunya sesuai dengan rambu-rambu syariat, sesuai dengan perintah dan larangan Allah SWT. Walaupun dirinya suka, banyak orang yang suka dengan perbuatannya namun jika Allah tidak ridha, tidak suka maka dia akan menundukkan keinginannya tersebut agar sesuai dengan aturan syariah.

"Contoh sekarang, yang menjadi rujukan generasi muda adalah Kpop, artis-artis di mana mereka mengumbar auratnya, mempertontonkan kemolekan tubuhnya atau menghiasi wajahnya dengan tabarruj itu dianggap sebagai penampakan yang menarik, simbol kecantikan. Tetapi kalau Muslimah yang cerdas, dia tidak akan memilih perilaku itu, kenapa? Karena Rasulullah telah menyatakan bahwa aurat perempuan seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan," cetusnya.

Sehingga, menurutnya, Muslimah yang cerdas tidak akan berani menampakkan bagian anggota tubuhnya yang termasuk aurat.

Dalam hadis di atas, lanjut ustazah, Rasulullah SAW menyebutkan bahwa orang yang cerdas itu wa amila ba'dal maut, hidupnya akan dipenuhi dengan amal-amalan untuk hari setelah kematian. "Bagaimana dia menghadapi hisab dari Allah," lanjutnya.

Uniknya, ia menilai, orang yang cerdas itu masih hidup di dunia tetapi amalan-amalannya itu dipersembahkan bukan untuk dunia. "Dia beramal di dunia, tetapi amalnya itu ditujukan agar mempunyai nilai (berkontribusi) di akhirat. "Amalan seperti apa itu? Itulah amal shalih," imbuhnya.

Ustazah Dedeh menjelaskan bahwa amal shalih bukan sekadar shalat, puasa, ngaji dan ibadah-ibadah mahdhah. Tetapi semua amal yang memenuhi dua syarat. Pertama, niat karena Allah. Kedua, dilakukan sesuai tuntunan syariat Allah. Jika keduanya telah terpenuhi maka nilai shalih kan didapatkan. Pasti memiliki kontribusi di kehidupan akhirat, yaitu kehidupan setelah mati.

"Karena itu, Al kayyisu orang yang cerdas, senantiasa akan memperhatikan niatnya. Apakah semua yang dia lakukan sudah lillah atau lil ghayrillah nauzubillah min dzalik," bebernya.

Dari situlah, menurutnya, orang yang cerdas senantiasa introspeksi diri terkait amalnya. Apakah ada lintasan-lintasan menuju riya atau tidak. Jika ada, ia akan segera istighfar dan memohon ampun kepada Allah. Karena itu bisa mencoret amalannya untuk kontribusi ke akhirat. "Nauzubillah min zalik," cetus dia.

Kemudian ia menuturkan, kedua, Al kayyisu, orang yang cerdas akan senantiasa memperhatikan apakah perbuatannya sudah sesuai dengan syariat Allah atau bertentangan dengan syariat Allah. Karena itu orang yang cerdas senantiasa terdorong untuk mengkaji ilmu-ilmu syariat, orang yang cerdas bukan hanya mengejar ilmu-ilmu keduniaan tetapi dia akan bersungguh-sungguh mempelajari ilmu-ilmu Islam. Apa yang halal dan yang haram. Apa saja yang bisa mendatangkan keridhaan dari Allah. Sebaliknya apa saja yang melahirkan kemurkaan dari Allah. Ketika dia sudah tahu bahwa itu diharamkan, termasuk riba.

"Maka sekalipun menurut manusia sekarang di alam kapitalisme mengatakan bahwa di balik riba itu ada keuntungan, dia tidak akan tergiur oleh keuntungan materi tersebut kalau di situ ada kemurkaan dari Allah," katanya.

Ia menjelaskan, orang yang cerdas tidak akan tergiur oleh rayuan-rayuan untuk bergaul bebas, untuk melakukan pelanggaran-pelanggaran syariat sekalipun boleh jadi itu bisa mendatangkan keuntungan materi. Misalkan, pentas-pentas idol, perlombaan-perlombaan yang bisa mendatangkan hadiah yang luar biasa. Karena pertimbangannya ridha dan murka Allah SWT.

"Jadi orang yang cerdas senantiasa memperhatikan amalnya. Apakah amalnya itu akan berkontribusi pahala atau dosa nanti di hari akhir," bebernya.

Orang Bodoh

Ia menerangkan tentang al ajizu, yaitu kebalikan dari cerdas. Aajiz, adalah orang yang lemah, orang yang bodoh. Orang yang bodoh bukanlah orang yang tidak bisa menyelesaikan ujian matematika. Orang yang bodoh bukan pula orang yang nilai-nilai akademiknya rendah.

"Orang yang bodoh adalah orang yang man atbaa nafsahu hawaha, orang yang mengikutkan dirinya kepada hawaha, hawa nafsunya," imbuhnya.

Dia mengatakan, kebalikan dari ketaatan kepada syariat adalah ketaatan kepada hawa nafsu.

"Orang yang tidak mau diatur oleh syariat Islam berarti dia sudah mengikuti ajakan hawa nafsu. Orang yang tidak cinta syariat itu tegak berarti dia telah membuka peluang yang mengatur kehidupan ini adalah hawa nafsunya. Ketika hawa nafsu menjadi pemandu, menjadi standar maka pada saat itu sepintar apa pun dia sekalipun gelarnya itu banyak, baik profesor, doktor dan lain sebagainya, dia adalah orang yang bodoh. Karena ketika memutuskan perilakunya atbaa nafsahu hawaaha, mengikutkan keinginan hawa nafsunya sehingga dia al-aajiz, orang yang lemah," pungkasnya.[] Heni

Posting Komentar

0 Komentar