Jagalah Lisanmu dan Gunakan untuk Dakwah

TintaSiyasi.com -- Sobat. Cara menjaga kata-kata adalah dengan tidak mengeluarkan kata-kata yang sia-sia, tidak berbicara kecuali diharapkan ada keuntungan dan nilai lebih dalam hal agamanya. Dalam hadis Anas bin Malik ra yang marfu’ disebutkan, “Tidaklah lurus keimanan seorang hamba sehingga hatinya menjadi lurus. Hatinya pun tidak akan lurus sehingga lidahnya lurus” (HR.Imam Ahmad). Rasulullah SAW pernah ditanya tentang sesuatu yang paling banyak menyebabkan manusia itu masuk neraka, lalu beliau menjawab, “Mulut dan Kemaluan” (HR. Bukhari).

Sobat. Dalam shahihain disebutkan riwayat dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berbicara yang baik atau (jika tidak, lebih baik) diam” (HR. Bukhari dan Muslim).
Imam Tirmidzi menyebutkan dengan isnad sahih bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Di antara wujud baiknya keislaman seseorang adalah ia meninggalkan sesuatu yang tidak bermakna baginya.”

Allah SWT berfirman :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَقُولُواْ قَوۡلٗا سَدِيدٗا يُصۡلِحۡ لَكُمۡ أَعۡمَٰلَكُمۡ وَيَغۡفِرۡ لَكُمۡ ذُنُوبَكُمۡۗ وَمَن يُطِعِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدۡ فَازَ فَوۡزًا عَظِيمًا 

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar” (QS. Al-Ahzab (33) : 70-71).

Sobat. Pada ayat ini, Allah memerintahkan kepada orang-orang beriman supaya tetap bertakwa kepada-Nya. Allah juga memerintahkan orang-orang beriman untuk selalu berkata yang benar, selaras antara yang diniatkan dan yang diucapkan, karena seluruh kata yang diucapkan dicatat oleh malaikat Raqib dan 'Atid, dan harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Bila mereka tetap memelihara keimanan dan ketakwaan dan selalu mengatakan kebenaran, pasti Allah akan memperbaiki perbuatan dan mengampuni dosa-dosa mereka. 

Siapa yang menginginkan kebahagiaan di dunia dan akhirat, maka jalan yang harus ditempuh hanyalah satu, yaitu menaati Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian, mereka akan mendapatkan kebahagiaan yang besar di dunia dan akhirat.

Sobat. Tugas paling agung yang diemban Nabi Muhammad SAW adalah dakwah mengajak orang untuk beriman kepada Allah. Amal paling mulia yang beliau jalankan adalah menegakkan hujjah dihadapan hamba-hamba Allah dan menyampaikan risalah-Nya.

Allah SWT berfirman :

ٱدۡعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلۡحِكۡمَةِ وَٱلۡمَوۡعِظَةِ ٱلۡحَسَنَةِۖ وَجَٰدِلۡهُم بِٱلَّتِي هِيَ أَحۡسَنُۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعۡلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ وَهُوَ أَعۡلَمُ بِٱلۡمُهۡتَدِينَ  

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. An-Nahl (16) : 125).

Sobat. Dalam ayat ini, Allah swt memberikan pedoman kepada Rasul-Nya tentang cara mengajak manusia (dakwah) ke jalan Allah. Jalan Allah di sini maksudnya ialah agama Allah yakni syariat Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Allah SWT meletakkan dasar-dasar dakwah untuk pegangan bagi umatnya di kemudian hari dalam mengemban tugas dakwah.

Pertama, Allah SWT menjelaskan kepada Rasul-Nya bahwa sesungguhnya dakwah ini adalah dakwah untuk agama Allah sebagai jalan menuju ridha-Nya, bukan dakwah untuk pribadi dai (yang berdakwah) ataupun untuk golongan dan kaumnya. Rasul SAW diperintahkan untuk membawa manusia ke jalan Allah dan untuk agama Allah semata.

Kedua, Allah SWT menjelaskan kepada Rasul SAW agar berdakwah dengan hikmah. Hikmah itu mengandung beberapa arti:

Pertama. Pengetahuan tentang rahasia dan faedah segala sesuatu. Dengan pengetahuan itu sesuatu dapat diyakini keberadaannya.
Kedua. Perkataan yang tepat dan benar yang menjadi dalil (argumen) untuk menjelaskan mana yang hak dan mana yang batil atau syubhat (meragukan).
Ketiga. Mengetahui hukum-hukum Al-Qur'an, paham Al-Qur'an, paham agama, takut kepada Allah, serta benar perkataan dan perbuatan.

Arti hikmah yang paling mendekati kebenaran ialah arti pertama yaitu pengetahuan tentang rahasia dan faedah sesuatu, yakni pengetahuan itu memberi manfaat.

Dakwah dengan hikmah adalah dakwah dengan ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan rahasia, faedah, dan maksud dari wahyu Ilahi, dengan cara yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi, agar mudah dipahami umat.

Ketiga, Allah SWT menjelaskan kepada Rasul agar dakwah itu dijalankan dengan pengajaran yang baik, lemah lembut, dan menyejukkan, sehingga dapat diterima dengan baik.

Tidak patut jika pengajaran dan pengajian selalu menimbulkan rasa gelisah, cemas, dan ketakutan dalam jiwa manusia. Orang yang melakukan perbuatan dosa karena kebodohan atau ketidaktahuan, tidak wajar jika kesalahannya itu dipaparkan secara terbuka di hadapan orang lain sehingga menyakitkan hati.

Khutbah atau pengajian yang disampaikan dengan bahasa yang lemah lembut, sangat baik untuk melembutkan hati yang liar dan lebih banyak memberikan ketenteraman daripada khutbah dan pengajian yang isinya ancaman dan kutukan-kutukan yang mengerikan. Namun demikian, menyampaikan peringatan dan ancaman dibolehkan jika kondisinya memungkinkan dan memerlukan.

Untuk menghindari kebosanan dalam pengajiannya, Rasul SAW menyisipkan dan mengolah bahan pengajian yang menyenangkan dengan bahan yang menimbulkan rasa takut. Dengan demikian, tidak terjadi kebosanan yang disebabkan uraian pengajian yang berisi perintah dan larangan tanpa memberikan bahan pengajian yang melapangkan dada atau yang merangsang hati untuk melakukan ketaatan dan menjauhi larangan.

Keempat, Allah SWT menjelaskan bahwa bila terjadi perdebatan dengan kaum musyrikin ataupun ahli kitab, hendaknya Rasul membantah mereka dengan cara yang baik.

Suatu contoh perdebatan yang baik ialah perdebatan Nabi Ibrahim dengan kaumnya yang mengajak mereka berpikir untuk memperbaiki kesalahan mereka sendiri, sehingga menemukan kebenaran.

Tidak baik memancing lawan dalam berdebat dengan kata yang tajam, karena hal demikian menimbulkan suasana yang panas. Sebaiknya dicipta-kan suasana nyaman dan santai sehingga tujuan dalam perdebatan untuk mencari kebenaran itu dapat tercapai dengan memuaskan.

Perdebatan yang baik ialah perdebatan yang dapat menghambat timbulnya sifat manusia yang negatif seperti sombong, tinggi hati, dan berusaha mempertahankan harga diri karena sifat-sifat tersebut sangat tercela. Lawan berdebat supaya dihadapi sedemikian rupa sehingga dia merasa bahwa harga dirinya dihormati, dan dai menunjukkan bahwa tujuan yang utama ialah menemukan kebenaran kepada agama Allah SWT.

Kelima, akhir dari segala usaha dan perjuangan itu adalah iman kepada Allah SWT, karena hanya Dialah yang menganugerahkan iman kepada jiwa manusia, bukan orang lain ataupun dai itu sendiri. Dialah Tuhan Yang Maha Mengetahui siapa di antara hamba-Nya yang tidak dapat mempertahankan fitrah insaniahnya (iman kepada Allah) dari pengaruh-pengaruh yang menyesatkan, hingga dia menjadi sesat, dan siapa pula di antara hamba yang fitrah insaniahnya tetap terpelihara sehingga dia terbuka menerima petunjuk (hidayah) Allah SWT.

Sobat. “ Serulah” maksudnya tugasmu adalah menunjukkan manusia ke jalan yang lurus, serta membimbing mereka ke jalan yang benar. “Ke jalan Tuhanmu” maksudnya ke jalan-Nya yang lurus dan mengantarkan kepada ketaatan, keridhaan, dan surga-Nya, bukan ke jalan yang menuju kepada kepentingan duniawi.

Sobat. “ Dengan hikmah,” maksudnya meletakkan sesuatu pada tempatnya, ucapan yang tepat, perbuatan yang tepat, dan waktu yang tepat. Setiap kaum ada cara penyampaian dakwah yang sesuai dengan mereka. Setiap ucapan harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang ada.

Sobat. “Dan pengajaran yang baik,” maksudnya sampaikan dakwah dengan kalimat yang lembut dan mudah dipahami. Jangan menyakiti hati dan melukai perasaan. “Debatlah mereka dengan cara yang lebih baik” maksudnya dakwah bisa disampaikan dengan dialog positif yang didasari rasa saling menghormati dari semua pihak, dengan tujuan untuk mencari kebenaran serta menunjukkan hujjah dan bukti nyata.

Allah SWT Berfirman :

قُلۡ هَٰذِهِۦ سَبِيلِيٓ أَدۡعُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا۠ وَمَنِ ٱتَّبَعَنِيۖ وَسُبۡحَٰنَ ٱللَّهِ وَمَآ أَنَا۠ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ  

Katakanlah: "Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik" (QS. Yusuf (12) : 108).

Sobat. Pada ayat ini, Allah SWT memerintahkan kepada Muhammad SAW untuk memberitahu umatnya bahwa dakwah yang dijalankannya, yang bertujuan mengajak manusia mengesakan Allah SWT dan mengikhlaskan ibadah hanya kepada-Nya, adalah menjadi tugas dan kewajibannya. Rasul memiliki keyakinan bahwa usahanya ini akan berhasil karena apa yang dikemukakan dan dilaksanakannya dilandasi dengan bukti-bukti dan hujjah yang nyata. Yang demikian itu menjadi tugas dan kewajiban bagi orang-orang yang mempercayai dan mengikutinya sehingga segala macam bentuk penghambaan kepada selain Allah bisa musnah dari permukaan bumi ini. Perhatikanlah firman Allah SWT yang mengajarkan cara berdakwah kepada Rasul dan umatnya:

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik (An-Nahl/16: 125).

Pada potongan ayat berikutnya, Allah mengajarkan Muhammad SAW untuk mensucikan-Nya dari tuduhan adanya sekutu dengan mengatakan Mahasuci Allah SWT dari sangkaan bahwa Dia mempunyai sekutu dalam kekuasaan-Nya, dan ada yang wajib disembah selain Dia. Langit dan bumi serta segala isinya, bahkan semua yang ada, bertasbih menyucikan Allah dari hal yang demikian itu, firman Allah SWT:

Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sungguh, Dia adalah Maha Penyantun, Maha Pengampun (Al-Isra/17: 44).

Ayat 108 ini ditutup dengan satu ketegasan bahwa Nabi Muhammad saw tidak termasuk orang-orang yang musyrik.

Sobat. Jadilah dai sesuai yang diajarkan Rasulullah SAW, dengan kelembutan perilaku anda terhadap orang lain! Sampaikanlah ayat atau hadits semampu Anda dengan sarana yang Anda miliki! Sampaikanlah nasihat dengan penuh ketulusan! Berdakwalah dengan perkataan dan perbuatan agar anda termasuk dalam golongan yang disebutkan dalam firman-Nya :

تَدَّعُونَ نُزُلٗا قَوۡلٗا مِّمَّن دَعَآ إِلَى ٱللَّهِ وَعَمِلَ صَٰلِحٗا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ ٱلۡمُسۡلِمِينَ  

Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (QS. Fushshilat (41) : 33). []


Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual, Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo, Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Posting Komentar

0 Komentar