Inilah Sanksi Pidana Muslimah yang Tidak Menutup Auratnya di Tempat Umum



TintaSiyasi.com -- Ahli Fiqih Islam K.H. Muhammad Shiddiq Al-Jawi memaparkan sanksi pidana Islam bagi muslimah yang menampakkan auratnya di tempat umum.

"Sanksi bagi muslim atau muslimah yang membuka aurat di tempat umum adalah pidana syariah yang disebut ta'zir," tuturnya kepada TintaSiyasi.com, Jumat (14/10/2022).

Yaitu, hukuman syariah yang dijatuhkan untuk pelanggaran syariah yang tidak ada nash khusus mengenai jenis sanksi-nya dan tidak ada kaffarah (tebusan)-nya. (Lihat Abdurrahman Al-Maliki, Nizham Al-Uqubat,[Beirut: Darul Ummah], Cetakan II, 1990, hlm. 17-22).

Ia menjelaskan, pelanggaran syariah yang dijatuhi sanksi ta'zir pada prinsipnya adalah setiap perbuatan pidana atau kriminal (al-jarimah, criminal act) sesuai standar syariah Islam, namun tidak ada sanksinya secara khusus dari Al-Qur'an dan As-Sunnah. 

"Secara garis besar, yang termasuk perbuatan pidana dalam Islam adalah setiap perbuatan seseorang meninggalkan yang diwajibkan syariah atau perbuatan seseorang melakukan yang diharamkan syariah. (Lihat Abdurrahman Al-Maliki, Nizham Al- Uqubat, hlm. 15)," jelasnya.

Kiai Shiddiq mencontohkan, perbuatan-perbuatan seseorang meninggalkan yang diwajibkan syariah yang sanksinya ta'zir.

"Seperti: Pertama, meninggalkan shalat wajib. Kedua, tidak melakukan puasa Ramadhan, dengan makan atau minum pada siang hari di bulan Ramadhan tanpa udzur syar'i. Ketiga, tidak membayar zakat, baik zakat fitrah maupun zakat mal. Keempat, tidak menjalankan kewajiban menutup aurat bagi wanita muslimah dalam kehidupan umum, yaitu kewajiban mengenakan kerudung (Khimar) dan jilbab(busana gamis longgar terusan). Kelima, tidak membayar utang, dan sebagainya," terangnya.

Kemudian kiai Shiddiq juga mencontohkan, perbuatan-perbuatan seseorang melakukan yang haram yang sanksinya ta'zir.

"Misalnya: Pertama, melakukan transaksi riba. Kedua, melakukan suap menyuap (risywah). Ketiga, memberikan atau menerima hadiah gratifikasi bagi pejabat. Keempat, melakukan khalwat (bersepi-sepi) secara berdua antara laki-laki dengan wanita yang bukan mahramnya. Kelima, melakukan ikhtilath (campur baur) antara laki-laki dan wanita, seperti ikhtilath di jalan umum, ikhtilath di kendaraan umum, ikhtilath di sekolah dan kampus, ikhtilath di walimah nikah dan sebagainya," bebernya.

Dalam keterangannya, ta'zir itu dapat berupa hukuman mati (al-qatl), penyaliban (ash-shalb), penjara (al-habs), pengucilan (al-hajr), atau larangan hakim kepada publik untuk bicara dengan terpidana, pengasingan (an- nafyu), hukuman cambuk (al-jild), maksimal sepuluh kali cambukan, denda finansial (al-gharamah), pemusnahan barang kejahatan (itlaful mal), misalnya pemusnahan narkoba, publikasi pelaku kejahatan (at-tasyhir) di media massa, dan sebagainya. (Lihat Abdurrahman Al-Maliki, _Nizham Al- Uqubat, hlm. 157-175).

"Khusus untuk perbuatan muslim atau muslimah yang membuka aurat di tempat umum, jenis sanksi ta'zir -nya, yaitu berupa hukuman cambuk atau berupa hukuman penjara. Dalilnya, "Barang siapa (perempuan) yang membuka auratnya selain wajah dan dua telapak tangannya, maka dia dihukum dengan hukuman cambuk. Jika dia tidak menghentikan perbuatannya (setelah dihukum cambuk), dia diancam dengan pidana penjara paling lama enam bulan." (Abdurrahman Al-Maliki, Nizham Al- Uqubat, hlm. 184)," ujarnya.

Khalifah

Kiai Shiddiq menegaskan,  bahwa yang berhak melaksanakan sistem pidana Islam adalah hanya Imam  (Khalifah) yang menjadi kepala negara dalam negara Khilafah, atau orang yang mewakili Imam (Khalifah) itu, seperti Qadhi (hakim syariah) dan sebagainya. Maka dari itu menurutnya, secara syar'i tidak boleh ada seorang pun juga siapa pun dia, baik dia individu, maupun kelompok, maupun negara, yang menjalankan pidana (hukuman) yang disyariatkan.

"Seperti hukuman potong tangan, hukuman qisas, hukuman cambuk bagi pezina, dan sebagainya, termasuk juga berbagai hukuman ta'zir," tegasnya.

Hal itu menurutnya, dikarenakan pidana Islam itu, dulu dilaksanakan oleh Rasulullah SAW sebagai Imam (Kepala Negara) dalam Daulah Islamiah.

"Kemudian dilanjutkan oleh para Khalifah sesudahnya sebagai Imam (Khalifah) bagi kaum muslimin dalam negara Khilafah. (Lihat Imam Nawawi, Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab, Juz XXII, hlm. 76)," ulasnya.

Ia menyampaikan, beberapa kutipan pendapat ulama yang menjelaskan bahwa yang berhak melaksanakan pidana Islam hanyalah Imam (Khalifah) saja sebagai kepala negara Khilafah, bukan yang lain.

Pertama, dalam kitab Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, Juz XVII, hlm. 144 disebutkan bahwa,  "Para fuqoha (ahli fiqih) telah bersepakat bahwa tidak ada yang berhak menjalankan hudud kecuali Imam, (Khalifah) atau wakilnya (seperti Qadhi atau hakim syariah)."

Kedua, Ibnu Rusyd berkata, "Adapun siapa yang menegakkan had(hukuman) ini, yaitu cambuk untuk peminum khamr, maka ulama telah sepakat bahwa hanya Imam (Khalifah) sajalah yang menegakkannya, demikian pula semua hudud yang lain." (Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Juz II, hlm. 483).

Ketiga, Imam Nawawi berkata, "Adapun hukum-hukum ini (hudud), maka sesungguhnya ketika telah wajib menjatuhkan had(hukuman) untuk perbuatan zina, pencurian, dan minum khamr, maka tidak boleh ada yang melaksanakannya.

"Kecuali bedasarkan perintah Imam (Khalifah), atau perintah orang yang telah diberi kuasa oleh Imam (Khalifah) untuk mempertimbangkan pelaksanaan had tersebut..." (Imam Nawawi, Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab, Juz XXII, hlm. 76)," kutipnya.

Kiai Shiddiq menyimpulkan, bahwa yang berhak melaksanakan berbagai sanksi pidana Islam, termasuk berbagai hukuman ta'zir, hanyalah Imam (Khalifah) atau orang yang mewakili Imam seperti Qadhi (hakim syariah), dalam bingkai negara Khilafah, bukan yang lain.

"Siapa pun orangnya, seperti  hakim dalam sebuah sistem pemerintahan kerajaan, walaupun menerapkan Syariah Islam, demikian pula hakim dalam sistem pemerintahan republik, walaupun menerapkan Syariah Islam, semua itu tidak berhak secara mutlak menurut syara' untuk melaksanakan hukuman atau sanksi dalam sistem pidana Islam," pungkasnya.[] Faizah

Posting Komentar

0 Komentar