TintaSiyasi.com -- Advokat dari Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) Dr. Eggi Sudjana, M.Si. menegaskan, jika presiden tidak mampu bertanggung jawab soal kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, maka presiden silakan mundur.
"Terjadinya kenaikan BBM, presiden harus bertanggungjawab, jika tidak, maka presiden dipersilakan mundur," lugasnya dalam Perspektif PKAD-Dahsyat! Hari Ini Bergolak, Usai Buruh dan Mahasiswa Bergerak!!! di YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data, Senin (12/9/2022).
Menurutnya, itulah tuntutan demo yang tegas dan terukur dan harus disampaikan pendemo. Karena menurut Bang Eggi, akrabnya ia disapa, demo yang dilakukan harus spesifik, yakni menuntut presiden bertanggung jawab atau mundur.
"Mengatakan presiden mundur, itu sangat konstitusional karena dijamin oleh pasal 28 huruf I yakni bebas mengatakan pendapat baik lisan maupun tulisan," tegasnya.
Ia menambahkan, dikaitkan dengan pasal 27 ayat 1 setiap warganegara berkesamaan kedudukannya dalam hukum tanpa terkecuali. Jadi tidak ada istilah kecuali presiden atau DPR. Kita semua sama di mata hukum dan pemerintahan.
"Kepala pemerintahan namanya presiden, nah itu yang mau kita demo karena substansinya kebijakan itu yang bisa mengeluarkan adalah presiden," katanya.
Keluarkan Perppu
Menurutnya, jika ada kebijakan yang harus menyimpang dari undang-undang, presiden masih bisa mencari cara lain yaitu dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Perppu itu peraturan pengganti Undang-undang sebagai upaya singkat bagaimana bisa mengatasi persoalan hukum yang ada.
"Mengapa harus demikian? Karena otoritas dalam menaikkan dan menurunkan BBM adalah presiden. Ia bisa memerintahkan misalkan Menteri Keuangan, Menteri Sumber Daya Manusia (SDM). Menteri kan tahu mereka adalah pembantu presiden," terangnya.
Maka menurut Bang Eggi, presiden tidak boleh berkilah "bahwa itu bukan urusan saya," tidak boleh berkata "jangan tanya saya,". Tidak bisa begitu karena dia adalah presiden.
"Maka, dalam kesempatan ini presiden harus bertanggungjawab turunkan harga. Harga pertalite kembali ke harga sebelumnya," lugasnya.
Ia mengungkapkan, dua hal penting menurut pengamat untuk subsidi BBM sebenarnya cukup 11 Triliun. Lantas, mengapa Jokowi mengumumkan 502 Triliun? Ini persoalan serius karena uang rakyat.
"Dalam Undang-undang tidak ada kata subsidi, yang ada di Pasal 34 menyatakan fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Artinya negara dalam hal ini pemerintah berkewajiban mengurus segala kebutuhan hidup mereka," terangnya.
Oleh karenanya menurut Eggi, bagaimana fakir miskin dan anak terlantar mau terjamin dan baik hidupnya sedangkan BBM naik, harga-harga naik. Susahlah mereka. Sehingga dengan demikian, Jokowi sebagai presiden tidak amanah dalam menjalankan pemerintahan.
"Maka dari itu harapannya adalah teman-teman punya satu kesepemahaman hukum bahwa kalau mau demo jangan tanggung-tanggung dan tuntutannya harus jelas," tuntasnya. [] Nurmilati
0 Komentar