Tiga Faktor yang Memengaruhi Fenomena Citayam Fashion Week


TintaSiyasi.com -- Merespons fenomena Citayam Fashion Week, Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto menyebutkan tiga faktor yang memengaruhi fenomena tersebut. “Ada tiga faktor yang memengaruhi fenomena Citayam Fashion Week,” lugasnya di channel Media Umat dalam acara bertajuk Hijrah vs Hedon, (Ahad, 31/07/22).

"Pertama, secara natural memang manusia itu suka pada sesuatu yang bersifat duniawi dan itu merupakan fitrah manusia yang disebut gharizah hubud tamaluk (naluri cinta atau senang memiliki) dan hubus siyadah (kesenangan untuk menguasai), termasuk kesenangan untuk memiliki pengaruh yang di dalamnya juga ada ketenaran dan kepopuleran. Semua itu berujung pada apa yang disebut dalam Al-Qur'an, Wa tuhibbunal mala hubban jamma.’,” tuturnya.

Kedua, faktor medium, yaitu media sosial yang merupakan medium yang membuat orang itu memiliki medium tendensi terhadap dunia di luar dirinya dan tidak ada lagi otoritas penguasa terhadap media.

"Yang menarik adalah media itu membuka ruang interaksi, sehingga ketika banyak yang tertarik dengan konten yang dibuat oleh seseorang, maka orang tersebut seperti kecanduan sehingga seperti ada agama baru dalam dunia sosial media apa yang dikenal dengan istilah viral," paparnya.

Ketiga, atmosfer saat ini yang sudah hedonistik dan kapitalistik. Dalam atmosfer yang seperti itu ada pengakuan terhadap fenomena itu dan pengakuannya berwujud pada pujian, undangan, pemberian beasiswa, dan fasilitas.

"Menurut saya ini tidak masuk akal, masa seorang menteri bilang bahwa dia mempersilakan trotoar di depan kantornya digunakan untuk fashion show. ‘Kan tidak masuk akal. Ini menteri yang bicara tentang manusia dan kebudayaan. Sementara di saat yang sama kita melihat ironi ketika ada kegiatan ngaji di trotoar Malioboro dikecam," tandasnya.

Ustaz Ismail mengatakan, teknologi di mana pun berada selalu seperti pisau bermata dua, memberikan banyak manfaat, bersamaan juga banyak mudarat.

"Ini berpulang pada dua perkara penting, pertama, pada manusianya itu sendiri dalam hal ini remajanya. Banyak remaja yang sangat positif menggunakan media sosial, tetapi tidak sedikit juga yang melakukan sebaliknya. Kedua, pada atmosfir yang merupakan budaya kultur pihak yang memiliki otoritas. Celakanya yang memiliki otoritas hari ini baik menyangkut ekonomi, politik, budaya, agama itu tidak memiliki arah untuk mengeliminasi fenomena-fenomena buruk itu," jelasnya.

“Kita harus memiliki patokan yang tegas dan jelas tentang apa yang disebut baik dan buruk, salah dan benar, pantas dan tidak pantas," tutupnya.[] Emmy

Posting Komentar

0 Komentar