Muharam: Momentum Hijrah Syariah untuk Selamatkan Generasi dari Racun Sekuler Liberalisme

TintaSiyasi.com -- Racun sekuler liberalisme telah mengakibatkan dekadensi moral pada generasi Muslim hari ini. Negeri dengan mayoritas Muslim, namun karakter generasinya tak lagi mencerminkan seorang Muslim sejati. Sekuler telah menjauhkan generasi dari aturan agama. Atas nama sekuler aturan agama sah-sah saja ditinggalkan, bahkan bisa jadi generasi sekuler liberal hari ini tak paham tentang aturan agamanya.

Fenomena Citayam Fashion Week, kaum sekuler liberal memandang sebagai bentuk kreativitas. Namun, sisi gelap fenomena ini lebih menampakkan kerusakan generasi. Keberadaan mereka di CWF tak lagi mementingkan pendidikan, tidur di jalanan, berdandan sesuka hati, bahkan menjadi ajang normalisasi perilaku L987. Marak kasus bullying, hingga menelan korban juga masih menjadi persoalan besar untuk generasi. Tawuran, kriminalitas, pesta miras, seks bebas, hingga narkoba juga masih menjadi gaya hidup generasi hari ini. 

Itulah generasi yang sedang dibangun oleh peradaban sekuler liberalisme. Kehancuran generasi Barat sedang ditularkan pada generasi Muslim hari ini. Padahal, contoh terbaik generasi Muslim telah ada beribu abad silam. Perbedaannya, generasi terdahulu menjalani kehidupan dengan menggenggam Islam sebagai jalan hidupnya. Penerapan Islam di tengah kehidupan telah menciptakan generasi tangguh yang berkontribusi besar bagi Islam dan umat manusia. Sedangkan, generasi Muslim hari ini rela meninggalkan agamanya jauh di belakang hanya untuk sekadar menikmati gaya hidup hedonis dan mengejar eksistensi diri yang jauh dari memberi arti.

Saatnya melakukan perubahan bagi kebaikan generasi, jadikan momentum Muharam sebagai momentum hijrah secara syariah. Sebagaimana hijrahnya Rasulullah dari Makkah ke Madinah, hijrah dari sistem kapitalisme buatan manusia yang menyuntikkan racun sekuler liberalisme ke tubuh generasi, beralih ke sistem dari Sang Pencipta manusia, Allah SWT.


Racun Sekuler Liberalisme Merusak Generasi 

Dalam sistem kapitalisme, sekuler merupakan akidahnya yang sengaja disuntik pada bangunan peradaban ini. Sayangnya umat Muslim tak mengenali sekuler ibarat racun yang secara perlahan menggerogoti karakter generasi Muslim, merusak, dan menghancurkan. Pemikiran sekuler semakin komplit ketika disandingkan dengan liberalisme, keduanya saling melengkapi untuk menghancurkan generasi terutama generasi Muslim ke arah dekadensi moral, menghapuskan karakter seorang Muslim yang hakiki.

Tak ada warning dari penguasa atas bahaya racun sekuler liberalisme, karena sejatinya mereka tangan panjang dari sistem yang merusak ini. Ini terlihat dari setiap kebijakannya dalam membangun arah potensi generasi. Apa saja peran penguasa dalam menyuntikkan racun sekuler liberalisme ke dalam tubuh generasi hingga menyebabkan dekadensi moral dan karakter, di antaranya:

Pertama, dalam bidang pendidikan yang merupakan senjata utama pembentukan arah karakter generasi telah didorong tercipta generasi yang semakin jauh dari agamanya. Pendidikan yang seharusnya menempa mereka untuk menjadi karakter yang berkepribadian Islam, namun atas nama moderasi beragama, pendidikan merdeka belajar, generasi dibiarkan terjauhkan dari nilai-nilai agamanya. Atas nama sekuler, pendidikan agama hanya menempati sedikit ruang pembelajaran, bukan pembentuk utama karakter generasi.

Bahkan, begitu banyak kebijakan yang menjerumuskan generasi semakin jauh dari agamanya. Pelarangan pemaksaan penggunaan hijab di sekolah, atas nama hantu radikal generasi dijauhkan dari mempelajari agamanya lebih dalam.

Kedua, dalam bidang ekonomi. Generasi dipaksa menjadi pendobrak pertumbuhan ekonomi. Keberadaannya dicetak sebagai generasi buruh. Melalui kurikulum vokasi dan kurikulum industri, tujuan pendidikan telah teralihkan hanya untuk melahirkan buruh-buruh yang dibutuhkan untuk memenuhi kepentingan kapitalis.

Ketiga, negara layaknya agen Barat untuk menjajah negeri-negeri Muslim, memanjangkan tangannya melancarkan misi memoderasikan Islam. Generasi telah menjadi objek utama atas proyek Islam moderat. Atas nama moderat, Muslim dipaksa lebih untuk menerima ide-ide Barat, menolak syariah, pro gender equality, mendukung HAM, mendukung demokrasi, tidak ekstrem dalam beragama, hingga toleransi yang kebablasan.

Keempat, atas nama kreatifitas, negara menjadi fasilitator dekadensi moral generasi. Negara dalam sistem kapitalisme sekuler, wajar memandang generasi dari sudut pandang sistem yang menaunginya. Berbagai kontes memamerkan aurat semacam pemilihan Miss Indonesia, Miss World, Miss Universe mendapat dukungan penuh. Bahkan, munculnya kontes waria pun dianggap biasa. Dan berbagai ajang pencarian bakat lainnya telah memalingkan dari pembentukan karakter generasi yang sesungguhnya. Alhasil, generasi sekuler liberal yang dihasilkan.


Dampak Racun Sekuler Liberalisme bagi Generasi

Akibat racun sekuler liberalisme yang sengaja dibiarkan menggerogoti tubuh generasi telah menciptakan dekadensi moral. Karakter generasi, terutama Muslim telah didorong jauh dari karakter generasi Muslim yang hakiki. Di antara dampak nyata yang telah diidap generasi adalah:

Pertama. Generasi individualis dan hedonis. Demi kesenangan yang dikejar, mereka rela menabrak aturan agamanya. Seks bebas dan narkoba menjadi hal yang biasa. Bahkan tawuran dijadikan ajang menunjukkan eksistensi dirinya.

Kedua. Generasi buruh. Materialistis telah merasuki karakter generasi, demi materi rela melakukan segala cara. Atas nama promosi generasi ini rela menista agamanya. Promosi yang dilakukan Holywings tak lepas dari bentuk hasil karya generasi hari ini, demi mendobrak angka penjualan lebih tinggi rela menjual barang haram dengan menista agamanya sendiri.

Ketiga. Generasi rapuh, lemah, tidak berkualitas, dan jauh dari kemuliaan. Atas nama ide toleransi dan HAM, rela mengkebiri syariat agamanya sendiri. Menoleransi perilaku menyimpang L987 yang jelas dilarang, menanggalkan hijab demi slogan my body my authority. Demi eksistensi diri rela melakukan berbagai konten-konten negatif. Bahkan, tren bunuh diri telah menjangkiti generasi.

Keempat. Generasi kriminal dan trouble maker. Kasus tawuran masih menjadi persoalan generasi hari ini, bahkan tak sedikit berujung kematian. Bullying juga semakin marak mengidap generasi, mengakibatkan depresi hingga hilangnya nyawa. Tak sedikit kasus kekerasan seksual telah menyeret generasi sebagai pelakunya.

Dampak racun sekuler liberalisme benar-benar telah menjauhkan karakter generasi Muslim yang hakiki. Menjadikan mereka generasi individualis, hedonis, materialistis. Generasi buruh yang rela melakukan segala cara demi meraih keuntungan. Generasi rapuh, lemah, tidak berkualitas, dan kehilangan kemuliaannya. Generasi kriminal dan trouble maker, yang menyisakan persoalan yang tak kunjung selesai malah semakin parah kerusakannya.


Muharam Jadikan Momentum Hijrah Syariah untuk Selamatkan Generasi dari Racun Sekuler Liberalisme

Racun sekuler liberalisme yang telah mengakibatkan kerusakan karakter generasi, terutama generasi Muslim. Dekadensi moral akan terus terjadi hingga jatuh ke jurang lebih dalam, apabila tak ada yang bersiap untuk menyelamatkan generasi. Saatnya kita peduli menjadikan dunia lebih baik dan berkah, dengan membuang racun sekuler liberalisme yang telah menggerogoti tubuh generasi.

Momentum yang lekat dibenak kaum Muslim di saat bulan Muharam tiba adalah momentum hijrah. Secara bahasa, makna hijrah adalah berpindah atau keluar dari suatu tempat ke tempat yang lain (M. Ali bin Nayif Asy Syahid, Al Mufashshol fi Ahkam Al hijrah hal 14). Secara syar'i makna hijrah menurut Al hafidz Ibnu Hajar adalah meninggalkan segala sesuatu yg telah dilarang oleh Allah SWT (Ibnu Hajar Al Asqalani, Fathul Bari, Juz I hal 26). Sedangkan, Syekh Taqiyuddin An Nabhani dalam kitab Al Syakhshiyah Al Islamiyyah, 2/266 memaknai hijrah menurut pengertian syara adalah keluar dari Darul Kufur menuju Darul Islam.

Kerusakan generasi saat ini bukanlah karakter asli dari kaum Muslim. Karena Allah SWT telah menjadikan umat ini sebagai khairu ummah. Sebagaimana dalam firman-Nya menyatakan bahwa umat Muslim adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. 

Imam Muslim meriwayatkannya pula melalui jalur Al-A'masy, dari Abu Saleh, dari Abu Hurairah yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: “Kita adalah orang-orang yang terakhir, tetapi orang-orang yang pertama di hari kiamat, dan kita adalah orang yang mula-mula masuk surga” (Tafsir Ibnu Katsir terkait QS Ali Imron 110).

Begitu juga dalam QS Al Baqarah ayat 143, "Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu."

Menjadi khairu ummah adalah karakter hakiki dari seorang Muslim. Khairu ummah berarti menjadi generasi pemimpin yang berdaulat dan menjadi generasi yang menguasai dunia dengan identitas kemuslimannya untuk mewujudkan peradaban yang membawa Rahmat bagi seluruh alam semesta. Bukan generasi seperti saat ini, yang berada dalam ketiak penjajah, terjajah dan terintervensi, bergantung dan tereksploitasi, menjadi miskin dan terbelakang.

Maka, hijrah totalitaslah yang dibutuhkan generasi saat ini. Hijrah secara syariah, keluar dari Darul Kufur menuju Darul Islam. Mencampakkan sistem buatan manusia yang hanya mampu menyuntikkan racun sekuel liberalisme ke tubuh generasi, beralih ke sistem aturan dari Sang Pencipta, yakni Islam.

Islam menjadikan generasi hebat yang mampu menggali potensinya untuk mengukir sejarah gemilang. Islam memberi kesempatan bagi pemuda manapun meraih impiannya, mengukir prestasinya, menggali lebih dalam potensinya. Inilah kesempatan yang dicari-cari oleh pemuda manapun. Menciptakan generasi yang mumpuni memberikan kontribusinya bagi umat, membangun peradaban gemilang.

Islam telah mengukir kegemilangannya dengan generasi hebat yang dihasilkannya. Hanya Islam yang menjadikan pemuda 21 tahun, mampu memimpin pasukan menakhlukkan Konstantinopel. Ia dijuluki sebaik-baik pemimpin dalam hadis Rasulullah, bahkan sebelum kemunculannya. Ialah Muhammad Al Fatih. Hanya dengan menggenggam Islam, pemuda rela menanggalkan kemewahan hidupnya. Menjadi duta Islam pertama, mengenalkan Islam kepada suku Aus dan Khajrat, hingga tak ada satupun rumah yang tidak membicarakan Islam dan Muhammad SAW. Ialah Mus'ab bin Umair. Hanya dalam Islam, pemuda belia yang memiliki keutamaan ilmu dan pemahaman telah dipercaya menjadi penasehat Khalifah Umar bin Khattab. Ialah Ibnu Abbas. Hanya dalam Islam, pemuda berusia 18 tahun bisa menjadi salah seorang panglima perang terhebat sepanjang masa. Ialah Usamah bin Zaid. Hanya dalam Islam, pemudi belia menjadi guru bagi para orangtua. Ialah Sayyidah Aisyah ra.

Pemuda-pemuda di atas hanyalah sedikit contoh, bagaimana tidak? Peradaban Islam yang bertahan selama 13 abad, tidak diragukan telah menciptakan generasi-generasi muda yang mumpuni, menjadi penopang tegaknya peradaban. Hanya dapat tercapai ketika mereka menggenggam Islam.

Saat ini, seakan pluralitas menjadi penghalang besar tegaknya Islam. Namun, para musuh Islam melupakan bahwa pluralitas adalah keniscayaan. Keberadaannya telah digambarkan Sang Pemilik Alam Semesta dalam firman-Nya, "Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti." (Al-Hujurat: 13).

Islam telah menutup celah diskriminasi dan perpecahan dalam keragaman. Karena, berbeda itu indah hanya jika diatur dengan Sang Pencipta perbedaan tersebut. Keberadaan pluralitas membutuhkan Islam, karena pluralitas bukanlah masalah ketika hukum Islam hadir. Namun, pluralitas justru menjadi masalah ketika hukum Islam lemah dan ditinggalkan, kemudian sistem hidup lain menggantikan posisi Islam.

Kebenaran ini telah diakui secara historis oleh non-Muslim:

Will Durant dalam The Story of Civilization, "Orang-orang Yahudi, yang ditindas oleh Romawi, membantu kaum Muslim yang datang untuk membebaskan Spanyol. Mereka pun hidup aman, damai, dan bahagia bersama orang Islam di sana hingga abad ke-12 M."

Para pemuda Kristen yang dianugerahi kecerdasan pun mempelajari fikih dan bahasa Arab bukan untuk mengkritik atau meruntuhkannya, tetapi untuk mendalami keindahan gaya bahasanya yang luar biasa. Mereka pun membelanjakan banyak uang mereka untuk memenuhi perpustakaan mereka dengan referensi Islam dan bahasa Arab. (Will Durant, Qishat al-Hadharah, juz XIII/296—297).

"In the Islamic lands, not only Muslims but also Christians and Jews enjoyed a good life” (Jonathan Bloom & Sheila Blair, Islam - A thousand years of faith 
and power, Yale University Press, London, 2002).

“Relations between Muslims and Jews in Umayyad Spain, and the Muslims and the Nestorian Christians in Abbasid Baghdad, were close and easy“(Muhammad al-Tabari, quoted in Albert Hourani, A History of the Arab Peoples, Faber & Faber, London, 2005).

"Perlakuan terhadap warga Kristen oleh Pemerintahan Khilafah Turki Usmani selama kurang lebih dua abad setelah penaklukan Yunani telah memberikan contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya tidak dikenal" (Thomas W. Arnold, The Preaching of Islam - A History of the Propagation of the Muslim Faith).

Tidak ada pilihan lain untuk menyelamatkan generasi dari racun sekuler liberalisme yang merusak generasi dengan hijrah secara syariah. Hijrah yang urgen untuk dilakukan adalah mewujudkan khairu ummah. Meneladani hijrahnya Rasulullah SAW dan para sahabat dari darul kufur (sistem jahiliyah) ke darul Islam (sistem kehidupan Islam), mencampakkan sistem kapitalisme secara total. Tidak hanya hijrah personal tapi komunal hingga ke level negara sebagai institusi pengatur masyarakat dengan berbagai kebijakannya, dengan penerapan syariat Islam secara kaffah di segala lini kehidupan. Hanya dengan berhijrah secara kaffah, dengan tegaknya kepemimpinan Islam, kaum Muslim kembali menduduki posisi sebagai khairu ummah. []

#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpAgainst


Oleh: Dewi Srimurtiningsih
Dosol Uniol 4.0 Diponorogo

Posting Komentar

0 Komentar