Motif Pembunuhan Brigadir Joshua: Haruskah Dirahasiakan?


TintaSiyasi.com -- Ada tersangka tapi motif pembunuhan masih tanda tanya. Inilah uniknya kasus Sambo. Pasca penetapan mantan Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo (FS) sebagai tersangka kasus kematian Brigadir Joshua, masyarakat kepo akan motif di baliknya. Apalagi Menko Polhukam Mahfud MD menyebut motif pembunuhan Brigadir J sensitif dan khusus dewasa.

Berbagai spekulasi terjadi. Dari urusan seksual hingga perjudian. Mahfud mengakui, pengungkapan kasus pembunuhan Brigadir J sulit dan membutuhkan waktu karena adanya kelompok-kelompok di internal Polri. Menurutnya, pengungkapan kasus ini bak menangani orang hamil yang sulit melahirkan sehingga butuh tindakan operasi yang butuh waktu dan kehati-hatian lebih (kompas.com, 11/8/2022).

Sejak awal pengungkapan pembunuhan Brigadir J, kasus ini memang beraroma skenario atau rekayasa. Ketika ada dugaan rekayasa di awal, berakibat munculnya narasi-narasi kebohongan sekaligus upaya cover up dengan merusak barang bukti, menghilangkan jejak, menghapus rekaman, dan lain-lain. Kasus rendahan yang melibatkan pangkat tinggi ternyata tidak membuat perkara mudah. Justru berbelit, rumit, dan boleh jadi penuh intrik. Terdidik dalam sistem kapitalistik liberal, tindakan curang ala pecundang ini seakan menjadi keniscayaan.

Urgensi Mengungkap Motif Tindak Pidana

Motif adalah hal yang mendorong atau alasan seseorang untuk melakukan suatu perbuatan. Motif dalam kaitannya dengan kejahatan berarti dorongan yang terdapat dalam sikap batin pelaku untuk melakukan kejahatan. 

Motif suatu perbuatan tindak pidana itu penting diungkap karena pertama, bagi aparat penegak hukum untuk menilai tingkat kesengajaan dan ada tidaknya perencanaan dalam melakukan tindak pidana, misalnya pada kasus pembunuhan ini. Kedua, agar masyarakat tahu sehingga tidak terjadi opini dan spekulasi liar mengenai kasus tersebut. 

Pada pembunuhan biasa (doodslag), perbuatan itu dilakukan seketika pada waktu timbul niat. Sedangkan pada pembunuhan berencana (moord), ketika timbul niat, tidak langsung dilaksanakan seketika itu tetapi ada waktu untuk berpikir dengan cara bagaimana pembunuhan itu dilakukan. 

Dalam doktrin disimpulkan bahwa waktu ini tidak boleh terlalu sempit, tetapi juga tidak perlu terlalu lama. Yang penting adalah terdapat waktu bagi pelaku untuk memikirkan dengan tenang bagaimana cara pembunuhan itu dilakukan. Bahkan ada waktu untuk membatalkan niatnya.

Terkait pembunuhan Brigadir J, jika melihat tersangka yang lain, diduga kuat motif FS sebagai pelaku pembunuhan adalah kesengajaan yang direncanakan. Bukan tiba-tiba muncul niat untuk membunuh karena alasan yang tiba-tiba. Selain FS, Tim Penyidik Tim Khusus Bareskrim Polri juga menetapkan tiga orang tersangka lainnya.

Adapun jenis ancaman hukumannya tergantung motif pelaku pembunuhan. Atas perbuatan yang disangkakan, keempat orang itu terancam jerat Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, subsider Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, juncto Pasal 55 ayat (1) KUHP tentang turut serta, dan Pasal 56 KUJP tentang membantu tindak pidana.  

Bila terbukti melakukan pembunuhan, para tersangka bisa kena hukuman pidana maksimal 15 tahun penjara. Tapi jika terbukti melakukan pembunuhan berencana, pelaku bisa kena hukuman mati, penjara seumur hidup, atau paling lama 20 tahun penjara (suarasurabaya.com, 10/8/2022). 

Oleh karena itu, motif pembunuhan Brigadir J harus diungkap agar kasusnya terang-benderang. Sehingga publik tak terus-menerus berspekulasi, pun hukuman yang ditimpakan bisa sesuai dengan beratnya kejahatan.  

Dugaan Mabes (Mafia Besar) di Balik Kasus Sambo

Sejak awal perkara terungkap, motif pembunuhan Brigadir J terkesan dirahasiakan. Bahkan Polri menegaskan tak akan mengungkap motif pembunuhan tersebut ke publik. Alasannya pertama, Polri harus menjaga perasaan dua pihak, baik dari pihak Brigadir J maupun Irjen FS. Kedua, kasus kematian Brigadir J merupakan kasus sensitif, sehingga akan timbul silang pendapat jika motif pembunuhan menjadi konsumsi publik. Ketiga, motif pembunuhan yang dilakukan FS merupakan materi penyidikan yang akan diuji di persidangan (detik.com, 11/8/2022).

Pengamat Kebijakan Publik, Achmad Nur Hidayat menilai, tindakan kepolisian tersebut aneh dan tidak fair, tidak menggunakan asas equality before the law. Ia mempertanyakan, apakah jika pelaku pembunuhan Brigadir J dari kalangan masyarakat sipil atau polisi bukan perwira tinggi, polisi akan melakukan seperti ini. Ini tebang pilih dan terkesan ada hal yang ditakuti karena pengungkapan motif tersebut (langit7.id, 12/8/2022).

Benarkah ada hal yang ditakutkan akan terbongkar di balik terungkapnya motif pembunuhan Brigadir J? Pengacara Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, membeberkan motif penembakan terkait bisnis gelap di ranah kepolisian yaitu judi dan tata kelola sabu-sabu. Selain itu, dendam FS karena Brigadir J disebut memberi tahu istri FS bahwa suaminya menemui perempuan lain (medcom.id, 10/8/2022). 

Seirama, Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso, mengungkapkan lima motif di balik kasus Sambo. Empat hal terkait masalah seksual, satu lainnya terkait perjudian. Menurutnya, masalah seksual dan wanita merupakan persoalan yang kerap terjadi di Polri. Adapun praktik perlindungan judi, narkoba, pengiriman uang besar hingga ratusan miliar inilah yang diduga informasinya akan dibuka oleh Brigadir J (democrazy.id, 11/8/2022).

Jika pernyataan mereka benar, dapat ditafsirkan ada geng yang berusaha melindungi pelaku pembunuhan Brigadir J di tubuh Mabes Polri. Bahkan bisa saja suatu kelompok yang oleh IPW disebut ‘geng penjahat’ (mafia) dan mafianya juga bisa besar. Dan karakteristik mafia ini ada pada penanganan kasus pembunuhan Brigadir J seperti disinyalir oleh Soleman Ponto, Mantan KaBAIS, yang menyebutnya Mafioso. Benarkah ada Mafia Besar (Mabes) dalam Mabes Polri?   

Berdasar Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, bangsa ini telah memproklamirkan sebagai negara hukum. Sebenarnya hukum itu hadir untuk membatasi kekuasaan yang cenderung absolut. Ketika kekuasaan yang dahulu diatur hukum kemudian berbalik menjadikan hukum sebagai alat melanggengkan kekuasaan, maka kekuasaan itu sudah mengendalikan hukum. 

Kekuasaan itu bisa berisi politik (jabatan-jabatan strategis) dan ekonomi (pengusaha) yang dikendalikan oleh segelintir orang (oligark). Dalam bahasa kasarnya sebenarnya juga tidak lebih dari mafia (geng penjahat). Mafia ini bisa terdiri dari penguasa dan pengusaha (peng-peng) dan penegak hukum jahat (criminals in uniform/CIU). 

Ketika oligark peng-peng dan CIU mengendalikan negeri, sebenarnya kita tak lagi berada di sistem demokrasi, melainkan menurut Ian Dallas berada di sistem okhlokrasi. Akhirnya, penyelenggaraan dan penegakan hukum dalam masyarakat pun akan dikendalikan oleh peng-peng jahat dan CIU. 

Bukan oleh negara benevolen yang bertugas mengurusi/meriayah, menyejahterakan rakyat, dan menegakkan hukum berbasis kebenaran dan keadilan. Yang terjadi sebaliknya: negara dikalahkan oleh mafia besar peng-peng dan CIU. Apakah Anda akan membiarkan negara kalah dengan Mabes (peng-peng dan CIU)? 

Strategi Ungkap Tindak Pidana untuk Mencegah Motif Serupa Terjadi

Agar motif tindak pidana serupa tidak terjadi, ada beberapa strategi yang bisa dilakukan yaitu: 

Pertama, kunci masalah ini adalah konsistensi Kapolri terhadap slogan Presisi yang diusungnya yakni: prediktif, responsibilitas, transparasi, yang berkeadilan. Hal ini mestinya mendorong Polri membuat pelayanan lebih terintegrasi, modern, mudah, dan cepat. 

Untuk itu, penanganan kasus pembunuhan Brigadir J menjadi batu uji bagi Kapolri terkait kualitas tugas Polri khususnya dalam penegakan hukum kemarin, saat ini, dan masa depan. Busuk penanganan kasus ini berarti cermin penegakan hukum selama ini oleh Polri juga busuk, tidak profesional, dan penuh rekayasa. 

Kedua, dalam perspektif sistem hukum ada aturan hukum (legal substance), petugas dan kelembagaan (legal structure), dan kultur hukum (legal culture). Di era sekarang yang paling urgen adalah pembenahan petugas dan kelembagaannya. 

Segala upaya Kapolri harus diarahkan demi penyelamatan institusi Polri, bersihkan Polri dari CIU atau bandit-bandit berseragam. Apakah Satgassus termasuk CIU? Hal ini perlu investigasi menyeluruh. Jika terbukti, Satgassus harus dibubarkan! Jadi, reformasi Polri sangat mendesak dan ini menjadi tanggung jawab presiden karena Polri berada di bawahnya langsung. 

Ketiga, Komisi III DPR RI sebagai mitra polisi harus segera beraksi membantu kasus nasional ini menjadi terang, dengan memanggil para pihak yang terkait langsung, khususnya Kapolri. Rakyat sudah resah, gerah, hampir menyerah dengan keadaan seperti ini, tetapi para wakil rakyat di DPR RI yang membidangi hukum terkesan bungkam alias bisu. 

Tidak tahu atau pura-pura tidak tahu? Ini sudah hampir sebulan, tapi DPR RI belum juga memanggil Kapolri. Yang lantang di Komisi III biasanya Arteria Dahlan, ke mana Arteria Dahlan? 

Keempat, rakyat, LSM, dan lain-lain, harus memantau jalannya penyelesaian perkara ini hingga menjadi terang, tidak penuh rekayasa, serta siapa pun yang salah harus diadili dan dihukum bukan untuk dilindungi. Speak up secara bertanggung jawab, bicara dengan data, bukan hoaks. 

Kelima, terkait polisi yang terbukti mencuri rekaman CCTV. Menurut Kamaruddin, seharusnya mereka dipidana dan ditetapkan jadi tersangka. 

Jadi benar perkataan Kapolri, ada dugaan kuat polisi yang menghilangkan merusak dan mencuri barang bukti seharusnya diberhentikan menjadi Polri, dijadikan tersangka Pasal 221 KUHP, Pasal 55, dan Pasal 56 terkait penyertaan atau perbantuan dalam melakukan tindak pidana. Termasuk FS, bila terbukti turut mengambil, merusak, dan menghilangkan barang bukti, harus segera ditetapkan sebagai tersangka yang terlibat sebagai pelaku kejahatan.

Demikian strategi mengungkap tindak pidana untuk mencegah motif serupa terjadi.


Oleh: Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. (Pakar Hukum dan Masyarakat) dan Puspita Satyawati (Analis Politik dan Media)

Posting Komentar

0 Komentar