Enam Strong Why agar Istiqamah Menulis


TintaSiyasi.com -- Direktur Siyasah Institute Ustaz Iwan Januar menerangkan bahwa harus ada 'strong why' (alasan kuat) agar penulis dapat istiqamah menulis

"Kita harus punya 'strong why' atau alasan kuat untuk menulis," tutur Ustaz Iwan, sapaan akrabnya, di TintaSiyasi Channel yang bertajuk Bedah Buku Tips Taktis Menulis dari Sang Jurnalis Jilid I: Teknik Menulis Opini, Selasa (16/08/2022).

Ia mengatakan, kalau menulis untuk sekadar senang-senang saja pasti lemah. Pertama, dorongan yang paling kuat 'strong why' adalah untuk kepentingan dakwah,” sebutnya.

"Dakwah ini kan macam-macam. Pertama, bisa sifatnya mengoreksi satu pandangan yang keliru dan salah di tengah-tengah masyarakat. Apakah itu dari budaya, ekonomi, kebijakan politik, dan kebijakan sosial. Kedua, dakwah itu memberikan inspirasi tentang satu hal, apakah kisah sahabat, Nabi, atau ulama. Ketiga, dakwah juga bisa menyampaikan dan menjelaskan hukum," katanya

Kedua, adanya keinginan penulis untuk bisa memberikan manfaat kepada orang lain. "Karena kita yang mendapatkan pahala, tadi ditulis di buku Om Joy ada beberapa motivasi ruhiyah yang menulis dan itu menjadi amal jariyah kita. Kalau orang membaca tulisan kita, kemudian dia share kepada orang lain, di grup-grup, kan Masya Allah, itu amal jariah yang luar biasa," paparnya

Ia menegaskan kembali bahwa ilmu yang telah ditulis lalu dibaca orang lalu bisa memberikan manfaat, maka hal tersebut tidak terhitung pahalanya.

Ketiga, ikhlas dan menulis tidak untuk mencari popularitas. "Ingin supaya tulisan kita viral. Viral atau tidak itu bukan urusan kita, itu urusan Allah taala. Yang penting kita menulis dan menulis. Latihan menulisnya diperbanyak," tegasnya.

Ustaz Iwan, yang juga seorang penulis, menerangkan bahwa sekarang sarana untuk menulis sangat banyak dibandingkan zaman dia. "Dulu ya, kalau zaman saya, sarana menulis yang murah-murah bahkan gratis ya di mading sekolah, di mading kampus, tetapi yang membaca tidak banyak. Kalau sekarang ada media sosial," terangnya.

Dengan adanya media sosial, ia melanjutkan, bisa menjadi satu terobosan dan kemudian membuka kunci yang dipegang oleh media massa mainstream bahwa mereka yang menguasai opini (penjaga informasi), tetapi dengan media sosial juga bisa dibantah.

"Di luar negeri bukan cuma di Indonesia, orang sudah beralih tingkat kepercayaannya itu bukan kepada media massa mainstream, tetapi kepada media sosial, terutama bila yang yang memiliki akunnya itu orang-orang yang terpercaya. Apakah dia seorang peneliti, aktivis sosial, apalagi seorang dai, itu lebih dipercaya ketimbang media massa mainstream," bebernya.

Ia menekankan bahwa publik saat ini sudah mulai melihat bahwa media massa mainstream pasti ada pemilik modal yang ternyata bisa memainkan isu.

"Nah, kalau sekarang teman-teman bisa, karena kanal itu banyak, kita bisa punya Twitter, Facebook, Instagram, atau bisa bikin blog sendiri. Kita bisa tulis, share link-nya. Masya Allah. Jadi  saat ini sarana untuk menulis itu sangat banyak, yang paling minimal kita bagi statuslah sehari itu bisa tiga atau empat kali di akun medsos," sarannya.

Menurutnya, dengan demikian semangat penulis untuk tetap bisa menulis akan terus berjalan dan tidak berhenti walaupun cuma membuat status yang mungkin hanya sekian karakter, tetapi rutin dijalankan.

"Keempat, adalah harus banyak membaca. Ini persoalan yang sangat krusial. Tidak mungkin bisa menulis kalau tidak membaca. Tidak mungkin bisa terus menulis, kalau kebanyakan nonton. Termasuk nonton tayangan-tayangan dialog segala macam itu kurang merangsang orang untuk menulis, tidak menjadi stimulan yang kuat, tetapi kalau membaca itu menjadi stimulan kuat," sarannya

Kelima, penulis harus senantiasa memiliki teman-teman komunitas yang menjadi stimulan kita untuk menulis.

"Keenam, jangan lupa banyak berdoa agar kita senantiasa dibimbing dan dituntun (Allah) bisa menulis sesuatu yang benar dan optimal," pungkasnya.[] Nabila Zidane

 

Posting Komentar

0 Komentar