TintaSiyasi.com -- Menyikapi fenomena Citayam Fashion Week (CFW), Influencer Dakwah Aab El Karimi menyatakan bahwa bahaya yang ditakutkan dari fenomena tersebut adalah anak-anak muda teracuni budaya konsumtif.
“Fenomena yang ditakutkan ini
terkait dengan fashion. Fashion itu terkait dengan budaya
konsumtif. Nah, ini yang cukup berbahaya ketika kemudian anak-anak muda
teracuni budaya konsumtif dan kemudian adu gaya. Tetapi (mereka) di bawah umur,
sehingga ini yang saya khawatirkan kalau lihat dari anak-anak kecil ini,” ungkapnya
dalam dalam Diskusi Media Umat: Hijrah vs Hedon di Youtube Media Umat,
Sabtu (31/07/2022).
Ia menambahkan, CFW yang di mulai sekitar April,
awalnya adalah konten-konten yang sifatnya wawancara kepada
anak-anak.
“Itu wawancara bocil (bocah cilik). Makanya ketika April itu belum ada keyword Citayam jadi model marketing
online offline. Ternyata memang
di fenomena sosial juga seperti itu. Jadi ada tren di konten Tik Tok yang jadi ngehit di fenomena dunia
nyata. Nah, kalau lihat dalam scupe sosial media
kurang lebih seperti itu,” imbuhnya
Aab, sapaan
akrabnya, menjelaskan bahwa ada fenomena lanjutan CFW yang
berasal dari para penunggang yang memiliki motif kepentingan.
“Ini ada fenomena lanjutan, bukan
ketika kelahirannya. Ketika terjadi kerumunan biasanya penunggang-penunggang inilah yang
kemudian punya motif kepentingan. Terkait dengan fashion ketika bicara tentang
fashion itu, mereka sama-sama punya irisan. Ya, mereka menunggangi di situ. Nah, jadinya ya dibilang udah enggak
terkontrol,” jelasnya.
Kalau bicaranya anak-anak dan juga
tren, ia melanjutkan, terlihat enggak hampir sama ketika anak-anak seumuran
segitu bicara tentang om telolet om. “Juga Odading
Mang Oleh itu. Itu kan itu
terjadi kenaikan terus, kemudian ada Bonge. Itu udah mulai
meredup, kemudian tiba-tiba ada Sandiaga Uno yang menawarkan beasiswa.
Kalau sekiranya si Bonge itu menerima beasiswa kan udah mulai meredup tuh, tetapi dia nolak,
ya dibicarain lagi itu,” ulasnya.
Ia menambahkan, yang mendapatkan
keuntungan dari CFW bukan pelakunya, tetapi pihak
yang membuat tren.
“Ada kerumunan itu yang bisa
berkembang itu bisnisnya, endorsement. Saya kemarin ke daerah situ, Taman Dukuh
Atas, banyak fenomena endorsement di situ. Kalau meminjam apa yang dibicarain oleh Prof. Renaldi, misalkan industri fashion itu tumbuh dan bisa
menciptakan keuntungan-keuntungan. Cuma
keuntungan itu tidak di dapat oleh pelaku, tetapi oleh yang membuat tren, yang melihat peluang itu dan
memanfaatkannya,” pungkasnya.[] Sri Purwanti
0 Komentar