Parah! Abu Janda Diduga Sebar Hoaks Video Anies soal ACT


TintaSiyasi.com -- SINDOnews.com tanggal 7 Juli 2022 mengabarkan bahwa Pegiat media sosial Permadi Arya lagi-lagi jadi sorotan. Dia mengunggah video hoaks tentang Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan terkait Aksi Cepat Tanggap (ACT). Melalui Instagram, pria yang juga dikenal sebagai Abu Janda itu mengunggah potongan ucapan Gubernur Anies. Namun, suara dalam video diduga keras telah diedit sehingga tak sesuai aslinya. 

Abu janda lagi, lagi-lagi Abu Janda, orang bilang: tak ada matinye. Siapa yang tak kenal Abu Janda alias Permadi Arya? Semula saya agak kurang mengenal juga dengan namanya, Abu Janda. Siapa gerangan dia? Setelah melihat di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) TV One saat itu "berhadapan" dengan Ustaz Felix Siaw membahas perihal bendera tauhid barulah saya mulai mengenalnya. 

Ada yang menyebut sebagai pegiat medsos, influencer mungkin juga ada yang menamainya buzzer. Saya turut mengamati sepak terjangnya yang acapkali dapat dinilai kontroversial bagi sebagian kalangan umat Islam, bahkan patut diduga ucapannya sebagai bentuk penistaan terhadap agama dan atau ada unsur ujaran kebencian. 

Saya telah membaca narasi pidato Anies yang asli dan narasi yang diunggah oleh Abu Janda ini. Saya simpulkan unggahannya itu hoaks. Cuma saya tidak tahu, oleh beberapa pihak mungkin itu dianggap hoaks yang membangun. Artinya membangun sentimen kebencian kepada Anies. 

Intinya, pegiat media sosial Permadi Arya atau Abu Janda telah mengunggah video pidato Anies Baswedan, namun video yang diunggahnya itu jelas-jelas diedit, sehingga seolah-olah sang Gubernur Ibu Kota bicara bahwa kerja-kerja ACT hanyalah demi keuntungan semata. Ini patut diduga telah melakukan perbuatan menyebarkan informasi bohong dan pencemaran nama baik terhadap pejabat negara, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. 

Belakangan hastag #TangkapAbuJanda menjadi trending. Menurut saya Abu Janda layak ditangkap 
karena sudah ada dugaan kuat telah menyebarkan berita hoaks dan menimbulkan keonaran setidaknya di dunia maya. Karena hoaks, maka sebenarnya Anies bisa melaporkannya ke APH dgn tuduhan pencemaran nama baik (Pasal 310 KUHP dan UU ITE dan juga Pasal 14 dan 15 UU No. 1 Tahun 1946). Bahkan, kalau dijerat dengan Pasal 14 dan 15 UU No. 1 Tahun 1946, polisi dapat langsung bergerak memprosesnya tanpa menunggu aduan dari pihak masyarakat. Ini delik biasa, bukan delik aduan. 

Pasal 27 ayat (3) UU ITE menyebutkan bahwa: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik." Sementara Pasal 45 ayat (1) UU ITE menyebutkan bahwa “Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1),  ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”. 

Sebenarnya, bukan kali ini saja Abu Janda diduga kuat telah melakukan perbuatan pidana pencemaran nama baik dan penistaan agama. Dengan rekam jejak kasusnya selama ini yang sebagian orang sudah hopeless karena dari sekian banyak kasus tidak ada yang berujung pada proses hukum yang serius. 

Alkisah, Abu Janda pernah dilaporkan ke polisi sebanyak 6 kali, termasuk yang 2 yang terakhir ini soal rasisme terhadap mantan anggota Komnas HAM Natalius Pigai dan Islam sebagai agama arogan. Berikut keenam laporan polisi tersebut: 

Pertama, penghinaan bendera tauhid. Laporan tersebut tercatat dengan nomor LP TBL/6215/XI/2018/PMJ/Dit.Reskrimsus tertanggal 14 November 2018. 

Kedua, dilaporkan Ustad Maaher At Thuwalibi atas dugaan pencemaran nama baik. Laporan tersebut teregister dengan nomor LP/B/1010/XI/2019/BARESKRIM. 

Ketiga, menghina agama Islam. Laporan tertanggal 10 Desember 2019 dengan nomor laporan polisi STTL/572/XII/2019/BARESKRIM.  

Keempat, dilaporkan Sultan Pontianak karena menghina Sultan Hamid II. Laporanya teregister dengan nomor STTp/351/VII/2020 tanggal 9 Juli 2020. 

Kelima, ucapan rasis pada kasus Natalius Pigai. Laporan pun telah diterima dengan nomor STTL/30/I/2021/Bareskrim tertanggal 28 Januari 2021.  

Keenam, KNPI melaporkan Abu Janda ke Bareskrim Polri pada Jumat (29/1) terkait unggahan status Islam arogan dari Arab. Laporan bernomor LP/B/0056/I/2021/Bareskrim tanggal 29 Januari 2021. 

Namun, dari sekian kasus yang laporkan, hingga kini polisi belum juga memprosesnya sesuai dengan pentahapan SPP. What happen? 

Haruskah terus menerus dinaikkan suatu taggar agar sebuah kasus hukum cepat direspons oleh APH? Tapi harus diakui, kekuatan netizen di medsos ternyata harus diperhitungkan oleh para penguasa di rezim ini. Mengabaikannya, sama saja government suicide, bunuh diri pemerintahan di dunia nyata. 

Saya rasa aparat penegak hukum harus lebih serius dalam menghadapi orang seperti Abu Janda ini. Memang terkesan Abu Janda ini untouchable people jika berhadapan dengan hukum. Dibutuhkan APH yang progresif untuk memprosesnya secara serius supaya prinsip equality before the law dalam penegakan hukum di negeri ini dapat diterapkan, bukan hanya mitos yang kebohongannya dapat dibuktikan setiap hari. 

Abu Janda seharusnya diberikan pelajaran dengan proses hukum yang serius supaya tidak berulang kali melakukan perbuatan yang patut diduga melanggar hukum. Buktikan bahwa di negeri ini tidak ada warga negara yang terkesan untouchable people dan punya imunitas hukum. 

Kita harus berani menghadapkan antara yang hoaks versus yang bener. Pidato Anies tentang ACT adalah benar meskipun makin ke mari haters/buzzers makin tak tahu malu "mempersekusi" Anies. Yang terpenting bagi kita adalah menggugurkan kewajiban membela yang benar. Anies wajib kita bela karena berada di posisi yang benar. Bukankah begitu penalaran sehatnya? 

Tabik..!!
Semarang, Jumat: 8 Juli 2022


Oleh: Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum.
Pakar Hukum dan Masyarakat 

Posting Komentar

0 Komentar