Stigmatisasi Ajaran Islam demi Langgengkan Kekuasaan


TintaSiyasi.com -- Akhir-akhir ini masyarakat dihebohkan kembali dengan mencuatnya kata khilafah yang dikaitkan dengan konvoi Khilafatul Muslimin. Praduga bahwa khilafah dijadikan sebagai ideologi pengganti Pancasila dianggap aparat kepolisian sebagai tindakan makar.

Khilafah dituduh sebagai ideologi tandingan dari Pancasila, yang dianggap sudah final menjadi dasar negara dari negeri mayoritas muslim ini. Konvoi motor dengan mengusung panji Khilafah tersebut serentak dilakukan di sejumlah kota, seperti Cawang (Jakarta Timur), Surabaya, Karawang, Cimahi, dan Brebes (Solopos.com, 9/6/22). Sehingga berakibat pemberangusan ormas dan sejumlah petinggi organisasi yang berseragam hijau itu.

Menurut Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirkrimum) Polda Metro Jaya, Kombes Hengki Haryadi, konvoi yang dilakukan 29 Mei 2022 kemarin, telah menimbulkan keresahan masyarakat. Selain hal tersebut, Polda Metro Jaya menetapkan Abdul Qadir Hasan Baraja selaku pimpinan Khilafatul Muslimin, dinyatakan bersalah atas tuduhan memimpin organisasi yang anti-Pancasila dan menyebar hoaks. Menyusul sejumlah petingginya pun juga ditangkap (Sindo.news, 16/6/22).

Tercatat polisi menetapkan 3 orang tersangka usai pelaksanaan konvoi di Brebes, Jawa Tengah, dan 2 orang lainnya di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Polisi menilai bahwa organisasi ini telah melanggar pasal 107 KUHP tentang makar, dengan menawarkan ideologi Khilafah yang bertentangan dengan Pancasila. Hal ini semakin memperberat alasan untuk memberangus organisasi yang berpusat di Lampung ini (Kompas.com, 13 Juni 2022).

Adanya tuduhan bahwa khilafah sebagai ideologi yang bertentangan dengan Pancasila, dan dinyatakan sebagai ideologi terlarang, patut dicermati setiap Muslim. Jika ditelusuri memang sudah tidak asing kata khilafah dan ideologi. Keduanya sering disandingkan dan dipertentangkan dengan Pancasila. Sehingga patut sebagai seorang Muslim untuk memahami definisi ideologi dan khilafah itu sendiri, agar tidak salah penyikapan menghadapi peristiwa ini. 

Kondisi negeri yang sudah 77 tahun merdeka dari penjajahan fisik dan menganut ideologi Pancasila memang agak aneh rasanya. Di satu sisi mengaku Pancasila sebagai pemikiran mendasar, namun ternyata setiap sendi kehidupan bernegara dan masyarakat menggunakan ideologi kapitalisme, bukan Pancasila. Hal ini sesuai dengan definisi dan asas dari ideologi sendiri, yang berbeda dengan Pancasila.

Ideologi Dunia dan Asasnya

Definisi ideologi memang beragam. Ada yang versi KBBI berupa, kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup. Sedangkan menurut Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, ideologi atau mabda adalah pemikiran mendasar yang memancarkan aturan kehidupan. Maka dari definisi di atas, hanya ada 3 ideologi dunia, yaitu :

Pertama, Islam, pemikiran mendasarnya bersumber dari wahyu Allah SWT. berupa akidah Islam yang memancarkan aturan kehidupan yang lengkap dan sempurna bagi umat manusia. Baik masalah ibadah, akhlak, makanan-minuman, pakaian, muamalah (politik, ekonomi, sosial-budaya). Asas dari ideologi Islam adalah halal-haram dari Allah SWT. bukan dari manusia.

Kedua, kapitalisme, pemikiran mendasarnya berasal dari pemikiran manusia yang mengambil jalan tengah dari perseteruan konflik antara kaum agamawan dan ilmuwan. Sehingga diambil asas sekulerisme, pemisahan agama dari kehidupan. Penganut ideologi ini hanya mengambil aturan agama ketika dalam urusan ibadah saja, sementara untuk urusan non-ibadah mereka membuat aturan sendiri berdasar manfaat/keuntungan manusia.

Ketiga, komunisme/sosialisme, pemikiran mendasarnya berasal dari pemikiran yang mengagungkan materi, dan tidak mengakui keberadaan Tuhan sebagai Pencipta kehidupan. Mereka berpendapat bahwa dunia dan isinya terwujud karena perputaran materi mengikuti hukum alam. 

Akibatnya penganut ideologi ini, menjalani kehidupan berdasar aturan yang dibuat oleh manusia yang mengagungkan materi semata. Hidup untuk mencari materi sebanyak-banyaknya, karena nanti ketika manusia mati juga akan kembali menjadi materi (tanah).

Sehingga tudingan khilafah sebagai ideologi itu adalah tidak tepat, karena yang menjadi ideologi adalah Islam. Sementara Khilafah termasuk bagian dari ajaran Islam seperti halnya shalat, puasa, zakat dan haji. Hanya yang membedakan khilafah adalah termasuk urusan sistem pemerintahan bukan ibadah ritual. 

Keberadaan Pancasila pun bukanlah ideologi. Menurut mantan Menag Tarmizi Taher, Pancasila hanya berupa falsafah bangsa yang boleh diambil maupun tidak. Apalagi beberapa waktu lalu, ada wacana untuk merubah Pancasila menjadi Trisila maupun Ekasila (Al-Waie, Juni 2022). Sehingga narasi Pancasila sebagai ideologi yang final bagi negeri ini hanya alasan yang dibuat-buat belaka.

Makna Khilafah Sesuai Teladan Rasulullah SAW

Khilafah merupakan siatem kepemimpinan umum berdasar syariat Islam Kaffah, dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Bukan berbentuk republik, kerajaan, atau federasi. Adapun hukum menegakkan Khilafah adalah wajib. Hal ini berdasar Al-Qur'an, As-Sunnah, dan Ijmak Sahabat. 

Adanya perintah dan larangan serta hukum-hukum dalam Al-Qur'an menjadi keharusan yang diamalkan secara menyeluruh tanpa pilih-pilih. Hal ini seperti tertuang dalam Firman Allah QS. Al-Baqarah : 208, yang artinya :
"Wahai orang-orang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara kaffah/menyeluruh, janganlah ikuti langkah-langkah syaitan..Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu."

Semestinya kewajiban puasa Ramadhan (QS.Al-Baqarah:183) dilaksanakan sebagaimana Allah memerintahkan kewajiban berperang/jihad dalam QS. Al-Baqarah: 216, qishas (hukum balas bunuh bagi pembunuh) yang tercantum dalam QS.Al-Baqarah:178., sanksi jilid bagi pelaku zina (QS.An-Nur :2) hukum potong tangan bagi pencuri yang memenuhi syarat potong tangan (QS.Al-Maidah : 38) dan lain-lain hukum/sanksi yang hanya bisa dilaksanakan dalam negara Islam/Khilafah.

Sehingga dengan pemahaman tersebut, Khilafah adalah sebuah institusi negara yang mempunyai kekuasaan menerapkan hukum syarak. Pemimpin khilafah disebut khalifah. Makna Khalifah adalah yang mengganti, sebagaimana pengangkatan sahabat Abu Bakar Shidiq sebagai Khalifah pertama sepeninggal wafatnya Rasulullah SAW. Bukan mengganti sebagai Nabi/Rasul, melainkan sebagai pemimpin negara Khilafah.

Apabila saat ini ada ormas Khilafatul Muslimin yang memaknai khilafah hanya sebatas organisasi yang menginduk kepada satu negara dan membaiat khalifah untuk sekedar menunaikan kewajiban, maka hal ini bertentangan dengan apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Sebagai Muslim yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya, semestinya melakukan berdasar aturan syarak, bukan akal/hawa nafsu manusia.

Ketakutan Kapitalisme Terhadap Kebangkitan Islam

Adanya narasi negatif tentang ajaran Islam, memang sudah tidak aneh. Hal ini sering dilakukan oleh musuh-musuh Islam untuk melanggengkan kekuasaannya. Para antek kapitalis, mereka tidak rela kekuasaan dunia yang dipimpin saat ini beralih kepada kepemimpinan Islam. Mereka sadar hanya dengan mengembalikan Islam sebagai ideologi, yang akan mampu menumbangkan ideologi kapitalisme, sekaligus negara adidaya Amerika.

Ketika melihat gelagat/benih-benih kebangkitan kaum muslimin dengan dakwah Islam kaffah, mereka pun gerah dan ingin memadamkan cahaya kebenaran tersebut. Dimulai dengan narasi 'war of terorism' oleh AS dengan pengeboman gedung kembar WTC, di tahun 2001. Berlanjut hingga sekarang dengan framing-framing negatif terhadap ajaran Islam, seperti jihad, jilbab, dan puncaknya khilafah.

Sehingga umat Islam tidak boleh terpedaya dengan makar para musuh Islam. Justru semua lapisan kaum muslim, baik tua-muda, intelektual-awam, kaya-miskin, meningkatkan kesadaran dalam memahami ajaran Islam Kaffah. Agar mampu melawan narasi sesat yang dilontarkan mereka untuk menghambat laju kebangkitan Islam. 

Sebagaimana firman Allah SWT. QS. Ali Imran : 54
“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya”


Wallahu'alaam bishawwab


Oleh: drg. Nita Savitri
Praktisi Kesehatan

Posting Komentar

0 Komentar