Perkataan Sopan dan Lembut pada Orang Tua

TintaSiyasi.com -- Anakku, pernahkah membaca ayat ini?

۞ وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا

Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik” (QS Al-Isra [17]: 23).

Dalam ayat tersebut, Allah SWT memperingatkan kita dua perkara; pertama, janganlah berkata uff (اُفٍّ) pada kedua orang tua. Apa itu uff? Menurut ulama, kata uff dalam bahasa Arab itu menunjukkan sesuatu yang kecil seperti potongan kuku, kotoran telinga, ranting, atau kerikil.

Uff dari kata al-Afaf [الأَفف] yang artinya sedikit, sehingga kata uff artinya meremehkan, menganggap kecil. Ini pendapat al-Anbari.

Seorang alim bernama as-Sa’di dalam tafsirnya mengatakan, “Ini adalah bentuk menyakiti orang tua yang paling ringan, hal ini diingatkan dari bentuk menyakiti lainnya. Maknanya adalah jangan sakiti keduanya walaupun itu dianggap ringan.”

Kedua, dalam ayat tadi, Allah Ta’ala melarang kita sebagai anak membentak kedua orang tua seperti meninggikan suara, mengeluarkan perkataan yang tidak pantas seperti celaan atau menyebut namanya, atau memandang marah pada mereka.

Sebaliknya, kita diperintahkan berkata dengan perkataan yang baik (qawlan kariman). Imam al-Qurthubiy menafsirkan qawlan kariman dengan perkataan yang halus/lembut (qawlan lathifan). Ibnu al-Badah al-Tajibiy pernah bertanya pada Imam Sa’id bin Musayyab rahimahullah; “Segala hal yang ada di dalam Al-Qur’an berupa (perintah) berbakti pada kedua orang tua telah kuketahui, kecuali ayat, ‘dan berkatalah pada keduanya dengan perkataan yang mulia (qawlan kariman)’, apakah maksud perkataan yang mulia itu?” Imam S’aid bin Musayyab ra. menjawab, “Seperti perkataan seorang budak/sahaya yang berbuat salah pada majikannya yang kasar/kejam.”

Bisakah kamu bayangkan, seperti apa perkataan seorang budak/sahaya yang telah berbuat salah pada majikannya, sedangkan ia tahu majikannya sosok yang kejam. Pastilah sang budak akan merendahkan suaranya, menjaga perkataannya agar ia tidak diberikan hukuman, serta memuliakan sang majikan. Begitulah kira-kira semestinya seorang anak bertutur kata pada kedua orang tua.

Mengapa Allah sampai memerintahkan kita, sebagai anak, hati-hati saat bicara pada ayah dan ibu? Pertama, karena perintah Allah SWT yang berhak menentukan siapa di antara manusia yang pantas dimuliakan oleh manusia lain. Ketika Allah meletakkan seseorang dalam kemuliaan, itu adalah benar. Karenanya, untuk setiap anak, tidak ada sosok yang pantas amat dimuliakan kecuali kedua orang tuanya, terutama ibunya, karena Allah telah memerintahkan manusia untuk memuliakan kedua orang tuanya. Ayah dan ibu adalah sosok yang bersusah payah membesarkan setiap anak, melindungi dan mendoakan anak-anak mereka agar selamat dunia dan akhirat.

Kedua, Nabi SAW menyebutkan bila keridhaan Allah untuk anak terletak bukan pada kawan, atau pada atasan, atau manusia lain, tapi ada pada kedua orang tua. Sabda Nabi,

رِضَا اَللَّهِ فِي رِضَا اَلْوَالِدَيْنِ, وَسَخَطُ اَللَّهِ فِي سَخَطِ اَلْوَالِدَيْنِ

Keridhaan Allah tergantung pada rida orang tua dan murka Allah tergantung pada murka orang tua” (HR Tirmidzi)

Manusia yang ingin berhasil harus membahagiakan kedua orang tuanya, memuliakan mereka, bertutur kata yang lembut dan santun, serta merawat mereka di saat lanjut. Ketika keduanya rida pada sang anak, seketika ridh9a Allah akan turun padanya dan mengantarkannya pada kebahagiaan dunia-akhirat.

Seringkali anak mendebat dan membantah orang tua karena merasa orang tua mereka punya pemikiran dan sikap yang keliru. Sadarilah, orang tuamu bukan sosok yang sempurna. Tidak ada orang tua yang selalu benar dalam tutur dan perbuatan. Setiap manusia pasti ada kesalahan padanya, termasuk kedua orang tuamu. Dari situ, memungkinkan antara kamu dan kedua orang tuamu ada “perdebatan”.

Kamu juga bukan orang yang pasti dan selalu benar. Mungkin orang tua melihat salatmu tergesa-gesa, maka mereka mengingatkanmu. Bisa jadi kamu kurang bisa menjaga pergaulan dengan lawan jenis, jadilah orang tuamu menegurmu. Atau kamu terlalu asyik dengan duniamu sendiri, di dalam kamar, di ruang tamu, ketika jalan bareng dengan orang tua, kamu malah asyik dengan gawaimu, sementara orang tua butuh bantuanmu untuk mengganti galon air, mengepel, atau membeli sembako, pantaslah bila ayah atau ibumu memanggil dan menegurmu. Kamu tidak menerima, terjadilah perdebatan.

Kamu dan orang tuamu juga tidak mesti selalu satu pendapat, satu selera, dan satu cita-cita. Kepalamu dan kepala kedua orang jelas berbeda, isi kepala pun bisa berbeda. Lagi-lagi ini juga memungkinkan ada perdebatan antara kamu dan kedua orang tuamu.

Namun itu bukan pembenaran untuk mengeluarkan perkataan yang meremehkan orang tua, membentaknya dan kasar pada keduanya. Allah meminta setiap anak bersabar saat menghadapi orang tua, terutama saat usia mereka kian menua.

Bahkan, seandainya orang tua berbuat salah sekalipun, tetap terlarang bagi seorang anak meninggikan suara, memaki, dan membentak keduanya. Perhatikanlah ketika Nabi Ibrahim as. mendakwahi ayahnya yang musyrik, beliau tetap memanggil ayahnya dengan panggilan hormat ‘ya abati’. Ketahuilah sebutan ‘abati’ lebih sopan ketimbang ‘abi’. Empat kali Nabi Ibrahim memanggil ayahnya dengan sebutan ‘abati’ dalam QS Maryam: 42-47, di antaranya,

اِذْ قَالَ لِاَبِيْهِ يٰٓاَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِيْ عَنْكَ شَيْـًٔا

(Ingatlah) ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku! Mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolongmu sedikit pun?” (QS Maryam: 42).

Bila Nabi Ibrahim yang merupakan utusan Allah dan Khalilullah (kekasih Allah) saja berkata lembut dan sopan pada ayahnya yang musyrik, maka adakah pembenaran untukmu, anak-anakku, meninggikan suara pada ayah bundamu? Membentaknya dan marah padanya? Apalagi bila kedua orang tuamu mengajak pada kebaikan?

Terakhir, anak-anakku, ingatlah kelak kalian akan menjadi orang tua, dan insyaallah akan dikaruniai oleh Allah rizki berupa anak-anak. Saat itu, kalian akan sangat menginginkan mereka menjadi anak-anak yang saleh/salihah, taat dan hormat, juga senantiasa berkata santun dan lembut pada kedua orang tuanya. Ternyata, salah satu cara agar anak-anak kalian kelak berbakti dan taat pada kedua orang tua adalah dengan kalian terlebih dahulu berbakti pada kedua orang tua. Nabi saw. bersabda,

بُرُّوا آبَاءَكُمْ تَبُرَّكُمْ أَبْنَاؤُكُمْ

Berbuat baiklah kepada orang tua kalian, maka anak-anak kalian akan berbuat baik kepada kalian” (HR Thabrani). []


Oleh: Ustaz Iwan Januar
Pakar Parenting Islam

Posting Komentar

0 Komentar