Jauhi Dosa-Dosa Kecil dan Besar


TintaSiyasi.com -- Sobat. Taubat adalah penyesalan atas apa yang telah berlalu dan memperbaiki apa yang akan terjadi. Taubat adalah menuntun diri sendiri ke arah ketaatan dengan tali cinta-Nya, dan menjauhkan diri dari kemaksiatan dengan tali takut-Nya. Taubat adalah mengganti gerakan-gerakan tercela dengan gerakan-gerakan terpuji, melepaskan baju kemalasan dan menghamparkan permadani penunaian ibadah dan amanah.

Allah SWT berfirman : 

إِن تَجۡتَنِبُواْ كَبَآئِرَ مَا تُنۡهَوۡنَ عَنۡهُ نُكَفِّرۡ عَنكُمۡ سَئَِّاتِكُمۡ وَنُدۡخِلۡكُم مُّدۡخَلٗا كَرِيمٗا (٣١)

Jika Kalian menjauhi dosa-dosa besar diantara dosa-dosa yang dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahan kalian dan akan kami masukkan kalian ke tempat yang mulia (Surga)." (QS. an-Nisa’(4) : 31).

Sobat. Maksudnya, jika hamba menjauhi dosa-dosa besar maka Allah pun mengampuni dosa-dosa kecil kalian. Rasulullah SAW bersabda, “Shalat lima waktu, juga Jumat sampai Jumat adalah penghapus-penghapus dosa di antara itu semua, kecuali dosa-dosa besar. Dalam riwayat lain disebutkan, Ramadhan sampai Ramadhan adalah penghapus dosa kecuali tiga hal; yakni syirik kepada Allah, meninggalkan sunah, dan mengingkari perjanjian“. Ditambahkan dalam riwayat lain, “Selama dosa-dosa besar dijauhi”.

Sobat. Perintah dalam ayat ini meminta agar orang yang beriman menjauhi dan meninggalkan semua pekerjaan yang berakibat dosa besar. Meninggalkan semua dosa besar itu bukan saja sekedar menghindarkan diri dari siksa-Nya, tetapi juga merupakan suatu amal kebajikan yang dapat menghapuskan dosa kecil yang telah diperbuat. Tindakan meninggalkan dosa besar bukanlah masalah yang ringan dan sederhana. Seseorang yang mampu menahan diri dari berbuat dosa besar pada saat peluangnya ada, berarti ia memiliki kadar keimanan yang teguh, sekaligus kesabaran yang kukuh. Orang seperti ini dijanjikan Allah masuk surga.

Mengenai apa yang dianggap sebagai dosa besar para ulama mempunyai pendapat yang berbeda-beda karena adanya beberapa hadis, di antaranya Rasulullah SAW bersabda:

"Jauhilah tujuh macam perbuatan yang membahayakan. Para sahabat bertanya, "Apakah itu ya Rasulullah?" Rasulullah menjawab, "Mempersekutukan Allah, membunuh diri seseorang yang diharamkan Allah membunuhnya kecuali dengan alasan yang benar, sihir, memakan harta anak yatim, memakan riba, lari dari medan peperangan pada waktu pertempuran dan menuduh berzina terhadap perempuan-perernpuan mukmin yang terhormat." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

"Maukah aku kabarkan kepadamu tentang dosa-dosa yang paling besar?" Kami menjawab, "Mau, ya Rasulullah." Lalu Rasulullah berkata, "Mempersekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua." Ketika itu Rasulullah sedang bertelekan, kemudian beliau duduk lalu berkata "Ketahuilah, juga berkata bohong, dan saksi palsu." Beliau senantiasa mengulang-ulang perkataannya itu sehingga kami mengatakan, "Kiranya Rasulullah SAW diam." (Riwayat al-Bukhari dan Muslim dari Abu Bahrah).

Ibnu Abbas sewaktu ditanya, "Apakah dosa-dosa besar itu hanya 7 macam saja?" Beliau menjawab dengan ringkas, "Hampir tujuh puluh macam banyaknya. Bila dosa-dosa kecil terus-menerus dikerjakan, dia akan menjadi dosa besar dan dosa-dosa besar akan hapus bila yang mengerjakannya bertobat dan meminta ampun".

Menurut keterangan al-Barizi yang dinukil oleh al-Alusi, dia mengatakan, "Bahwa dosa besar itu ialah setiap dosa yang disertai dengan ancaman hukuman had (hukuman siksa di dunia) atau disertai dengan laknat yang dinyatakan dengan jelas di dalam Al-Qur'an atau hadis.

Demikian pengertian tentang dosa-dosa besar dan macam-macamnya. Selain dari itu adalah dosa-dosa kecil. Kemudian dalam ayat ini Allah menjanjikan kelak akan memberikan tempat yang mulia yaitu surga, bagi orang yang menjauhi (meninggalkan) dosa-dosa besar itu.

Allah SWT Berfirman :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ تُوبُوٓاْ إِلَى ٱللَّهِ تَوۡبَةٗ نَّصُوحًا عَسَىٰ رَبُّكُمۡ أَن يُكَفِّرَ عَنكُمۡ سَئَِّاتِكُمۡ وَيُدۡخِلَكُمۡ جَنَّٰتٖ تَجۡرِي مِن تَحۡتِهَا ٱلۡأَنۡهَٰرُ يَوۡمَ لَا يُخۡزِي ٱللَّهُ ٱلنَّبِيَّ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَعَهُۥۖ نُورُهُمۡ يَسۡعَىٰ بَيۡنَ أَيۡدِيهِمۡ وَبِأَيۡمَٰنِهِمۡ يَقُولُونَ رَبَّنَآ أَتۡمِمۡ لَنَا نُورَنَا وَٱغۡفِرۡ لَنَآۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيۡءٖ قَدِيرٞ (٨)

Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: "Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu." (QS. At-Tahrim (66) : 8).

Sobat. Seruan pada ayat ini ditujukan kepada orang-orang yang percaya kepada Allah dan para rasul-Nya. Mereka diperintahkan bertobat kepada Allah dari dosa-dosa mereka dengan tobat yang sebenar-benarnya (tobat nasuha), yaitu tobat yang memenuhi tiga syarat. Pertama, berhenti dari maksiat yang dilakukannya. Kedua, menyesali perbuatannya, dan ketiga, berketetapan hati tidak akan mengulangi perbuatan maksiat tersebut. 

Bila syarat-syarat itu terpenuhi, Allah menghapuskan semua kesalahan dan kejahatan yang telah lalu dan memasukkan mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Pada saat itu, Allah tidak mengecewakan dan menghinakan Nabi saw dan orang-orang yang beriman bersamanya. Bahkan pada hari itu, kebahagiaan mereka ditonjolkan, cahaya mereka memancar menerangi mereka waktu berjalan menuju Mahsyar tempat diadakan perhitungan dan pertanggungjawaban. Mereka itu meminta kepada Allah agar cahaya mereka disempurnakan, tetap memancar dan tidak akan padam sampai mereka itu melewati sirathal Mustaqim, tempat orang-orang munafik baik laki-laki maupun perempuan memohon dengan sangat agar dapat ditunggu untuk dapat ikut memanfaatkan cahaya mereka. 

Mereka juga memohon agar dosa-dosa mereka dihapus dan diampuni. Dengan demikian, mereka tidak merasa malu dan kecewa pada waktu diadakan hisab dan pertanggungjawaban. Tidak ada yang patut dimintai untuk menyempurnakan cahaya dan mengampuni dosa kecuali Allah, karena Dialah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu, berbuat sesuai dengan kodrat dan iradat-Nya. []


Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
CEO Educoach, Penulis Buku Goreskan Tinta Emas, Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo, Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Posting Komentar

0 Komentar