Intrik Politik: Massa FP1 Palsu Beraksi di Patung Kuda, Siapa di Baliknya?


TintaSiyasi.com -- SINDOnews-tanggal 6 Juni 2022 mewartakan bahwa ada Massa mengatasnamakan Front Persaudaraan Islam (FPI) beraksi di Patung Kuda, Jakarta Pusat, Senin (6/6/2022) siang. Ketua DPP FPI Bidang Advokasi Aziz Yanuar menyatakan gerakan tersebut tidak dikenal alias FPI palsu. “Suara FPI memang seksi untuk menjadi daya tarik politik sehingga klaim mengatasnamakan FPI patut dipertanyakan siapa di balik ini semua?" ujar Aziz, Senin (6/6/2022). 

Surat edaran dari FPI tersebut mengklaim bahwa ada seruan aksi mendukung salah satu kandidat calon Presiden 2024. "Beberapa hari sebelumnya mereka lewat medsos telah menyebarkan undangan aksi tersebut dengan kop surat FPI yang dipalsukan tanpa dibubuhkan tanda tangan maupun stempel dengan mengatasnamakan M Fahril sebagai koordinator aksi," tulis surat edaran itu. 

Saya percaya itu aksi FPI, bahkan aksi HTI karena ada bendera yang bertuliskan FPI dan HTI. Hanya saja kedua Ormas ini sudah dicabut badan hukumnya, jadi secara nalar tidak mungkin melakukan kegiatan atas nama FPI dan HTI. Nah, ada kemungkinan lain yaitu Ormas Reborn, FPI Reborn dan HTI Reborn. FPI Reborn itu Front Persaudaraan Islam, sedangkan HTI tidak ada reborn. Dan ternyata sudah ada klarifikasi pelaku demo bahwa ia merasa dijebak seseorang bahwa seolah itu aksi FPI Reborn. 

Kesimpulannya saya aksi tersebut BUKAN AKSI FPI Reborn yakni Front Persaudaraan Islam melainkan FPI abal-abal. 

Di medsos banyak threat di Twitter  yang membahas mobil berplat nomor B 9352 MW Pernah Digunakan Demo PDIP, Tolak Formula E, Hingga demo Desak KPK Periksa Anies. Saya pikir harus dibuktikan lebih dulu kebenaran terkait mobil yang dipakai. Apakah benar mobilnya sama dan nomor plat yang sama. Siapa pemiliknya dan apakah direntalkan atau tidak mobil komando tersebut. Kalau semuanya benar, yang kemudian perlu ditelusuri adalah pelaku dan dalang aksi ini siapa. 

Semuanya terang, orangnya jelas. Nah, kalau ada pihak yang dirugikan dapat kemudian menelusuri aksi ini mulai dari dokumen yg disebarkan. Apakah ada pemalsuan dokumen dan apa saja kerugian yg telah dan akan ditimbulkan. 

Aksi semacam ini menurut saya merugikan ormas yang dicatut namanya krn akan menimbulkan perspektif negatif dukungan terhadap Anies Baswedan oleh FPI dan HTI dinarasikan bahwa Anies didukung oleh dua organisasi yg telah dicabut badan hukumnya dan identik dengan pejuang tegakknya syariat Islam. Ini bisa jadi black campain bagi orang tertentu sedangkan secara formal HTI dan FPI tidak menyatakan dukungan tersebut. 

Secara hukum, ada konsekuensi jika ada pihak yang membuat opini palsu dengan demonstrasi palsu. Demonstrasi tidak mungkin dilakukan ujug-ujug. Pasti ada dokumen yang dapat dilacak. Berawal dari sini maka bisa dibuktikan juga adakah pemalsuan dokumen yang menyebabkan kerugian bagi pihak tertentu. Kerugian itu bisa secara immateriil dan materiil. Kalau ada dan bisa dibuktikan, maka bisa dijerat dengan pasal Pencemaran nama baik dan fitnah (310, 311 KUHP) serta pemalsuan dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP. 

Salah satu dari pasal tersebut adalah pasal 263 KUHP terkait pemalsuan dokumen, yang berbunyi : 

(1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun. 

(2) Dengan hukuman serupa itu juga dihukum, barangsiapa dengan sengaja menggunakan surat palsu atau yang dipalsukan itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, kalau hal mempergunakan dapat mendatangkan sesuatu kerugian. 

Atas aksi palsu ini, semua menerka ini politis, intrik politik dan dalam perspektif hukum terkait aktor politik seperti ini dapat ditindak. Namun, soal serius ataupun tidak dalam penanganannya, tidak ada yang mampu memastikannya. Jadi boleh dibilang tidak optimis pelaku akan ditindak. 

Memang betul sekarang ini sedang berlangsung kontestasi calon presiden untuk pemilu tahun 2024. Intrik-intrik politik itu terkesan sudah berlangsung dan memang sengaja dilakukan untuk sekedar test water oleh petualang politik. Kalau bicara aktor politik dalam perspektif hukum, sepanjang tidak melanggar ketentuan pidana saya kira intrik politik tersebut sah-sah saja. 

Persoalannya sebenarnya tidak sebatas hukum, melainkan dari sisi moral dan agama. Hendaknya berpolitik juga tetap dibingkai oleh norma moral dan agama sehingga terdapat kemuliaan politik bukan kekotoran politik yang selama ini disematkan terhadap kegiatan politik tersebut. 

Dengan intrik yang membabi buta, terkesan kasar sekali permainan politik di negeri ini, tidak menampilkan wajah negara berkemanusiaan yang adil dan beradab. Lebih berwarna machiavelisme. Menggambarkan betapa rendahnya moral dan peradaban bangsa. Memfinah dan merekayasa sepertinya menjadi hal yang biasa. Diketahui oleh masyarakat pun tidak membuat bersalah, malu apalagi berdosa.  

Saya benar kata Rizal Fadilah bahwa kiranya perlu segera diusut biang keladi aksi dukungan palsu tersebut. Harus dibuktikan bahwa aksi tersebut bukan rekayasa institusi resmi, tapi kerja kelompok yang ingin mengacaukan negara dengan jalan fitnah dan adu domba. Jika buzzer yang berteriak serempak atas aksi ini harus dicek juga, apakah mereka ikut terkecoh atau memang menjadi bagian dari rencana jahat untuk mendeskreditkan FPI, HTI dan Anies Baswedan?  

Tabik..!!!


Semarang: Rabu: 8 Juni 2022

Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum.
Pakar Hukum dan Masyarakat


Channel Prof. Suteki

Posting Komentar

0 Komentar