Ilmuwan Muslim Sembunyikan Kebenaran Syariat Islam: Itukah Kafir yang Nyata?

 
TintaSiyasi.com -- Saya tidak bosan bicara tentang kebenaran sebagai mana ada orang yang tidak bosan-bosannya menghembuskan kebohongannya. Apalagi mereka meyakini adanya era penjahat, yakni era post-truth. Masih terkait dengan hiruk pikuk narasi berita tentang khilafah sebagai imbas ditangkapnya puluhan pimpinan ormas Khilafatul Muslimin. Mengapa terkesan ada kriminalisasi ajaran Islam di bidang fikih siyasah, yakni khilafah? 

Anda mungkin akan mengatakan soal khilafah bukan sebagai ajaran Islam karena tidak ada yang baku dalam Al-Qur'an sehingga tidak boleh ditegakkan, didakwahkan bahkan dipelajari. Hal ini pula yang terus dinarasikan oleh Menkopolhukam Mahfud MD. Pertanyaan saya, apakah semua ajaran Islam itu mesti harus secara detail dan baku disebut dan ada di Qur'an? Apakah sumber hukum Islam itu hanya Al-Qur'an? Bukan! Ada hadis, ada hasil Ijtihad para ulama yang lebih detail tertuang di dalam kitab-kitab madzab dalam bentuk fikih. Itu juga sumber hukum yang harus diperhatikan oleh umat Islam. Hukumnya bagaimana, kita bisa temukan di kitab-kitab tersebut. 

Analog dengan pemikiran serupa, jika ada yang bersikukuh atas bahwa ajaran itu mesti ada di kitab Qur'an dan sumber hukum lainnya, maka coba kita lihat demokrasi itu ada di kitab mana? 

Adakah sistem pemerintahan demokrasi disebut secara baku dalam Al-Qur'an? Adakah dalam kitab-kitab fikih 4 madzab Hanafi, Hambali, Maliki, dan Syafi'i? Atau kitab-kitab hasil ijtihad para alim ulama? Tunjukkan kepada saya! Saya bisa pastikan yang akan anda temukan adalah kitabnya Aristoteles, John Lock dan Montesque. Mereka ini siapa? Nabi-kah? Ulama-kah? Mujtahid-kah? Lalu, mengapa Anda mati-matian membela agar demokrasi Barat itu dijalankan di negeri yang nota bene mayoritas penduduknya muslim (87.19%)? 

Sadarkah kita bahwa sebenarnya kita sudah dijajah sistem luar berupa demokrasi Barat itu yang sebenarnya sudah ditentang para founding fathers ketika bicara tentang dasar negara?  Kita berharap negara ini tidak kekurangan orang yang mampu berpikir jernih dan benar tapi terlalu berlebih orang yang berpikir dengan "kedunguan". Hal ini disebabkan bernegara tidak cukup dengan ideologi indoktrinasi, tapi bernegara itu butuh  berpikir dan bertindak berdasarkan pertimbangan akal sehat. 

Bagaimana, Anda masih mau mempertentang-kan khilafah dan Pancasila? Atau malah mau tetap menghadap-hadapkan antara agama Islam dengan Pancasila dan mencari jalan tengah, terus dan terus? Itu langkah mundur! 

Kita sebagai mukmin sebaiknya jangan sampai terjebak di jalan tengah. Itu adalah kafir yang nyata! Jalan tengah itu identik dengan dibolehkannya menyembunyikan kebenaran dan ilmu (kitman al haq)? Larangan Allah SWT dalam surat al Baqarah ayat 42 adalah berupa larangan menyembunyikan kebenaran. Hakikatnya hal ini terjadi pada orang-orang yahudi yang menyembunyikan kebenaran kerasulan nabi Muhammad SAW oleh para rahib mereka, bahkan mereka mengubah ayat atau menghapusnya. Sehingga umat benar-benar tersesat dengan keinginan dan nafsu para rahib mereka. 

Hakikatnya penyakit ini juga banyak terjadi pada kalangan ilmuwan Muslim, yang mereka menyembunyikan ayat Allah SWT yang tidak sesuai dengan nalar berfikir mereka, karena mereka lebih mengedepankan logika mereka. Bahkan kadang mereka asyik dengan mengambil sebagian yang mereka sukai, dan meninggalkan ayat yang mereka sendiri ragu dan berat melakukan. 

Sebagaimana Allah SWT berfirman:  

Sesungguhnya orang-orang yang kafir pada Allah dan rasul-rasul-Nya dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya dengan mengatakan, ‘Kami beriman kepada yang sebagian dan kami ingkar terhadap (sebagian yang lain),’ serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir). Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan” (QS. An-Nisa: 150-151). 

Begitu indah ayat Al-Qur’an, dengan ungkapan dalih mencari jalan tengah akan tetapi harus menyembunyikan kebenaran. Banyak sekali ayat Al-Qur’an disembunyikan baik sengaja maupun tidak sengaja, misal ayat tentang jihad, khilafah harus ditafsiri dengan tafsir yang menghilangkan makna hakikinya, bahkan sangat jarang sekali mendapatkan porsi pembahasan. 

Seharusnya orang beriman menjadikan hati untuk mengimani, kemudian iman melakukan dorongan (drive) kepada akal untuk mengungkap makna (hikmah) dan melakukan relation of understanding sehingga menghadirkan pemahaman yang baik. Tentu ini adalah kerja akademis yang tidak mudah, sehingga membutuhkan kemampuan ilmu dan iman yang totalitas. 

Kemudian, jika faktanya khilafah itu lebih modern dari demokrasi, lalub bagaimana potensi khilafah tegak di Indonesia? Walaupun di Indonesia khilafah sebagai lembaga politik tidak diterima luas, namun khilafah yang disebut dalam Al-Qur'an adalah ajaran Islam yang mulia (manusia mengemban misi menjadi Wakil Tuhan di Bumi/ khalifatullah fil ardh). 

Mempertentangkan khilafah dengan Pancasila adalah identik dengan mempertentangkan Negara Islam dengan Negara Pancasila, yang sesungguhnya sudah lama selesai dengan penegasan Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi was Syahadah (Negara Kesepakatan dan Kesaksian). Upaya mempertentangkannya merupakan upaya membuka luka lama dan dapat menyinggung perasaan umat Islam. 

Jadi, alangkah baiknya kita tidak mempertentangkan antara Pancasila dengan khilafah. Upaya ini dapat dilakukan jika kita memahami apa hakikat Pancasila dan apa hakikat khilafah sebagai bagian dari ajaran Islam. Kegagalan kita memahami keduanya hanya akan melahirkan kedunguan demi kedunguan yang merusak kesepakatan nasional kita. Satu hal yang penting dipahami, jangan kita merasa takut terhadap sesuatu yang benar yang dapat dipelajari dan diajarkan secara benar serta kebenaran itu berasal dari Tuhan Yang Maha Benar. Buang keraguan terhadap kebenaran itu. 

Soal khilafah ajaran Islam itu belum dianggap sesuai dengan kemauan bangsa Indonesia itu tidak lantas menjadikan khilafah itu sebagai sesuatu yang buruk dan bertentangan dengan Pancasila dan harus diburu serta dinyatakan sebagai ajaran terlarang. Ini pemikiran yang absurd. Khilafah tidak bertentangan dengan Pancasila karena memang tidak bisa dibandingkan secara berhadap-hadapan dan bukan perbandingan yang bersifat apple to apple. Berpikirlah yang jernih dalam hal ini dan usahakan ada dialog bukan monolog. Hal ini dilakukan agar pernyataan Mahfud MD, 21/4/2022 bahwa: 

"Mereka tak tahu apa yang mereka katakan. Mereka tak tahu bedanya nilai dan sistem. Tapi biarlah mengalir itu sebagai aspirasi", tidak terulang lagi, lagi dan lagi. 

Ilmuwan Muslim, tidakkah terketuk hati untuk menyuarakan kebenaran syariat Islam? Kitakah ilmuwan Muslim itu? Ataukah memang benar kita termasuk Muslim yang kurang ilmu? Ataukah kita Muslim yang punya ilmu tetapi malah tidak memahaminya? Jika kita merasa muslim berilmu namun mengapa kita berniat menyembunyikan kebenaran syariat Islam itu sendiri? Tabik! []

Semarang, Jumat: 17 Juni 2022


Oleh: Prof. Dr. Suteki, M.H.,M.Hum.
Pakar Hukum dan Masyarakat

Posting Komentar

0 Komentar