Tiga Hal yang Banyak Dilupakan Muslimah yang Sudah Menikah

TintaSiyasi.com -- Pernikahan itu bukan hanya mengubah status seorang perempuan lajang, tapi juga mengubah irama kehidupan. Tak ada lagi bangun pagi sendiri dan makan sendiri. Ada pria yang telah menjadi suami yang akan sering mendampingi.

Ada hukum syarak yang semula tak berlaku pada seorang Muslimah, menjadi wajib diperhatikan dan dijalankan dalam pernikahan. Bukan saja yang awalnya haram lalu menjadi halal, tapi ada berbagai kewajiban baru yang mesti diperhatikan dengan seksama untuk kemudian dikerjakan dengan penuh kesungguhan. Susah ataupun senang.

Sayangnya, tidak sedikit Muslimah yang sudah menikah melupakan beberapa adab relasi suami dan istri. Kelalaian ini bukan saja bisa merusak ketenangan rumah tangga, tapi juga haram dikerjakan, dan sudah pasti berdosa di hadapan Allah SWT.

Apa saja? Berikut beberapa hal yang mesti diperhatikan oleh para Muslimah:

Pertama. Lupa bahwa suami yang wajib ditaati, bukan orang tua.

Akhwat fillah, ingatlah, saat Anda telah menikah maka kehidupan Anda berada dalam ‘genggaman’ suami. Percayakan hidup Anda pada pria yang telah menjadi pendamping hidup Anda. Susah ataupun senang jalani bersama, gantungkan harapan pada suami, dan jadikan ia bahu untuk menitikkan air mata. Bukan pada orang tua.

Hal lain yang paling penting bagi seorang Muslimah yang telah menikah adalah ketaatan harus diberikan 100 persen kepada suami. Hak suami menjadi begitu besar untuk Anda tunaikan, dan mengalahkan hak kedua orang tua.

سَأَلْت النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَيّ النَّاس أَعْظَم حَقًّا عَلَى الْمَرْأَة ؟ قَالَ . زَوْجهَا

Aisyah ra bertanya kepada Rasulullah SAW: “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang haknya begitu besar bagi seorang perempuan?” Beliau menjawab, “Suaminya.” (HR. Hakim).

Keliru besar bila seorang istri masih menggantungkan dirinya pada kedua orang tuanya dan lebih manut pada mereka, lalu mengabaikan ketaatan pada suami. Bila seorang istri mengerjakan hal ini maka ia telah berdosa, nusyuz pada suaminya.

Demikian pentingnya posisi suami atas suami, sampai-sampai Rasulullah SAW berandai-andai perempuan wajib bersujud pada suaminya.

لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لأَحَدٍ لأَمَرْتُ النِّسَاءَ أَنْ يَسْجُدْنَ لأَزْوَاجِهِنَّ لِمَا جَعَلَ اللَّهُ لَهُمْ عَلَيْهِنَّ مِنَ الْحَقِّ

Seandainya aku diperintahkan menyuruh seseorang bersujud pada yang lain, niscaya aku perintahkan kaum wanita bersujud pada suami-suami mereka karena Allah telah memberikan pada para suami hak atas kaum wanita.” (HR. Abu Daud).

Keliru besar bila seorang istri masih menggantungkan dirinya pada kedua orang tuanya, lebih mendengarkan omongan kedua orang tuanya, dan manut pada kedua orang tuanya, lalu mengabaikan kepentingan dan pembicaraan suaminya. Bila seorang istri mengerjakan hal ini maka ia telah berdosa, nusyuz pada suaminya.

Keadaan ini diperburuk dengan banyak orang tua yang tidak paham hukum syarak tentang pernikahan. Dengan dalih melindungi anak perempuannya, orang tua melakukan intervensi ke dalam rumah tangga anak mereka. Ingin selalu tahu keadaan anak perempuannya, dan saat dirasa tidak berkenan orang tua seperti ini tidak sungkan langsung campur tangan, bahkan memprovokasi anak perempuan mereka untuk melawan suaminya.

Perbuatan anak perempuan dan orang tua semacam ini sudah merupakan kemaksiatan di hadapan Allah SWT. Dosa besar bagi istri yang membangkang pada suami dan malah lebih menurut pada orang lain, meski itu adalah orang tuanya sendiri.

Kedua. Lupa menjaga aib suami.

Perempuan memang makhluk yang senang bercerita. Tapi bukan berarti menjadi aman untuk membongkar aib rumah tangga dan suami pada orang lain. Oke, bisa jadi suami ukhti kurang beradab, kurang romantis, malas beribadah, atau ukhti sakit hati karena dipoligami, tapi itu bukan alasan yang dibenarkan syariat Islam untuk kemudian mengumbarnya pada orang lain, apalagi di media sosial.

Pernikahan bukan sekadar ingin mendapatkan kasih sayang dari pasangan, tapi juga berkonsekuensi untuk saling menjaga dan melindungi. Di antara ciri perempuan yang shalihah, baik di mata Allah adalah menjaga kehormatan dirinya dan suaminya. Firman Allah:
“Sebab itu maka wanita yang shalih, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” (TQS. an-Nisa: 34).

Rasulullah SAW bersabda:

خَيْرُ النِّسَاء … إِذَا غِبْتَ عَنْهَا حَفِظَتْكَ فىِ مَالِهَا وَنَفْسِهَا

Wanita yang baik adalah … jika engkau tidak ada di sisinya ia menjaga kehormatanmu pada hartanya dan dirinya.” (HR. Ibnu Jarir).

Bersabarlah menghadapi ujian dalam pernikahan. Jangan meledakkan kekesalan hati dengan bercerita ke kanan dan kiri, apalagi ke media sosial.

Mengherankan, ada saja perempuan yang ridha menceritakan aib suaminya dan mengeluhkan sikap suaminya pada orang lain (bahkan banyak orang), tapi ia sendiri enggan terbuka pada suami. Ia memilih diam ketika suaminya menunjukkan sikap dan kebijakan yang tidak disetujuinya. Seolah ia ridha, tak mempermasalahkan, tapi kemudian ‘meledak’ di luar rumah.

Lupakah ukhti, bahwa Allah SWT pernah memperlihatkan azab bagi kaum perempuan yang suka menggunjingkan orang lain, termasuk suaminya sendiri?

لَمَّا عَرَجَ بِي رَبِّي مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ ، يَخْمُشُونَ وُجُوهَهُمْ وَصُدُورَهُمْ . فَقُلْتُ : مَنْ هَؤُلاَءِ يَا جِبْرِيلُ ؟ قَالَ : هَؤُلاَءِ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ لُحُومَالنَّاسِ وَيَقَعُونَ فِي أَعْرَاضِهِمْ

Ketika beliau dimi’rajkan, beliau melewati sekelompok orang yang mempunyai kuku-kuku dari tembaga. Mereka mencakar-cakar wajah dan dada mereka sendiri dengan kuku tembaga tersebut. Lalu beliau bertanya kepada Jibril : Wahai Jibril siapa mereka itu? Jibril menjawab : Mereka adalah orang-orang yang sering makan daging manusia, dan mereka yang suka membicarakan kejelekan orang lain.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud dengan sanad jayid dari Anas ra).

Mengherankan, ada saja perempuan yang merasa lebih tenang menceritakan aib suaminya dan mengeluhkan sikap suaminya pada orang lain (bahkan banyak orang), tapi ia sendiri enggan terbuka pada suami. Ia memilih diam ketika suaminya menunjukkan sikap dan kebijakan yang tidak disetujuinya. Seolah ia ridha, tak mempermasalahkan, tapi kemudian ‘meledak’ di luar rumah.

Ketiga. Lupa menahan ego di hadapan pemimpin rumah tangga.

Godaan dalam pernikahan adalah mempertahankan ego di hadapan pasangan. Ini adalah benih awal keretakan rumah tangga. Bahkan tidak jarang berujung pada perceraian. Sebagai manusia, setiap orang pasti punya ego, tapi mempertahankannya di hadapan suami hanya menghasilkan percekcokan dan dosa.

Suami adalah pemimpin dalam rumah tangga, bagaimanapun juga. Selama dia bersikap makruf pada istri, tak ada alasan bagi perempuan untuk tegang urat leher di hadapannya. Apakah para Muslimah tahu, bahwa di antara penyebab perceraian yang paling utama adalah ketika istri lupa merendahkan hati di hadapan suami.

Banyak perempuan yang telah menikah, khususnya pasangan muda, lupa bahwa suami wajib Allah tempatkan sebagai pemimpin bagi istri dan anak-anak. Mempertahankan ego untuk hal-hal yang sepele di depan suami adalah hal yang konyol. Ketika Anda ingin tetap jalan-jalan sedangkan suami memilih beristirahat di rumah karena lelah, tak ada manfaatnya. Apakah Anda senang si dia tetap ikut kehendak Anda tapi dalam keadaan marah? Pikirkan lagi dosa karena membantah keinginan suami.

Telah datang Jibril kemudian berkata, “Wahai, Rasulullah, inilah Khadijah telah datang membawa sebuah wadah berisi kuah dan makanan atau minuman. Apabila dia datang kepadamu, sampaikan salam kepadanya dari Rabbnya dan aku, dan beritahukan kepadanya tentang sebuah rumah di jannah dari mutiara yang tiada keributan di dalamnya dan tidak ada kepayahan.”

Jangan juga status atau penghasilan istri lebih tinggi dari suami, lantas membuat istri tinggi hati. Silakan bandingkan diri dengan Khadijah binti Khuwailid ra yang justru menurunkan prestise dirinya di hadapan Rasulullah SAW, dan meninggikan posisi Beliau di tengah keluarganya. Padahal semua orang di Makkah tahu bahwa Khadijah adalah perempuan kaya raya dan bangsawan, sedangkan Muhammad hanya pemuda miskin yang hidup bersama keluarga pamannya.

Kerendahan hati Khadijah dan pengabdiannya sebagai istri kepada Rasulullah SAW yang menjadikan dirinya sudah dipersiapkan istana di dalam jannah oleh Allah SWT. Kabar inilah yang disampaikan Jibril as kepada Baginda Rasulullah SAW.

أَتَى جِبْرِيلُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ خَدِيجَةُ قَدْ أَتَتْ مَعَهَا إِنَاءٌ فِيهِ إِدَامٌ أَوْ طَعَامٌ أَوْ شَرَابٌ ، فَإِذَا هِىَ أَتَتْكَ فَاقْرَأْ عَلَيْهَا السَّلاَمَ مِنْ رَبِّهَا وَمِنِّى ، وَبَشِّرْهَا بِبَيْتٍ فِى الْجَنَّةِ مِنْ قَصَبٍ ، لاَ صَخَبَ فِيهِ وَلاَ نَصَبَ .

Telah datang Jibril kemudian berkata, “Wahai, Rasulullah, inilah Khadijah telah datang membawa sebuah wadah berisi kuah dan makanan atau minuman. Apabila dia datang kepadamu, sampaikan salam kepadanya dari Rabbnya dan aku, dan beritahukan kepadanya tentang sebuah rumah di jannah dari mutiara yang tiada keributan di dalamnya dan tidak ada kepayahan.” (HR. Bukhari dalam “Fadhaail Ashhaabin Nabi).

Semoga Allah memberkahi Khadijah dan para wanita Mukminah yang mengikuti keteladannya. []


Oleh: Ustaz Iwan Januar
Pakar Parenting Islam

Posting Komentar

0 Komentar