TintaSiyasi.com -- Lagi - lagi kelalaian negara membawa penderitaan rakyat. Sambungan seluncuran air di kolam renang Kenpark Surabaya tiba - tiba ambrol jatuh ke bawah dari ketinggian 10 meter. Pada saat ambrol, banyak pengunjung yang sedang bermain wahana tersebut sehingga sebagian pengunjung berjatuhan dari seluncuran yang ambrol. Dugaan sementara penyebab ambrolnya sambungan seluncuran tersebut dikarenakan lapuk.
Seperti yang dikutip oleh detiknews (7/5/2022), Perosotan kolam renang Kenjeran Water Park di area Kenpark Surabaya ambruk mengakibatkan 9 pengunjung terluka. Saat kejadian para korban mengalami luka - luka yang cukup serius. Pengunjung yang berada di lokasi histeris saat mengetahui kejadian tersebut. Pengelola Kenjeran Water Park di Kawasan Kenpark Surabaya, Jawa Timur, mengungkap perosotan kolam renang ambruk diduga karena overload. Pengelola mengklaim selalu rutin melakukan perawatan (detiknews, 7/5/2022).
Rusaknya tempat rekreasi yang menyebabkan cidera para pengunjung adalah gambaran peran negara atas ketidakbertanggungjawabnya terhadap keselamatan rakyat atas fasilitas rekreasi yang dibuka untuk umum. Maka bila diserahkan kepada swasta sebagai pemilik atau pengelola maka orientasi keuntungan pastinya akan mendominasi, sehingga tidak akan mempertimbangkan keamanan dan keselamatan apalagi kenyamanan.
Inilah buah dari sistem politik demokrasi kapitalisme. Keamanan dan keselamatan rakyat dapat dikorbankan demi keuntungan segelintir elit dan penyokongnya. Ketika rakyat mengalami kesengsaraan seperti itu lalu siapa yang harus bertanggung jawab? Tiada lain adalah pemimpinnya.
Maka, disinilah sebetulnya beratnya menjadi pemimpin, karena dia akan dimintai pertanggungjawabannya di akhirat kelak.
Seperti firman Allah SWT dalam Al-Qur'an surat Yaasiin ayat 65 :
اَلْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلٰٓى اَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا اَيْدِيْهِمْ وَتَشْهَدُ اَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. (QS. Yaasiin: 65).
Kita pasti tak asing dengan kisah kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab. Suatu ketika Khalifah Umar mendapat laporan ada seekor keledai yang terperosok di wilayah Baghdad, karena jalan yang berlobang. Begitu mendengar laporan itu Khalifah Umar menangis sejadi - jadinya. Dia merasa bersalah. Ajudan Khalifah pun kaget dan heran, "Mengapa Amirul Mukminin menangis, toh ini hanya seekor keledai?" Mendapat pertanyaan ini Khalifah Umar tampak memerah wajahnya karena marah, "Bagaimana aku nanti mempertanggungjawabkan di depan Allah terkait nasib keledai ini?".
Betapa hati - hatinya Khalifah Umar dalam mengemban amanah sebagai pemimpin. Bahkan nasib seekor keledai pun menjadi perhatiannya. Konon akibat peristiwa itu di era kepemimpinannya, Khalifah Umar banyak membangun infrastruktur, di antaranya membangun jalan dan sarana transportasi yang menghubungkan antar daerah.
Membandingkan kepemimpinan Khalifah Umar dengan kepemimpinan para pemimpin di era sekarang ini, rasanya seperti membandingkan antara langit dan sumur. Begitu jauh perbedaannya.
Sekarang ini, para pemimpin kita seolah sudah kehilangan kepekaannya, meskipun di depan matanya terpampang penderitaan rakyatnya. Ketika diminta untuk segera bertindak, berderet-deret alasan yang disampaikan. Alasan klasik yang sering disampaikan, terkait dengan lokasi, tempat itu kewenangan siapa. Jadi dengan alasan ini si pemimpin seakan-akan langsung bisa 'cuci tangan'. Padahal rakyat yang akan merasakan dampaknya, jika ada fasilitas umum yang rusak.
Saat ini kita tidak butuh pemimpin yang mudah mencari alasan. Tapi kita butuh pemimpin yang mau bertindak dan mencari terobosan demi mensejahterakan dan menyelamatkan rakyatnya. Bukan pemimpin yang hanya memberikan kesengsaraan pada rakyatnya. Dan pemimpin seperti itu hanya bisa kita dapatkan ketika kita mau mengganti dengan sistem pemerintahan yang shahih.
Wallahu a'lam bishshawab. []
Oleh: Yuniyati
Sahabat TintaSiyasi
0 Komentar