Pantaskah Kaum Pelangi Dibela atas Nama Kemanusiaan?

TintaSiyasi.com -- Geregetan, menghadapi kaum pelangi yang makin hari makin mendapatkan angin. Gerakannya begitu masif meracuni generasi masa kini. Dari mulai podcast kontroversial di YouTube Deddi Corbuzier, pengibaran bendera pelangi di Kedubes Inggris untuk Indonesia, dan ucapan seorang tokoh yang meminta mereka dihargai sebagai seorang manusia. Benarkah perilaku tersebut pantas dihargai sebagai perbuatan manusia? 

Secara nalar sehat, lumrah perilaku tersebut mendapatkan kecaman dan penolakan dari berbagai kalangan. Terutama di dalam Islam perilaku liwath (zina sesama jenis) ini hukumnya haram. Bahkan, pelakunya dikenai hukuman mati, jika benar terbukti melakukan liwath. Biasa disingkat LGBT, lesbian, gay, biseksual, dan transgender makin hari makin meminta pengakuan. Tak hanya secara formalitas, tetapi mereka memperjuangkan hingga taraf legalitas pernikahan sesama jenis. Oleh karena itu, apa yang sedang mereka perjuangkan semestinya tak pantas untuk dibela. Apalagi atas nama kemanusiaan. 

Sebagaimana firman Allah Subhanahuwa wata'ala dalam Al-Araf ayat 179: "Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah."

Yang membedakan manusia dan hewan adalah akalnya. Seyogyanya, mereka yang berakal bisa mengendalikan hawa nafsunya agar tunduk pada kebenaran aturan Allah Subhanahuwa wata'ala. Bukan malah sebaliknya, mengingkari kebenaran demi memenuhi syahwatnya. Padahal, manusia diciptakan Allah Subhanahuwa wata'ala dengan seperangkat aturan. Aturan inilah yang akan menyelematkan manusia dari kehancuran dan kesesatan di dunia maupun di akhirat.

Perilaku liwath tidak berperikemanusiaan, berikut penjelasannya. 

Pertama, perilaku liwath tidak sesuai fitrah manusia. Allah Subhanahuwa wata'ala menciptakan manusia berpasang-pasangan. Atas dasar itu pula dalam Islam ada syariat menikah. Menikah di dalam Islam antara laki-laki dan perempuan. Bukan sesama jenis. Maka dari itu perilaku liwath ini menyimpang dari fitrah manusia dan merupakan kesesatan yang nyata. 

Kedua, liwath mengantarkan manusia pada kepunahan. Allah Subhanahuwa wata'ala memberi potensi akal, naluri (ghariza), dan kebutuhan jasmani (hajatul udhuwiyah). Di antaranya ada naluri melestarikan jenis (ghariza nau'). Bagaimana bisa naluri terpenuhi jika mereka melakukan liwath? Bukannya kelestarian jenis, tetapi kepunahan akan menjumpai mereka. 

Ketiga, liwath tidak memanusiakan manusia. Manusia dimuliakan dengan akalnya, akal yang tunduk pada hukum syarak. Liwath telah mengeluarkan manusia dari kordratnya yang seharusnya menggunakan akalnya. Laksana makhluk hidup yang tak punya akal dan telah tersesat karena dorongan nafsunya semata. Begitulah liwath mengantarkan manusia keluar dari kodratnya. 

Keempat, liwath membuat manusia lebih hina dari binatang. Sebagai manusia normal, diciptakan ketertarikan antara lawan jenis, bukan pada sesama jenis. Jika sampai ada manusia penyuka sesama jenis sampai berzina, sungguh mereka lebih hina dari binatang.

Kelima, liwath tidak memuaskan akal. Hubungan mereka tidak akan pernah menemukan kelegaan, adanya adalah haus karena diperbudak oleh nafsunya sampai mereka menemui ajalnya, jika tiada bertaubat.

Keenam, liwath tidak menentramkan hati. Kegelisahan, kegundahan, dan kegalauan akan terus bergelayut sepanjang hidupnya. Hidupnya dipenuhi oleh sisi gelap syahwatnya yang sulit dikendalikan. Perilaku itu jika tidak segera ditobati akan terus mengundang kemaksiatan yang lebih besar lagi.

Ketujuh, liwath mengundang laknat dan azab Allah Subhanahuwa wata'ala. "Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika matahari akan terbit, Maka Kami jungkirbalikkan (negeri itu) dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang yang memperhatikan tanda-tanda." (QS Al-Hijr: 73-75)

Dari deretan pemaparan di atas tak ada satu pun yang mampu dijadikan pembenaran kaum LGBT, kecuali syahwat dan hawa nafsunya. Sekali lagi, mereka hanya diperbudak hawa nafsunya. Hawa nafsunya membuatnya mereka tersesat dan keluar dari fitrahnya. Lalu pantaskah perilaku ini dibela atas nama kemanusiaan? Justru perilaku ini yang membuat manusia tidak berperilaku layaknya manusia, melainkan laksana iblis berkedok manusia. Astaghfirullahal'adzim, na'uzubillah. Semoga Allah Subhanahuwa wata'ala lindungi kita dari perilaku terkutuk lagi terlambat ini. Selayaknya sebagai manusia menolaknya. Wallahu'alam.[] Ika Mawarningtyas

Posting Komentar

0 Komentar