Legalisasi Hak Aborsi di Amerika: Inikah Bukti Kerusakan Masyarakat Dalam Sistem Sekuler?


TintaSiyasi.com -- Hampir 50 tahun jutaan perempuan di 22 negara bagian Amerika Serikat bebas menikmati hak aborsi yang dilindungi oleh konstitusi. Dalam kehidupan masyarakat yang sekuler liberal, menganggap pelegalan aborsi adalah solusi persoalan kehamilan yang tidak diinginkan, menganggap itu adalah hak perempuan yang harus dilegalkan. Sehingga menimbulkan polemik di tengah-tengah masyarakat Amerika, ketika beredar draf opini Mahkamah Agung Amerika yang berencana membatalkan hak aborsi.

Dilansir dari Tempo.co (4/5/2022), pengadilan mengkonfirmasi bahwa draft opini yang beredar pada Senin malam, 2 Mei 2022, di situs berita Politico, autentik (asli). Namun opini itu tidak mewakilkan putusan akhir para hakim, yang mana putusan akan diketuk palu pada akhir Juni 2022.

Ratusan orang melakukan protes dan mengungkap kemarahan mereka di depan gedung MA, Washington DC, setelah bocornya draf dokumen pendapat hakim agung yang menentang keputusan Roe v Wade, yaitu keputusan penting yang melegalkan aborsi lebih hampir lima dekade lalu. Pengunjuk rasa tandingan dalam jumlah yang lebih kecil muncul kemudian.

Mereka yang mendukung aborsi meneriakkan kata-kata bahwa perempuan punya hak atas tubuh mereka dan aborsi sama dengan memberikan perawatan kesehatan. Bahkan, orang nomor satu di Amerika Serikat, Joe Biden turut mencela langkah yang dianggapnya radikal. Sedangkan mereka yang menentang menyebut para pendukung aborsi sudah memilih untuk berbohong. Sebab tidak ada bayi yang memilih untuk mati.

Latar Belakang Legalisasi Hak Aborsi di Amerika

Aborsi dilegalkan di Amerika Serikat setelah muncul putusan hukum pada tahun 1973, yang sering disebut sebagai kasus Roe vs Wade.

Dilansir dari bbc.com (5/5/2022), pada 1969, seorang perempuan lajang berusia 25 tahun, Norma McCorvey, dengan nama samaran "Jane Roe", menentang larangan aborsi di Texas. Negara bagian itu menggolongkan aborsi sebagai tindakan inkonstitusional, kecuali dalam kasus di mana nyawa sang ibu dalam bahaya. Yang mempertahankan aturan anti-aborsi adalah Henry Wade - jaksa wilayah di Dallas County - karenanya disebut kasus Roe vs Wade.

McCorvey sedang hamil anaknya yang ketiga ketika dia mengajukan kasus tersebut, dan mengklaim bahwa dia telah diperkosa. Namun kasusnya ditolak dan dia terpaksa melahirkan. Pada 1973, upaya bandingnya sampai ke Mahkamah Agung AS. Kala itu, kasus Roe disidangkan bersama dengan seorang perempuan berusia 20 tahun, Sandra Bensing.

Para hakim berpendapat bahwa aturan larangan aborsi di Texas dan Georgia bertentangan dengan Konstitusi AS karena melanggar hak privasi perempuan. Dengan perbandingan suara tujuh banding dua, para hakim MA saat itu memutuskan bahwa pemerintah tidak memiliki kekuatan untuk melarang aborsi. Mereka menilai bahwa hak perempuan untuk mengakhiri kehamilannya dilindungi oleh konstitusi AS.

Kasus tersebut menciptakan sistem 'trimester' yaitu:

Pertama, memberi perempuan Amerika hak mutlak untuk melakukan aborsi dalam tiga bulan pertama (trimester) kehamilan

Kedua, memungkinkan pembuatan peraturan pemerintah untuk trimester kedua kehamilan.

Ketiga, menyatakan bahwa pemerintah dapat membatasi atau melarang aborsi pada trimester terakhir karena janin mendekati titik di mana ia dapat hidup di luar rahim.

Roe vs Wade juga menetapkan bahwa pada trimester terakhir, seorang wanita dapat melakukan aborsi meskipun ada larangan hukum hanya jika dokter menyatakan perlu untuk menyelamatkan hidup atau kesehatannya.

Pada tahun 1992, dalam Planned Parenthood v Casey, pengadilan memutuskan bahwa negara-negara bagian tidak dapat menempatkan "beban yang tidak semestinya" pada wanita yang melakukan aborsi sebelum janin dapat bertahan hidup di luar rahim, sekitar 24 minggu.

Pada dasarnya, yang melatarbelakangi pelegalan hak aborsi adalah hukum buatan manusia yang sekuler, jauh dari penerapan nilai-nilai agama. Apalagi dipicu gaya hidup liberal dalam sistem sekuler. Menciptakan kerusakan masyarakat yang paling buruk sepanjang peradaban manusia.


Dampak Legalisasi Hak Aborsi di Amerika

Dampak legalisasi hak aborsi di Amerika, di antaranya:

Pertama, semakin meningkatnya kasus aborsi di semua kalangan.

Menurut data bbc.com (5/5/2022), sekitar 57% dari aborsi yang dilaporkan pada tahun 2019 dilakukan pada wanita berusia antara 20 hingga 29 tahun. Rachel Jones, seorang peneliti senior di Institut Guttmacher, kelompok penelitian pro-aborsi mengatakan kepada BBC: "Pasien aborsi pada umumnya berusia 20-an tahun, tidak memiliki banyak uang dan memiliki satu atau lebih anak."

Penelitian juga menunjukkan bahwa 75% perempuan di AS yang melakukan aborsi diklasifikasikan sebagai berpenghasilan rendah atau miskin (berdasarkan definisi kemiskinan resmi AS). Dr Antonia Biggs, seorang peneliti di Bixby Center for Global Reproductive Health mengatakan: "Ketidaksetaraan struktural - termasuk hidup dengan pendapatan rendah dan akses terbatas ke asuransi kesehatan - semuanya berkontribusi pada tingkat aborsi yang lebih tinggi di antara orang-orang kulit berwarna".

Dari 60% populasi orang kulit putih, ada 30% menyumbang angka aborsi. Dari 13% populasi orang kulit hitan, menyumbang 34% angka aborai. Penelotian menyimpulkan orang kulit hitam menyumbang 13% dari total populasi AS, tetapi perempuan kulit hitam mewakili lebih dari sepertiga praktik aborsi yang tercatat di AS dan wanita Hispanik sekitar seperlimanya.

Kedua, mengukuhkan gaya hidup sekuler liberal. Dengan legalnya hak aborsi, masyarakat Amerika yang sekuler semakin menikmati kebebasan dalam berperilaku. Bahkan, mereka menganggap aborsi adalah bahian dari kesehatan bagi perempuan.

Ketiga, cermin kerusakan masyarakat dalam sistem sekuler. Tak ada norma agama yang membatasi ruang gerak masyarakat di Amerika akibat sistem sekuler yang diterapkan secara kaffah, menjadikan mereka sebagai cermin kerusakan masyarakat. Peradaban manusia yang ditopang oleh sistem sekuler telah menyeret manusia berada dalam puncak kerusakan.

Pelajaran bagi Umat Muslim Atas Polemik Hak Aborsi di Amerika

Melihat adanya polemik di Amerika akibat pelegalan hak aborsi hingga wacana pembatalannya, sudah seharusnya menjadikan umat Islam dapat mengambil pelajaran berharga. Pelajaran yang dapat diambil umat Islam atas polemik ini, di antaranya:

Pertama, mewaspadai munculnya gelombang kerusakan masyarakat. Akibat kehidupan yang berasaskan sekuler, nyata tercermin menimbulkan kerusakan masyarakat. Sehingga umat Islam, sudah seharusnya menjauhkan diri dari pengaruh sekuler, karena umat Islam dalam setiap lini kehidupannya memiliki aturan yang mengikat.

Kedua, umat Islam harus mewaspadai agar tidak ada celah munculnya regulasi yang dapat menjerumuskan masyarakat dalam kondisi buruk yang sama atas apa yang menimpa masyarakat di Amerika. Tidak memberikan celah pelegalan undang-undang yang akan memberikan hak kebebasan yang merusak dan menghancurkan masyarakat.

Ketiga, umat Islam tidak boleh abai atas fenomena kebebasan. Sebagaimana yang saat ini dikampanyekan kaum feminis, yang selalu menganggap tubuhnya ada atoritas mereka, sehingga berhak melakukan apa pun, apalagi atas nama hak reproduksi.

Keempat, umat Islam harus tegas meyakini bahwa apa yang terjadi di Amerika adalah wujud penentangan terhadap hukum Allah SWT. Sehingga menjadikan umat Islam lebih waspada, tidak tertular atas polemik hak aborsi yang terjadi di Amerika.

Kelima, sudah seharusnya umat Islam melihat polemik ini lebih terdorong lebih serius membina masyarakat untuk mau diatur dengan syariat Islam secara kaffah. Penerapan syariat Islam secara menyeluruh di semua lini kehidupan, pasti akan mampu membentengi masyarakat dari segala kerusakan, kehancuran, dan keburukan.


Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Aborsi dilegalkan di Amerika Serikat setelah muncul putusan hukum pada tahun 1973, yang sering disebut sebagai kasus Roe vs Wade. Para hakim berpendapat bahwa aturan larangan aborsi di Texas dan Georgia bertentangan dengan Konstitusi AS karena melanggar hak privasi perempuan. Mereka menilai bahwa hak perempuan untuk mengakhiri kehamilannya dilindungi oleh konstitusi AS.

Pada dasarnya, yang melatarbelakangi pelegalan hak aborsi adalah hukum buatan manusia yang sekuler, jauh dari penerapan nilai-nilai agama. Apalagi dipicu gaya hidup liberal dalam sistem sekuler. Menciptakan kerusakan masyarakat yang paling buruk sepanjang peradaban manusia.

2. Dampak legalisasi hak aborsi di Amerika, di antaranya: Pertama, semakin meningkatnya kasus aborsi di semua kalangan. Kedua, mengukuhkan gaya hidup sekuler liberal. Ketiga, cermin kerusakan masyarakat dalam sistem sekuler.

3. Pelajaran yang dapat diambil umat Islam atas polemik ini, di antaranya: Pertama, mewaspadai munculnya gelombang kerusakan masyarakat. Kedua, umat Islam harus mewaspadai agar tidak ada celah munculnya regulasi yang dapat menjerumuskan masyarakat dalam kondisi buruk yang sama atas apa yang menimpa masyarakat di Amerika. Ketiga, umat Islam tidak boleh abai atas fenomena kebebasan. Keempat, umat Islam harus tegas meyakini bahwa apa yang terjadi di Amerika adalah wujud penentangan terhadap hukum Allah SWT. Kelima, sudah seharusnya umat Islam melihat polemik ini lebih terdorong lebih serius membina masyarakat untuk mau diatur dengan syariat Islam secara kaffah.[]

Oleh: Dewi Srimurtiningsih
#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpAgainst

Posting Komentar

0 Komentar