Jangan Cengeng Hadapi Kenaikan Harga: Inikah Bentuk Sentilan Nirempati?


TintaSiyasi.com -- Setelah naiknya beberapa bahan pangan, pajak, dan BBM beberapa awal Ramadhan lalu, jelang Hari Raya Idulfitri rakyat kembali mendapat nyinyiran dari pejabat publik. Dalam Kick Off dan Talkshow Pembentukan BRIDA pada Jumat (22/4/2022) dikutip dari TVonenews, Ketua Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Megawati Soekarnoputri sentil ibu-ibu yang bisa beli minyak goreng, tetapi antri minyak goreng. Di lain kesempatan dikutip dari Viva.co.id (21/4/2022) Megawati Soekarnoputri juga mengatakan, pemerintah daerah agar jangan cengeng menghadapi kenaikan harga-harga.

Dari pernyataan tersebut ada beberapa yang perlu dikritisi. Pertama, pernyataan tersebut tidak sepatutnya disampaikan pejabat publik. Sederhana saja, wajar rakyat kecewa dan marah dengan kondisi ekonomi yang makin susah. Tetapi, di saat rakyat menghadapi kenaikan harga pangan, dari minyak goreng yang polemiknya sampai sekarang belum usai, pajak PPN naik 11 persen, kenaikan Pertamax, dan lain-lain, pejabat publik justru mengeluarkan pernyataan yang tidak sepantasnya.

Kedua, rakyat tidak cengeng, tetapi kebijakan yang ada memang menyusahkan rakyat. Sebagaimana contoh, bilang jangan cengeng hadapi kenaikan harga. Sebenarnya rakyat tidak cengeng, tetapi rakyat memang sedang kesusahan. Ketika harga-harga naik, wajar rakyat mengeluh, ini bukan cengeng. Karena, imbas pandemi masih dirasakan rakyat, hidup kian susah, cari kerja juga susah, di saat yang sama biaya hidup semakin mahal. 

Ketiga, pernyataan tersebut seolah-olah menunjukkan pejabat publik yang nirempati. Seperti tidak paham kondisi lapangan rakyatnya. Karena bicara soal ekonomi bukan cuma soal hitung-hitungan angka, tetapi bagaimana fakta yang terjadi di masyarakat. Seyogyanya, pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang meringankan biaya hidup rakyat. Bukan malah sebaliknya. 

Keempat, seharusnya pemerintah melakukan muhasabah nasional. Muhasabah terkait kondisi ekonomi yang semakin semrawut dan menyengsarakan. Seharusnya pemerintah jujur kesengsaraan ini terjadi karena masalah sistemis. Sehingga solusi yang dibutuhkan juga solusi sistemis bukan tambal sulam atau cuma solusi ganti orang semata. Sebagai contoh, mengapa BBM naik padahal Indonesia negeri kaya akan minyak bumi? Mengapa minyak goreng mahal, padahal Indonesia kaya akan lahan sawit? Mengapa rakyat kurang sejahtera padahal Indonesia adalah negara yang kaya raya akan sumber daya alam? Sebenarnya adanya pemerintah atau penguasa adalah untuk mengurusi urusan rakyat biar kekayaan yang dimiliki bisa terdistribusi kepada rakyat, bisa dinikmati rakyat. Tetapi, faktanya tidak demikian. 

Oleh karena itu, sudah saatnya pemerintah membuka hati dan mau mendengarkan tawaran-tawaran solusi Islam yang selama ini disiarkan oleh para pendakwah Islam. Solusi sistemis dibutuhkan negeri ini untuk menyelamatkan dari cengkeraman kapitalisme sekuler yang makin liar daya rusaknya. Maka dari itu tidak ada solusi lain kecuali dengan kembali kepada sistem Islam, yakni dengan menerapkan syariat dalam bingkai khilafah Islam. Karena satu-satunya sistem kenegaraan yang dicontohkan dalam Islam oleh Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam adalah sistem khilafah.

Cara Islam Menjaga Ketahanan Pangan

Untuk merealisasikannya khilafah akan menjalankan politik ekonomi Islam dalam pengelolaan pangan serta pertanian .

Secara politik, Syariah Islam menetapkan khilafah wajib bertanggung jawab secara penuh dalam pengurusan hajat publik. Hal ini telah ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam hadits beliau:

“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari) 

Dalam hadis tersebut jelas bahwa para Khalifah, sebagai para pemimpin yang diserahi wewenang untuk mengurus kemaslahatan rakyat, akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT kelak pada hari kiamat, apakah mereka telah mengurusnya dengan baik atau tidak.

Adapun dalam rangka membangun ketahanan pangan negaranya. Ada dua hal utama yang akan dilakukan oleh khilafah. pertama, khilafah bertanggung jawab untuk menjamin berjalannya proses produksi dan akan menjaga stok pangan. 
Karenanya khilafah akan mendukung penuh usaha pertanian yang dilakukan rakyatnya. Seperti memberikan kemudahan mengakses bibit terbaik, teknologi pertanian terbaru, menyalurkan bantuan subsidi, membangun infrastruktur pertanian, jalan, komunikasi dan perairan. Termasuk khilafah juga menyelenggarakan riset riset pendidikan, pelatihan dan pengembangan.

Khilafah juga menerapkan hukum pertahanan dalam Islam sehingga mencegah penguasaan lahan dan menjamin semua lahan tanah terkelola maksimal.

Ekonomi Islam adalah perekonomian yang berbasis sektor riil (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 275). 

Syariat Islam menetapkan bahwa hak kepemilikan tanah pertanian akan hilang jika tanah itu ditelantarkan selama tiga tahun berturut-turut. Negara akan menarik tanah itu dan memberikan kepada orang lain yang mampu mengolahnya. (Al-Nabhani, An-Nizham Al-Iqtishadi fi Al-Islam, hal. 136).

Umar bin Khaththab pernah berkata,”Orang yang membuat batas pada tanah (muhtajir) tak berhak lagi atas tanah itu setelah tiga tahun ditelantarkan.” Umar pun melaksanakan ketentuan ini dengan menarik tanah pertanian milik Bilal bin Al-Harits Al-Muzni yang ditelantarkan tiga tahun. Para sahabat menyetujuinya sehingga menjadi Ijma’ Sahabat (kesepakatan para sahabat Nabi saw) dalam masalah ini. ( (Al-Nabhani, An-Nizham Al-Iqtishadi fi Al-Islam , Juz II hal. 241).

Islam memandang kegiatan ekonomi hanya terdapat dalam sektor riil seperti pertanian, industri, perdagangan, dan jasa. Dari sektor inilah kegiatan ekonomi didorong untuk berkembang maju. Islam tidak mengenal kegiatan ekonomi sistem pasar modal seperti jual-beli saham, sekuritas dan obligasi.

Kedua, pada aspek distribusi dan stabilitas harga. Secara prinsip, distribusi dan pembentukan harga dalam pandangan Islam mengikuti hukum permintaan dan penawaran yang terjadi secara alami tanpa adanya intervensi pemerintah khilafah. Khilafah hanya perlu melakukan pengawasan jika terjadi kondisi yang tidak normal. 

Pada kondisi harga tidak normal, Khilafah akan mengambil dua kebijakan utama. Pertama yaitu, menghilangkan penyebab distorsi pasar seperti penimbunan dan kartel. Kedua, dengan menjaga keseimbangan suplai dan demand.
Untuk mempengaruhi harga, negara mengintervensi melalui mekanisme pasar. Negara juga tidak mengenakan cukai atas komoditas yang datang dari negara lain jika negara tersebut tidak memungut cukai atas komoditas yang dibawa warga negara khilafah. Inilah pola hubungan dagang internasional yang adil dan tidak saling mengeksploitasi. 

Inilah tanggung jawab penuh dari khilafah untuk menjamin pemenuhan pangan rakyat secara merata, mencukupi dan harganyapun terjangkau. Rakyat tidak lagi merasa was-was ataupun takut kebutuhannya tidak tercukupi.

Dukungan total khilafah bagi masyarakat dalam berproduksi tentu akan menggairahkan petani dalam bertani. Petani akan merasa aman untuk menanam dan menjual hasil panen tanpa takut harga anjlok. Begitu pula distribusi yang dikawal khilafah akan menciptakan pasar yang sehat. Masyarakat dapat bersaing sehat dalam memperjual belikan barang dagangannya. Masyarakat juga akan termotivasi memberikan hasil terbaik untuk bisa diperdagangkan dan dikonsumsi. Sehingga apabila pengurusan pangan dalam negeri telah dikelola dengan baik, maka kebutuhan untuk impor pangan akan hilang. Maka secara otomatis ketahanan dan kedaulatan pangan benar-benar terwujud.

Ekonomi Islam menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Di dalam negeri, Khilafah menjalankan politik ekonomi yang bertujuan menjamin pemenuhan kebutuhan pokok setiap warga negara. Khilafah juga mendorong warga dapat memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya dalam batas-batas kemampuan yang mereka miliki.

Dalam hubungan dagang internsional. Khilafah akan bertransaksi dengan negara-negara lain hanya jika secara politik negara tersebut terikat perjanjian damai dengan negara khilafah. Hubungan dagang internasional tidak dilakukan atas motif keserakahan menguasai perekonomian luar negeri, melainkan untuk mendapatkan manfaat dari pertukaran, baik dari sisi kebutuhan akan suatu komoditas barang maupun dari keuntungan ekonomi.

Begitu sempurnanya Islam dalam mengatur segala urusan dan menyelesaikan berbagai masalah kehidupan manusia. Karena aturan islam berasal dari Zat yang maha adil yaitu, Allah SWT.[]

Oleh: Nabila Zidane (Mutiara Umat Institute) dan Ika Mawarningtyas (Mutiara Umat Institute) 

Posting Komentar

0 Komentar