Cekal Ustaz Abdul Somad dari Singapura: Inikah Bentuk Islamofobia dan Segregasi Politik Global pada Islam?


TintaSiyasi.com -- Kabar Ustaz Abdul Shomad yang dicekal dari Singapura (Senin, 16 Mei 2022) telah menjadi perbincangan hangat di media sosial. Ustaz Abdul Shomad mempertanyakan, mengapa dirinya dicekal? Padahal, bukan teroris, bukan pembawa narkoba, dan lain-lain. Ustaz Abdul Shomad meminta klarifikasi kepada Singapura. Selasa malam dikonfirmasi dari CNNIndonesia.com (17/5/2022). Ustaz Abdul Somad dianggap tidak bisa diterima oleh masyarakat Singapura yang cenderung multi-ras dan multi-agama. "Somad dikenal menyebarkan ajaran ekstremis dan segregasi, yang tidak dapat diterima di masyarakat multi-ras dan multi-agama Singapura," mengutip situs resmi Kemendagri Singapura. 
 
"Misalnya, Somad telah mengkhotbahkan bahwa bom bunuh diri adalah sah dalam konteks konflik Israel-Palestina, dan dianggap sebagai operasi 'syahid'." Selain itu, Somad juga pernah menyatakan di hadapan publik bahwa penganut agama selain Islam adalah kafir. Pernyataan itu sangat serius bagi Pemerintah Singapura yang penduduknya terdiri dari beragam penganut agama. "Pemerintah Singapura memandang serius siapa pun yang menganjurkan kekerasan dan/atau mendukung ajaran ekstremis dan segregasi. Somad dan teman perjalanannya ditolak masuk ke Singapura," mengutip situs resmi Kemendagri Singapura. 
 
Segregasi adalah pemisahan tindakan atau hukum kepada suatu golongan. Apa yang disampaikan Singapura sebenarnya adalah bentuk islamophobia akut. Ketakutan pemerintah Singapura itu terlihat saat memaparkan alasan mencekal UAS karena penyebutan kata kafir yang mereka permasalahkan. Padahal, kata kafir adalah terminologi yang ada pada ajaran Islam. Sebutan kafir berasal dari Al-Qur’an, apakah salah Ustaz Abdul Shomad menyampaikan ajaran Islam? Tak hanya itu, justru pemerintah Singapura yang melakukan segregasi pada Islam. Keberpihakan Singapura pada Israel dan politik global yang dikomando Amerika Serikat (AS) kental sekali.

Membantah Tudingan Pemerintah Singapura pada UAS dan Membongkar Hubungan Cekal dengan Islamofobia dan Segregasi Politik Global pada Islam 
 
Cekal yang diterima UAS telah menghebohkan publik. Fadli Zon sempat mengomentari, deportasi yang diterima UAS ini adalah penghinaan. Terlebih ketika mendapatkan alasan dari pemerintah Singapura terkait alasan deportasi tersebut. Dari hal tersebut ada beberapa yang perlu dikritisi. Pertama, UAS menyebarkan ajaran Islam. Keliru jika menganggap ajaran Islam ajaran yang ekstrem dan menimbulkan segregasi. Justru sikap pemerintah Singapura telah menggambarkan sikap segregasi pada Islam. 

Padahal Islam itu ya Islam, tidak ada ekstrem dan menimbulkan segregasi. Islam terbukti mampu menyatukan 2/3 dunia di bawah naungan khilafah Islam pada zamannya. Di situ terbukti Khilafah Islamiah menyatukan umat dari berbagai ras, suku, dan agama. Lalu di mana yang menimbulkan segregasi?

Kedua, sikap Singapura mengokohkan posisinya sebagai corong kapitalisme global. Apa yang disampaikan Singapura tak lepas dari apa yang disampaikan RAND Corporation. Diketahui lembaga tink tank tersebut sudah membagi umat Islam menjadi 4 kelompok. Yakni, kelompok Islam fundamentalis, tradisional, moderat, dan liberal. Kelompok fundamentalis yang mendakwahkan Islam secara kaffah dan ingin hidup di bawah payung hukum Islam sering dicap ekstrem dan radikal. Padahal, yang diinginkan tersebut adalah ajaran Islam. Apa salahnya?  

Ketiga, sikap Singapura menunjukkan sebagai pendukung penjahat kemanusiaan nomor satu di dunia, yakni Israel. Kebiadaban Israel dalam menyerang, membantai, dan kebrutalannya sudah tak terbantahkan lagi. Puluhan tahun Israel merebut Al-Aqsa dan zalim pada umat Islam di sana. Tiba-tiba Singapura tidak cocok dengan pendapat UAS soal bom bunuh diri. Apakah Singapura lupa sudah berapa ledakan yang diluncurkan Israel dalam membantai umat Islam di sana?

Beginilah standar ganda kemanusiaan dan HAM ala kapitalisme. Jika yang terenggut adalah HAM umat Islam, mereka diam membisu. Tetapi, jika HAM mereka dalam bermaksiat dan menyebarkan kemungkaran terusik, mereka ramai-ramai menggembar-gemborkan HAM. 

Keempat, pemerintah Singapura mengidap islamofobia radikal. Sekarang begini, yang memiliki terminologi kafir adalah ajaran Islam. Dalam Islam, mereka yang tidak meyakini Islam disebut kafir. Lalu, mengapa mereka marah disebut kafir? Sebutan itu adalah ajaran Islam, jika ada ulama menyebut yang bukan Islam kafir itu adalah perintah agama. Lalu salahnya di mana? Mengapa mereka marah dengan terminologi yang ada pada Islam? Jika tidak sepakat dengan ajaran Islam ya dihargai dan dihormati. Sebagaimana mereka meminta menghargai dan menghormati keyakinan mereka. 

Jika UAS ceramah ditujukan kepada umat Islam, lalu salahnya di mana? Seharusnya, jika ikut mendengarkan ceramah tersebut, sikapi itu sebagai ajaran umat Islam, tidak malah membuat stigma ajaran ekstremis dan menimbulkan segregasi. Ini membuktikan pemerintah Singapura mengidap islamofobia radikal. Islamofobia ini terjadi karena tidak paham tentang Islam dan terbawa opini yang dibuat oleh bramacorah kapitalisme sekuler Amerika Serikat dan Israel. 

Kelima, hipokrit. Negara penganut demokrasi dan menjunjung tinggi HAM ternyata tidak mampu membiarkan kebebasan bicara terhadap ulama besar, yakni Ustaz Abdul Shomad (UAS). UAS menyampaikan di hadapan umat Islam, lalu salahnya di mana? Mengapa seolah-olah pemerintah Singapura yang kebakaran jenggot?

Keenam, jika apa yang disampaikan UAS dituduh sebagai ajaran ekstremis dan menimbulkan segregasi. Hal ini patut diduga kuat adalah tuduhan yang bisa terkategori menghina dan melecehkan Islam. Seharusnya pemerintah Indonesia mampu bersikap serius terhadap klarifikasi yang disampaikan pemerintah Singapura tersebut. Tetapi, jika pemerintah Indonesia membiarkan, ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia dan Singapura itu bagaimana setali tiga uang.

Apa yang diterima UAS ini sejatinya menunjukkan lemahnya posisi umat Islam hari ini. Di mana saja mereka berada, seolah-olah tidak lepas dari sikap penghinaan, diskriminasi, dan persekusi dari jeratan kapitalisme sekuler. Dari rezim zalim, diktator, otoriter, dan sebagainya, hingga sistem yang tidak pernah menegakkan keadilan untuk umat Islam. Kondisi ini terjadi karena umat Islam tidak memiliki junnah/perisai, yakni institusi khilafah Islam. Oleh karena itu, keliru jika umat Islam hari ini berharap pada HAM dan demokrasi. Umat Islam harus mulai memupuk harapannya pada Khilafah Islamiah, dan berupaya mengembalikannya. Karena hanya dengan itu umat Islam menjadi umat terbaik yang bermartabat dan terjaga kemuliaannya.

Dampak Islamofobia dan Segregasi Politik Global pada Islam

Rentetan kezaliman yang diterima umat Islam seolah-olah tidak ada habisnya. Akibat penerapan sistem kapitalisme sekuler. Kapitalisme sekuler telah memutarbalikkan fakta. Seharusnya dunia ini mencintai dan menerima Islam, ditakut-takuti sehingga dunia mengidap islamofobia radikal. 

Bicara fitrah manusia, manusia adalah ciptaan Allah Subhanahuwa taala. Fitrahnya manusia adalah menerima Islam dengan ikhlas dan totalitas. Tetapi, akibat kapitalisme sekuler, Islam justru ditolak mentah-mentah. Bayangkan? Sebenarnya manusia menolak Islam itu mengingkari fitrahnya sebagai hamba Tuhan. 

Karena jika manusia mau berpikir menggunakan akalnya, dia pasti akan menemukan akidah lurus yang sesuai dengan fitrahnya, memuaskan akal, dan menentramkan jiwanya. Tidak seperti ini yang terjadi, meninggikan hati dan menolak Islam dengan berbagai alasan yang menuruti syahwatnya semata. Dampak dari islamofobia dan segregasi politik pada Islam adalah sebagai berikut. 

Pertama, umat Islam terpecah belah. Umat Islam yang seharusnya bersatu dalam ikatan akidah Islam, karena wacana islamofobia yang disuarakan Barat membuat ikatan akidah umat rusak. Seolah-olah mereka sedang membuat dikotomi, yakni, umat Islam yang pro Barat dan anti Barat.

Kedua, dakwah Islam menjadi terhambat. Islamofobia telah mengakibatkan dakwah Islam yang seharusnya diterima umat menjadi ditolak umat. Ada beberapa umat yang terbawa opini islamofobia yang digencarkan Barat. Begitu juga dengan segregasi politik pada Islam telah mengkotak-kotakkan umat Islam.

Ketiga, monsterisasi ajaran Islam. Bagaimana bisa hanya karena mengucapkan kata kafir UAS dideportasi? Sungguh ini adalah bentuk monsterisasi terminologi kafir. Padahal kata kafir ini adalah ajaran Islam, mengapa umat yang yakin pada Islam dilarang menyuarakannya? Ini aneh sekali, mengapa orang yang diluar Islam ngatur-ngatur urusan umat Islam? Walhasil yang terjadi adalah monsterisasi ajaran Islam. 

Keempat, mengadu domba umat Islam. Adanya islamofobia yang disuarakan oleh Barat telah mengadu domba umat Islam. Antar-umat Islam saling bermusuhan karena propaganda yang digencarkan Barat. Sehingga ada umat Islam yang seharusnya mendukung Islam justru memusuhi Islam. 

Kelima, marak diskriminasi dan persekusi pada umat Islam. Fakta diskriminasi dan persekusi sering dialami umat Islam. Sebagaimana yang sedang menimpa UAS saat ini. Keenam, cengkeraman Barat makin kuat. Islamofobia yang berkembang di tengah umat Islam menunjukkan hegemoni Barat makin kuat. 

Sehingga, harus ada upaya umat Islam untuk meluruskan kembali pemikirannya agar tidak teracuni dengan agenda islamofobia Barat. Selain itu umat Islam harus memahami agenda islamofobia adalah gerakan yang terstruktur, masif, dan sistematis dalam sistem kapitalisme sekuler. Nafas-nafas islamofobia senantiasa digencarkan oleh penjaga kapitalisme sekuler agar sistem ini tidak runtuh. Maka, selain melawan islamofobia, umat Islam harus keluar dari tatanan rusak kapitalisme sekuler dan mewujudkan kehidupan Islam di bawah naungan khilafah Islam.

Strategi Islam dalam Melawan Islamofobia, dan Segregasi Politik Global

Dalam Islam kedudukan seorang berilmu dimuliakan. Begitu juga kedudukan ulama. Tidak sepantasnya ulama dideportasi, seharusnya urusannya dimudahkan. Tetapi, itu tidak terjadi ketika kapitalisme sekuler yang diterapkan secara global. Justru Barat menciptakan segregasi dan alienisasi pada umat Islam. Di balik islamofobia ada aroma anti Islam yang terus dipropagandakan Barat secara global. Untuk melawan islamofobia tersebut. Ada beberapa catatan penting sebagai berikut. 

Pertama, mendakwahkan Islam secara totalitas. Ajaran Islam harus dipromosikan secara sempurna, tidak boleh prasmanan ketika mendakwahkan Islam. Disukai atau tidak disukai oleh pandangan manusia, dakwah Islam harus terus disyiarkan. Kedua, meluruskan akidah umat Islam. Harus ada upaya pemurnian akidah terhadap Islam, ketika umat Islam sudah lurus dan kuat akidahnya, kebenaran apa pun yang disampaikan oleh Islam akan diterima dengan mudah dan lapang dada. 

Ketiga, mengkampanyekan solusi-solusi Islam dalam menyelesaikan problematika kehidupan. Umat Islam perlu tahu dan diedukasi, syariat Islam mampu memecahkan segala bentuk permasalahan umat di sepanjang zamannya. Sehingga mereka menyadari, solusi-solusi ala kapitalisme sekuler adalah solusi yang membuat masalah jadi tambah runyam. 

Keempat, melawan narasi islamofobia yang didengungkan Barat. Segala narasi provokatif yang menyudutkan Islam dan beraroma islamofobia wajib dilawan. Jangan sampai umat Islam terbawa arus yang sedang dibangun Barat. Kelima, mewujudkan kecintaan pada Islam dengan negara ketundukan yang totalitas. Keenam, mendakwahkan sistem kehidupan Islam, yakni Khilafah Islamiah agar umat mau diatur di bawah kepemimpinan Islam. 

Umat Islam harus memahami karut marutnya kehidupan saat ini terjadi karena diterapkannya aturan yang bernafaskan kapitalisme sekuler. Sehingga problematika kehidupan muncul dari berbagai lini kehidupan. Hal ini harus ada kesetujuan dari umat Islam ketika memahami akar masalah problematika kehidupan. Sehingga, ketika benar memahaminya, akan mudah memberikan solusinya pula. 

Harapannya, umat Islam tidak berharap pada sistem batil demokrasi kapitalisme sekuler dalam mengatur kehidupannya, tetapi hanya berharap pada Islam dan berada dalam payung kehidupan Islam di bawah naungan khilafah Islam. Karena tanpa khilafah Islam umat Islam akan tetap seperti ini, dizalimi dan jadi pembebek islamofobia Barat. Diwujudkannya kehidupan Islam dalam naungan khilafah adalah cara untuk menyatukan umat Islam, menjaga akidah umat Islam, menjada kemuliaan Islam, dan menguatkan syiar Islam di seluruh dunia.

Dari paparan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama. Tudingan yang disampaikan pemerintah Singapura kepada UAS adalah keliru dan tidak menghormati keyakinan umat Islam. Justru pemerintah Singapura yang telah menciptakan segregasi pada Islam dan menyebarkan islamofobia di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kedua. Dampak islamofobia dan segregasi politik global pada Islam adalah memecah belah umat Islam, menghambat dakwah Islam, monsterisasi ajaran Islam, mengadu domba umat Islam, diskriminasi pada umat Islam, dan bentuk cengkeraman Barat makin kuat. Sehingga, harus ada upaya umat Islam untuk meluruskan kembali pemikirannya agar tidak teracuni dengan agenda islamofobia Barat. Selain itu umat Islam harus memahami agenda islamofobia adalah gerakan yang terstruktur, masif, dan sistematis dalam sistem kapitalisme sekuler. Nafas-nafas islamofobia senantiasa digencarkan oleh penjaga kapitalisme sekuler agar sistem ini tidak runtuh. Maka, selain melawan islamofobia, umat Islam harus keluar dari tatanan rusak kapitalisme sekuler dan mewujudkan kehidupan Islam di bawah naungan khilafah Islam.

Ketiga. Umat Islam harus terus mendakwahkan Islam secara totalitas dan melawan narasi islamofobia Bart. Umat Islam harus memahami karut marutnya kehidupan saat ini terjadi karena diterapkannya aturan yang bernafaskan kapitalisme sekuler. Sehingga problematika kehidupan muncul dari berbagai lini kehidupan. Hal ini harus ada kesetujuan dari umat Islam ketika memahami akar masalah problematika kehidupan. Sehingga, ketika benar memahaminya, akan mudah memberikan solusinya pula.


Oleh: Ika Mawarningtyas
Dosol Uniol 4.0 Diponorogo dan Mutiara Umat Institute
MATERI KULIAH ONLINE UNIOL 4.0 DIPONOROGO (Rabu, 18 Mei 2021)
Di bawah asuhan Prof. Dr. Suteki, S.H., M. Hum.
#Lamrad
#LiveOpperesedOrRiseUpAgainst

Posting Komentar

0 Komentar