Bolehkah Shalat dan Berkhutbah Idulfitri pada Tanggal 2 Syawal?

 
Tanya:

Ustaz, bolehkah seseorang yang sudah shalat Idulfitri tanggal 1 Syawal, lalu shalat lagi, atau berkhutbah Idulfitri pada tanggal 2 Syawal?

Jawab:

Tidak boleh hukumnya shalat atau berkhutbah Idulfitri pada tanggal 2 Syawal, karena batas akhir shalat dan khutbah Idulfitri adalah waktu zawal (awal waktu Zuhur) pada tanggal 1 Syawal itu.

Dalil bahwa batas akhir shalat Idulfitri adalah waktu zawal, ditunjukkan oleh hadits berikut ini :

عن أبي عُميرِ بنِ أنسِ بنِ مالكٍ، قال: حدَّثني عُمومتي، من الأنصارِ من أصحابِ رسولِ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم قالوا: أُغْمَي علينا هلالُ شوال، فأصبحنا صيامًا، فجاءَ ركبٌ من آخِر النهار، فشهِدوا عندَ النبيِّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم أنَّهم رأوُا الهلالَ بالأمس، فأمَرَهم رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم أن يُفطِروا، وأنْ يَخرُجوا إلى عيدِهم من الغدِ

Dari Abu 'Umair bin Anas bin Malik RA, dia berkara, "Telah meriwayatkan kepadaku paman-pamanku dari golongan Anshar dari para sahabat Rasulullah SAW, bahwa mereka berkata, 'Telah tertutup awan bagi kami hilal Syawal, maka pada pagi harinya kami tetap berpuasa. Datanglah kemudian satu rombongan pada sore hari, dan mereka pun bersaksi kepada Nabi SAW bahwa mereka telah melihat hilal kemarin. Maka Rasulullah SAW memerintahkan mereka untuk berbuka, dan juga memerintahkan untuk shalat Idulfitri pada keesokan harinya." (HR Ahmad, no. 20.603; Al Baihaqi, dalam As-Sunan Al-Kubra, 3/316; hadits ini dinilai shahih oleh Imam Syaukani dalam As-Sailul Jarrar, 1/291; dan oleh Syekh Al-Albani dalam Shahih Sunan Ibnu Majah, no. 1348). 

Lihat : https://dorar.net/feqhia/1716/

Hadis tersebut menunjukkan bahwa jika informasi rukyatul hilal datangnya pada waktu sore hari (akhir an-nahar), yakni berarti sudah melampaui waktu zawal (awal waktu Zuhur), maka shalat Idulfitrinya tidak dapat lagi dilaksanakan pada hari itu (tanggal 1 Syawal), melainkan dilaksanakan pada keesokan harinya (tanggal 2 Syawal). 

Ini berarti batas akhir shalat Idulfitri adalah tibanya waktu zawal (waktu awal Zuhur) pada tanggal 1 Syawal. 

Demikianlah menurut kesepakatan (ijmak) para ulama, yakni tak ada khilafiyah di antara mereka dalam masalah ini.

Imam Ibnu Hazm berkata: 

واتَّفقوا أنَّ من صفاء الشمس إلى زوالها وقتٌ لصلاة العيدين على أهل الأمصار ((مراتب الإجماع)) (ص: 32).

"Para ulama sepakat bahwa sejak matahari bersinar terang hingga zawal-nya matahari (awal waktu Zuhur) adalah waktu untuk sholat Idulfitri dan Iduladha bagi penduduk kota." (Ibnu Hazm, Maratibul Ijma', hlm. 32).

Ibnu Rusyd berkata: 

واتَّفقوا على أنَّ وقتها... إلى الزوال . ((بداية المجتهد)) (1/229).

"Para ulama sepakat bahwa waktu sholat Idulfitri dan Iduladha...adalah hingga waktu zawal (awal waktu Zuhur)." (Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, 1/229). 

Imam Syarbaini Khathib berkata: 

وأمَّا كون آخر وقتها- أي: صلاة العيد- الزوال، فمُتَّفق عليه ((مغني المحتاج)) (1/310).

"Adapun bahwa batas akhir shalat Idulfitri dan Iduladha itu adalah waktu zawal (waktu awal Zuhur), maka itu sudah disepakati ulama." (Syarbaini Khathib, lMughni al-Muhtaj, 1/310).

Imam Syaukani berkata: 

وقال بعضُ العلماء: وهي من بعد انبساطِ الشَّمس إلى الزوال، ولا أعرِف فيه خلافًا ((الدَّراري المضية)) (1/118).

"Sebagian ulama berkata, '[waktu shalat Idulfitri dan Iduladha] adalah sejak terangnya sinar matahari hingga zawal (awal waktu Zuhur), dan saya tidak melihat ada khilafiyah dalam masalah ini." (Ad-Darari al-Mudhi'ah, 1/118). 

(Lihat : https://dorar.net/feqhia/1716/).

Dari kutipan-kutipan tersebut, jelaslah bahwa batas akhir waktu shalat Idulfitri adalah tibanya waktu zawal (waktu awal Zuhur) pada tanggal 1 Syawal.

Jadi, kalau seseorang meyakini hari Ahad kemarin adalah tanggal 1 Syawal, maka tidak boleh pada hari Senin ini, yakni tanggal 2 Syawal, dia shalat atau berkhutbah Idulfitri. Yang demikian itu karena berarti dia telah shalat atau berkhutbah Idulfitri pada waktu yang telah melampaui waktu yang disyariatkan, yaitu sejak matahari bersinar terang (waktu Duha) hingga waktu zawal (awal waktu Zuhur) pada tanggal 1 Syawal.

Kecuali jika dia memperoleh info rukyatulhilal yang datang terlambat melampaui waktu zawal (waktu awal Zhuhur) tanggal 1 Syawal, misal pukul 14.00 WIB atau pukul 17.00 WIB tanggal 1 Syawal, maka dia boleh shalat dan berkhutbah Idul Fitri pada tanggal 2 Syawal.

Dalil kebolehannya adalah hadits dari Abu 'Umair bin Anas bin Malik RA yang sudah kami kutip di atas, bahwa Nabi SAW memperoleh kesaksian rukyatul hilal baru pada sore hari tanggal 1 Syawal. Maka kemudian Nabi SAW lalu memerintahkan untuk berbuka saat itu juga, dan juga memerintahkan untuk sholat Idulfitri pada keesokan harinya (tanggal 2 Syawal). (https://dorar.net/feqhia/1716/).

Kesimpulannya, tidak boleh hukumnya shalat atau berkhutbah Idulfitri pada tanggal 2 Syawal, karena batas akhir shalat dan khutbah Idulfitri adalah waktu zawal (awal waktu Zuhur) pada tanggal 1 Syawal.

Memang ada sebagian ulama yang membolehkan sholat dan berkhutbah Idulfitri pada tanggal 2 Syawal, dengan alasan ada hadis-hadis yang menunjukkan bolehnya melaksanakan shalat yang sama dua kali. 

Di antara dalil-dalil tersebut adalah sbb;

Dalil pertama, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar, dia berkata, telah menceritakan kepada kami Ghundar berkata, dia telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari ‘Amru berkata, Aku mendengar Jabir bin ‘Abdullah berkata, "Mu’adz bin Jabal pernah shalat bersama Nabi SAW dia lalu kembali pulang dan mengimami kaumnya shalat Isya.“ (HR Bukhari, no. 660).

Dalil kedua, telah menceritakan kepada kami Yahya dari Ibnu ‘Ajlan, dia telah menceritakan kepadaku ‘Ubaidullah Bin Muqsim dari Jabir bin Abdullah, "Sesungguhnya Muadz bin Jabal shalat Isya bersama Rasulullah SAW, kemudian mendatangi kaumnya lalu shalat menjadi imam mereka shalat Isyak juga”. (HR Ahmad, no. 13723)

Dalil ketiga, telah menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan kepada kami Ma’n bin Isa dari Sa’id bin As-Sa`ib dari Nuh bin Sha’sha’ah dari Yazid bin Amir dia berkata, "Saya pernah datang ke masjid sementara Nabi SAW dalam keadaan shalat. Saya lalu duduk dan tidak shalat bersama mereka. Lalu Rasulullah SAW pergi dan melihat Yazid sedang duduk. Beliau bersabda, “Apakah kamu belum masuk Islam wahai Yazid?” Dia menjawab, "Tentu wahai Rasulullah, saya telah masuk Islam." Rasulullah SAW bersabda, “Lalu apa yang menghalangimu untuk shalat bersama jemaah?” Dia menjawab, "Saya telah shalat di rumahku dan saya menyangka kalian telah selesai shalat. Maka beliau bersabda, “Apabila kamu datang ke shalat jemaah, lalu kamu mendapati orang-orang sedang shalat, maka shalatlah bersama mereka, meskipun kamu telah shalat, shalatmu itu sebagai nafilah (shalat sunnah) bagimu, dan yang ini (yang sebelumnya) menjadi yang wajib.” (HR Abu Daud, no. 489; Ahmad, no. 18209).

Demikianlah sebagian dalil yang dikemukakan ulama yang membolehkan shalat dan berkhutbah Idulfitri pada tanggal 2 Syawal, dengan alasan dari hadis-hadis itu dapat diistinbat hukum syarak umum, yaitu boleh hukumnya melaksanakan shalat yang sama dua kali. 

Jawaban kami adalah, dalil-dalil tersebut tidak dapat menjadi dalil bolehnya sholat Idulfitri pada tanggal 2 Syawal, karena hadis-hadis tersebut topiknya (maudhu'-nya) khusus berkaitan dengan shalat wajib lima waktu, bukan berkaitan dengan shalat Idulfitri atau shalat Iduladha.

Tidak dapat diistinbat dari hadis-hadis tersebut suatu hukum umum bahwa boleh hukumnya shalat yang sama dilakukan dua kali, kecuali shalat lima waktu, karena maudhu' (topik) hadis-hadis tersebut berkaitan dengan shalat wajib lima waktu, seperti shalat Isya, sebagaimana nampak jelas pada sababul wurud untuk hadis pertama dan hadis kedua. 

Adapun generalisasi hadis-hadis tersebut dari lafal-lafal umumnya hingga mencakup shalat di luar shalat waktu, seperti shalat Idulfitri dan Iduladha, tidak dapat diterima.

Kaidah ushul fiqih dalam masalah ini menyebutkan: 

عموم اللفظ في خصوص السبب هو عموم في موضوع الحادثة و السؤال وليس عموما في كل شيء

"Keumuman kata (lafal) berdasarkan sebab yang khusus, hanyalah berlaku umum untuk topik (maudhu') dalam peristiwa dan pertanyaan (yang menjadi sababul nuzul ayat atau sababul wurud hadis), tidak dapat diambil kesimpulan hukum umum untuk segala sesuatu." (Taqiyuddin An-Nabhani, al-Syakhshiyah Al-Islamiyah, 3/243).

Dengan demikian, hadis-hadis di atas hanya dapat diberlakukan untuk shalat wajib yang lima waktu, tidak dapat diberlakukan untuk shalat Idulfitri atau Iduladha.

Maka dari itu, kalau seseorang meyakini hari Ahad kemarin adalah 1 Syawal, tidak boleh pada hari Senin ini yakni 2 Syawal, dia shalat atau berkhutbah Idulfitri.

Kecuali jika dia memperoleh info rukyatul hilalnya terlambat melampaui waktu zawal (awal waktu Zuhur) tanggal 1 Syawal, misal pukul 14.00 atau 17.00 tanggal 1 Syawal, maka dia boleh sholat dan berkhutbah Idul Fitri pada tanggal 2 Syawal.

Wallahu a'lam

Yogyakarta, 2 Syawal 1443 / 2 Mei 2022


Oleh: K.H. M. Shiddiq Al Jawi
Ahli Fiqih Islam 

Posting Komentar

0 Komentar