Bolehkah Khotbah Idulfitri pada Tanggal 2 Syawal?


Tanya: 

Para ulama sudah menjelaskan bahwa batas akhir untuk waktu shalat Idulfitri adalah waktu zawal (awal waktu Zuhur) tanggal 1 Syawal. Lalu bagaimana ceritanya, dari penjelasan tersebut, disimpulkan bahwa batas akhir khotbah Idulfitri adalah juga waktu zawal (awal waktu Zuhur) tanggal 1 Syawal? Bukankah para ulama hanya menjelaskan batas akhir untuk waktu shalat Idulfitri, tidak menjelaskan batas akhir untuk waktu khotbah Idulfitri?

Jawab:

Memang para ulama tidak merinci secara eksplisit bahwa batas akhir untuk waktu khotbah Idulfitri adalah waktu zawal (awal waktu Zuhur). Yang mereka jelaskan, memang hanya batas akhir untuk waktu Shalat Idulfitri (dan Iduladha), seperti misalnya yang diterangkan oleh Imam Syarbaini Khathib :
 
وأمَّا كون آخر وقتها- أي: صلاة العيد- الزوال، فمُتَّفق عليه ((مغني المحتاج)) (1/310).

"Adapun batas akhir untuk waktu shalat Idulfitri dan Iduladha itu adalah waktu zawal (waktu awal Zuhur), maka itu sudah disepakati ulama." (Syarbaini Khathib, Mughni al-Muhtaj, 1/310).

Tetapi apakah, dari penjelasan para ulama itu, kita kemudian bebas berkhotbah Idulfitri kapan saja? Misalnya, kita memang shalat Idulfitrinya tanggal 1 Syawal, tetapi kemudian kita berkhotbah Idulfitri tanpa shalat tanggal pada 2 Syawal. Apakah waktu khotbah Idulfitri itu bisa bebas dilakukan kapan saja seperti itu, terlepas dari waktu shalat Idulfitrinya?

Jawabannya, sesungguhnya khotbah Idulfitri itu dari segi waktu, mengikuti waktu Shalat Idulfitri, bukan bebas dilakukan kapan saja, misalnya tanggal 2 Syawal, atau tanggal 3 Syawal, atau tanggal 4 Syawal, atau tanggal 5 Syawal, dan seterusnya.

Titik tolaknya, khotbah Idulfitri itu merupakan satu cabang hukum atau satu rangkaian hukum dari shalat Idulfitrinya itu sendiri. Maka dari itu, waktu khotbah Idulfitri itu tidaklah terpisah dari waktu shalat Idulfitri, melainkan mengikuti waktu shalat Idulfitrinya itu sendiri, bukan bebas dilakukan kapan saja.

Bahwa waktu khotbah Idulfitri itu mengikuti waktu shalat Idulfitri, dasarnya adalah kaidah fiqih yang berbunyi :
 
اَلتَّابِعُ تَابِعٌ
 
At taabi’u taabi’un (perkara cabang itu hukumnya mengikuti perkara pokoknya). (M. Shidqi Al Burnu, Mausu’ah Al Qawa’id Al Fiqhiyah, 2/158).

Dengan demikian, jika kita sudah shalat Idulfitri pada tanggal 1 Syawal, tidak boleh hukumnya kita berkhotbah Idulfitri pada tanggal 2 Syawal, meski kita hanya khotbah dan tidak mengulangi shalat Idulfitrinya.

Hal ini dikarenakan waktu khotbah Idulfitrinya sudah lewat, yakni paling lambat tanggal 1 Syawal pada waktu zawal, mengikuti waktu shalat Idulfitrinya itu sendiri.

Jelaslah bahwa waktu khotbah Idulfitri itu dari segi waktunya, mengikuti waktu shalat Idulfitrinya itu sendiri, bukan bebas dilakukan kapan saja.

Dengan demikian, jelas tidak benar pendapat yang membolehkan berkhotbah Idulfitri tanggal 2 Syawal, dengan dalih para ulama hanya menentukan batas akhir waktu untuk shalat Idulfitri, tidak menentukan batas akhir untuk waktu khotbah Idulfitri.

Pendapat tersebut sungguh tidak benar, karena pendapat itu telah memisahkan khotbah Idulfitri dengan shalat Idulfitrinya. Padahal, khotbah Idulfitri itu merupakan satu rangkaian hukum atau cabang hukum yang tidak terpisahkan dari pokok hukumnya, yaitu shalat Idulfitrinya itu sendiri.

Selain itu, pendapat tersebut juga berbahaya. Karena akan muncul konsekuensi logis (muqtadha al-qaul) berupa pendapat bolehnya khotbah Idulfitri kapan saja, tidak hanya boleh pada tanggal 2 Syawal, tetapii juga boleh pada tanggal 3, 4, atau 5 Syawal. Tentu pendapat seperti ini adalah pendapat yang batil dan tidak ada nilainya menurut hukum syarak. 

Sabda Rasulullah SAW:

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُو رَدٌّ

Barangsiapa melakukan suatu perbuatan yang tidak ada tuntunannya dari kami, maka perbuatan itu tertolak. (HR Bukhari no. 2697; Muslim no. 1718).

Wallahu a'lam.

Yogyakarta, 3 Syawal 1443 H / 3 Mei 2022


Oleh: K.H. M. Shiddiq Al Jawi
Ahli Fiqih Islam

Posting Komentar

0 Komentar