Bersikap Tulus kepada Allah

TintaSiyasi.com -- “Barangsiapa  bersikap  tulus kepada Allah, Dia akan melindunginya dari bahaya musuh  dan memberinya  pertolongan,” kata Ibnu Athaillah.

Sobat. Orang yang jujur kepada Allah adalah  yang menjual diri dan hartanya untuk Allah. Ketulusan kepada Allah diumpamakan dengan jual beli. Allah SWT telah membeli diri dan harta kita dengan surga. Di dunia ini Allah memberikan balasan dengan  menyegerakan sesuatu yang sesuai untuk hamba-hamba-Nya yang tulus kepada-Nya. Di antara balasan yang Dia berikan adalah bahwa Dia menjauhkan bahaya serta manfaat dan kebahagiaan.

Allah berfirman :

إِنَّ وَلِـِّۧيَ ٱللَّهُ ٱلَّذِي نَزَّلَ ٱلۡكِتَٰبَۖ وَهُوَ يَتَوَلَّى ٱلصَّٰلِحِينَ   (١٩٦)

Sesungguhnya pelindungku ialahlah yang telah menurunkan Al Kitab (Al Quran) dan Dia melindungi orang-orang yang saleh.” (QS. Al-A’raf (7) : 196).

Sobat. Ayat ini menerangkan lanjutan ucapan Nabi Muhammad di hadapan kaum musyrikin, yaitu bahwa sesungguhnya Allah yang menjadi pelindungnya, yang mengurusi urusannya, dan yang menjadi penolongnya. 

Allah yang menurunkan Al-Qur'an, yang menjelaskan keesaan-Nya dan yang mewajibkan manusia berbakti serta berdoa kepada-Nya dalam segala keadaan. Al-Qur'an itu membentangkan pula kekeliruan dan kebathilan penyembahan berhala. Karena itu Rasulullah SAW tidak memperdulikan berhala-berhala itu dan tidak pula merasa takut kepadanya, meskipun orang-orang musyrikin menakut-nakuti dengan berhala itu. 

Allah juga akan memberikan pertolongan dan perlindungan-Nya kepada hamba-Nya yang saleh, yakni mereka yang memiliki jiwa yang bersih berkat kebersihan akidahnya, dan dari kebersihan jiwa itu lahir amal perbuatan yang luhur, berguna bagi kehidupan pribadi dan masyarakat.

Sobat. Orang yang tulus dan jujur kepada Allah kelak akan mendapatkan balasan surga. Namun, di dunia ia mendapatkan balasan berupa taufik dan hidayah. Seperti  yang telah disebutkan  serta dijauhkan dari bahaya musuh  dan diberi pertolongan.

Allah berfirman dalam QS Yunus ayat 62 :

أَلَآ إِنَّ أَوۡلِيَآءَ ٱللَّهِ لَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ (٦٢)

Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Yunus (10) : 62).

Sobat. Di ayat ini, Allah mengarahkan perhatian kaum Muslim agar mereka mempunyai kesadaran penuh, bahwa sesungguhnya wali-wali Allah, tidak akan merasakan kekhawatiran dan gundah hati.

Sobat. Wali-wali Allah dalam ayat ini ialah orang-orang yang beriman dan bertakwa, sebagai sebutan bagi orang-orang yang membela agama Allah dan orang-orang yang menegakkan hukum-hukum-Nya di tengah-tengah masyarakat, dan sebagai lawan kata dari orang-orang yang memusuhi agama-Nya, seperti orang-orang musyrik dan orang kafir (lihat tafsir Surah al-Anam/6: 51-55).

Sobat. Dikatakan tidak ada rasa takut bagi mereka, karena mereka yakin bahwa janji Allah pasti akan datang, dan pertolongan-Nya tentu akan tiba, serta petunjuk-Nya tentu membimbing mereka ke jalan yang lurus. Dan apabila ada bencana menimpa mereka, mereka tetap sabar menghadapi dan mengatasinya dengan penuh ketabahan dan tawakal kepada Allah (lihat tafsir Surah al-Baqarah/2: 249).

Hati mereka tidak pula gundah, karena mereka telah meyakini dan rela bahwa segala sesuatu yang terjadi di bawah hukum-hukum Allah berada dalam genggaman-Nya. Mereka tidak gundah hati lantaran berpisah dengan dunia, dengan semua kenikmatan yang besar. Mereka tidak takut akan menerima azab Allah di hari pembalasan karena mereka dan seluruh sanubarinya telah dipasrahkan kepada kepentingan agama. Mereka tidak merasa kehilangan sesuatu apapun, karena telah mendapatkan petunjuk yang tak ternilai besarnya (lihat tafsir Surah al-Baqarah/2: 2 dan al-Anfal/8: 29).

Allah Berfirman :

فَلَمَّا فَصَلَ طَالُوتُ بِٱلۡجُنُودِ قَالَ إِنَّ ٱللَّهَ مُبۡتَلِيكُم بِنَهَرٖ فَمَن شَرِبَ مِنۡهُ فَلَيۡسَ مِنِّي وَمَن لَّمۡ يَطۡعَمۡهُ فَإِنَّهُۥ مِنِّيٓ إِلَّا مَنِ ٱغۡتَرَفَ غُرۡفَةَۢ بِيَدِهِۦۚ فَشَرِبُواْ مِنۡهُ إِلَّا قَلِيلٗا مِّنۡهُمۡۚ فَلَمَّا جَاوَزَهُۥ هُوَ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ مَعَهُۥ قَالُواْ لَا طَاقَةَ لَنَا ٱلۡيَوۡمَ بِجَالُوتَ وَجُنُودِهِۦۚ قَالَ ٱلَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُم مُّلَٰقُواْ ٱللَّهِ كَم مِّن فِئَةٖ قَلِيلَةٍ غَلَبَتۡ فِئَةٗ كَثِيرَةَۢ بِإِذۡنِ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ (٢٤٩)

Maka tatkala Thalut keluar membawa tentaranya, ia berkata: "Sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan suatu sungai. Maka siapa di antara kamu meminum airnya; bukanlah ia pengikutku. Dan barangsiapa tiada meminumnya, kecuali menceduk seceduk tangan, maka dia adalah pengikutku". Kemudian mereka meminumnya kecuali beberapa orang di antara mereka. Maka tatkala Thalut dan orang-orang yang beriman bersama dia telah menyeberangi sungai itu, orang-orang yang telah minum berkata: "Tak ada kesanggupan kami pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya". Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata: "Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar". (QS. Al-Baqarah (2) : 249).

Sobat. Tatkala raja Thalut keluar membawa tentaranya berperang melawan orang-orang Amalik, beliau memberi petunjuk lebih dahulu tentang peristiwa-peristiwa yang akan dialami, yaitu bahwa mereka nanti akan diuji oleh Allah dengan sebuah sungai yang mengalir di padang pasir. Beliau memperingatkan bahwa sungai itu bukan sungai biasa tetapi sungai untuk menguji mereka siapa yang teguh imannya dan siapa yang akan tergoda. Beliau berkata, "Siapa minum dari air sungai itu, maka bukanlah ia termasuk pengikutku, dan siapa yang tidak minum, maka ia adalah pengikutku, kecuali jika minum sekadar seciduk tangan saja." Diriwayatkan bahwa ketika Bani Israil melihat Thalut telah kembali, mereka tidak ragu-ragu lagi bahwa mereka akan mendapat kemenangan, karena itu mereka segera mempersiapkan tentara untuk berperang. Atas petunjuk dari raja Thalut maka yang boleh ikut perang itu hanyalah laki-laki yang masih muda dan sehat badannya, tidak diperkenankan seorang yang sedang membangun rumah tetapi belum selesai atau seorang pedagang yang sedang sibuk mengurus perniagaannya dan tidak pula laki-laki yang mempunyai utang dan tidak pula pengantin yang belum berkumpul dengan istrinya. 

Dengan seleksi demikian maka raja Thalut dapat menghimpun 80.000 tentara yang dapat diandalkan untuk berperang. Oleh karena pada waktu mereka berangkat itu adalah musim panas dan penjalanan amat jauh melalui padang pasir, maka mereka mohon agar di tengah perjalanan diberi kesempatan minum dari sungai. Sebagian besar tentara itu tidak menghiraukan peringatan raja Thalut. Mereka minum sepuas hati dari air sungai itu dan ada pula yang minum hanya seciduk tangan, dan sedikit sekali yang tidak minum sama sekali.

Ketika raja Thalut dan orang-orang yang beriman telah menyeberangi sungai itu untuk melangsungkan jihad fi sabilillah, maka berkatalah orang-orang yang telah minum itu, "Kami tidak sanggup pada hari ini untuk melawan Jalut dan tentaranya." Jalut itu adalah seorang yang besar tubuhnya dan menjadi raja bagi orang-orang Amalik.

Sobat. Ucapan demikian itu tidak menakutkan tentara Thalut yang beriman yang berkeyakinan akan menemui Allah pada hari Kiamat dengan penuh keteguhan hati. Mereka berkata, "Betapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak, dengan izin Allah. Sebab Allah menyertai orang-orang yang sabar dengan pertolongannya.

Sobat. Peringatan Ibnu Athaillah. “Orang yang banyak berbicara tentang tauhid tetapi tidak memedulikan  syariat  berarti  telah mencampakkan dirinya dalam samudera kekufuran. Jadi orang yang betul-betul alim dan tulus kepada Allah  adalah yang didukung oleh hakikat dan terikat oleh syariat.”

Abu Laits As-samarqandi dalam kitabnya Tanbihul Ghafilin, dari Anas ra, beliau menyebutkan  ada tiga macam manusia yang dilindungi Allah  SWT  kelak  di hari  kiamat, yaitu :

Pertama. Orang yang menyambung ikatan kekeluargaan  dipanjangkan usianya, dilapangkan kuburnya dan juga rezekinya.

Kedua. Wanita yang ditinggal mati suaminya  dan anak yatim  yang ditinggalnya ia pelihara baik-baik, sampai Allah SWT mencukupi mereka atau mati.

Ketiga. Orang yang suka mengundang  anak yatim  dan fakir miskin  untuk makan bersama.

Rasulullah SAW bersabda, "Ada dua macam langkah  manusia yang disenangi Allah SWT yaitu langkah melakukan sholat, langkah  bersilaturahmi kepada keluarga atau familinya." (HR. Hasan).

Sobat. Manusia yang kuat bukanlah manusia yang tidak pernah jatuh. Manusia kuat adalah manusia yang kala terjatuh dia kembali kepada Allah yang Mahakuat sehingga dia memiliki kekuatan untuk Bangkit. []


Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
Penulis Buku Gizi Spiritual, CEO Educoach, Dosen Pascasarjana IAI Tribakti Lirboyo, Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur

Posting Komentar

0 Komentar