Halal Adalah Akar Prasyarat Semua Kebaikan

TintaSiyasi.com -- Sobat. Halal adalah akar prasyarat  semua kebaikan.  Asupan Halal adalah penjamin mesra kita dengan Allah SWT.

Rasulullah SAW bercerita tentang seorang musafir. Dia berada di tengah padang pasir, dalam keadaan berpuasa dengan bekal yang terampas, dan tersesat jalan; lalu dia mengangkat  tangan ke langit untuk berdoa, “Ya Rabb! Ya Rabb!".
“Namun Bagaimana mungkin doanya akan  dikabulkan,” ujar Nabi memperingatkan, “Sedangkan yang dimakannya haram, yang dikenakannya pun haram”.

Padahal orang yang disebut dalam riwayat ini, memiliki empat keutamaan  yang menjamin doanya diijabah: safar, berpuasa, dizalimi, mengangkat tangannya kepada Ar-Rahman. Namun perkara haram yang melekati tubuh, telah menghalangi sampainya doa itu ke sisi Allah SWT.

Inilah hubungan antara kehalalan dengan mustajabnya doa.  Bersihnya saluran pencernaan dari hal-hal yang haram, menjadi penghantar sampainya rintihan doa-doa kita kepada Allah SWT.

Allah SWT berfirman dalam QS Al-Baqarah  ayat 168:

 يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي ٱلۡأَرۡضِ حَلَٰلٗا طَيِّبٗا وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوّٞ مُّبِينٌ (١٦٨)

"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu."

Ibnu 'Abbas mengatakan bahwa ayat ini turun mengenai suatu kaum yang terdiri dari Bani Saqif, Bani Amir bin Sa'sa'ah, Khuza'ah, dan Bani Mudli. Mereka mengharamkan menurut kemauan mereka sendiri memakan beberapa jenis binatang seperti bahirah yaitu unta betina yang telah beranak lima kali dan anak kelima itu jantan, lalu dibelah telinganya; dan wasilah yaitu domba yang beranak dua ekor, satu jantan dan satu betina, lalu anak yang jantan tidak boleh dimakan dan harus diserahkan kepada berhala. Padahal Allah tidak mengharamkan memakan jenis binatang itu, bahkan telah menjelaskan apa-apa yang diharamkan memakan-Nya dalam firman-Nya:
 
"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, dan (hewan yang mati) tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu sembelih, dan (diharamkan juga bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, itu adalah suatu kefasikan." (QS. Al-Ma'idah/5: 3).

Segala sesuatu selain dari yang tersebut dalam ayat ini boleh dimakan, sedangkan bahirah dan wasilah tidak tersebut di dalam ayat itu. Memang ada beberapa ulama berpendapat bahwa di samping yang tersebut dalam ayat itu, ada lagi yang diharamkan memakannya berdasarkan hadis Rasulullah SAW seperti makan binatang yang bertaring tajam atau bercakar kuat. 

Allah menyuruh manusia makan makanan yang baik yang terdapat di bumi, yaitu planet yang dikenal sebagai tempat tinggal makhluk hidup seperti manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan lainnya. Sedang makanan yang diharamkan oleh beberapa kabilah yang ditetapkan menurut kemauan dan peraturan yang mereka buat sendiri halal dimakan, karena Allah tidak mengharamkan makanan itu. Allah hanya mengharamkan beberapa macam makanan tertentu sebagaimana tersebut dalam ayat 3 surah Al-Ma'idah dan dalam ayat 173 surah Al-Baqarah ini.

Selain dari yang diharamkan Allah dan selain yang tersebut dalam hadis sesuai dengan pendapat sebagian ulama adalah halal, boleh dimakan. Kabilah-kabilah itu hanya mengharamkan beberapa jenis tanaman dan binatang berdasarkan hukum yang mereka tetapkan dengan mengikuti tradisi yang mereka warisi dari nenek moyang mereka, dan karena memperturutkan hawa nafsu dan kemauan setan belaka. Janganlah kaum Muslim mengikuti langkah-langkah setan, karena setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.

Sobat. Asupan halal adalah pelembut hati yang paling awal. Seseorang bertanya kepada Imam Ahmad ibn Hambal  untuk mengadukan kekerasan hatinya. Imam Ahmad menasehatkan, “Lembutkanlah hati kalian dengan hanya mengasup makanan yang halal”.

Asupan yang halal adalah pengokoh ketaatan bagi segenap anggota badan. Seluruh  bagian tubuh yang tumbuh dari zat-zat yang bersih, baik dan suci akan ringan memenuhi panggilan  pengabdian. Lembar-lembar mushaf Al-Qur'an jadi tampak indah  dan tak membosankan. Azan jadi terasa merdu dan terindu. Lapar puasa jadi terasa syahdu dan lezat. Mengeluarkan harta di jalan Allah, infaq, dan sedekah serta zakat jadi terasa ringan dan nikmat. Bahkan jihad serta syahid  terasa agung dan kerinduan untuk menghadap Allah SWT.

Rasulullah SAW pernah berwasiat kepada menantunya Saydina Ali yang diriwayatkan oleh Imam ahmad dalam musnadnya, “Wahai Ali, orang yang mengasup makanan halal, agamanya akan bersih, hatinya menjadi lembut, dan doanya tidak ada penghalang. 
Barangsiapa yang mengasup makanan yang syubhat, agamanya menjadi samar-samar dan hatinya menjadi kelam. Dan barangsiapa yang mengasup makanan haram, maka hatinya akan mati, agamanya menjadi goyah, keyakinannya melemah, dan ibadahnya semakin berkurang”.

Salam dahsyat dan luar biasa! Betapa indahnya hidup bersama Allah. Dengannya tumbuh keinsyafan, bahwa kehalalan adalah  akar yang memasok gizi bagi semua keberkahan. []


Oleh: Dr. Nasrul Syarif, M.Si.
(CEO EDucoach dan Penulis Buku-buku Motivasi dan pengembangan diri. Dosen pascasarjana IAI Tribaktl Lirboyo. Wakil Ketua Komnas Pendidikan Jawa Timur)

Posting Komentar

0 Komentar