Adakah Jejak Khilafah di Penembahan Sumenep?


TintaSiyasi.com -- Di Sumenep terdapat Keraton Sumenep yang memiliki nilai historis Islam yang cukup kental. Keraton yang dulu disebut dengan Karaton Pajagalan ini dibangun di atas tanah pribadi milik Penembahan Somala, penguasa Sumenep XXXI. Lauw Piango, arstiek keturunan Tiongkok, membangun keraton ini pada 1781 di sebelah timur keraton miik Gusti R Ayu Rasmana Tirtonegoro dan Kanjeng Tumenggung Ario Tirtonegoro.

Bangunan keraton terdiri dari Gedong Negeri, Pengadilan Karaton, Paseban dan beberapa bangunan pribadi milik keluarga keraton.

Gedong Negeri merupakan merupakan pintu masuk keraton yang dibangun oleh pemerintah Belanda. Dulu, Gedong Negeri adalah kantor bendahara dan pembekalan Karaton yang dikelola oleh Patih yang dibantu oleh Wedana Keraton. Pada masa pemerintahan Sultan Abdurrahman Pakunataningrat, Paseban (Pendopo Ageng) digunakan sebagai tempat sidang yang dipimpin langsung oleh Sang Adipati.

Pada masanya menunjukkan, Keraton Sumenep menjadi pusat pemerintahan di zamannya. Yang menarik diulik adalah bentuk pemerintahan yang ada di Keraton Sumenep bernafaskan Islam. Dirilis di Kompas.com (22/9/2019) dikatakan, Keraton Sumenep juga merupakan titik penting dalam pembangunan Kota Sumenep. Menurut sejarah, konsep dasar pembangunan dan tata kota Sumenep berdasarkan ajaran Islam yang berbunyi, "Hablum minnallah wa hablum minannas", artinya, "berhubungan dengan Allah dan berhubungan dengan manusia".

Menurut penjelasan, alun-alun Sumenep adalah pusatnya. Di sisi barat, melambangkan Tuhan yaitu dengan adanya Masjid Jamik Sumenep. Di sisi timur melambangkan hubungan dengan manusia yaitu dengan adanya Keraton Sumenep.

Bukti Lain

Pada masanya, bahasa yang digunakan di Sumenep adalah bahasa Arab Pegon. Hal ini menunjukkan, Islam telah datang ke Sumenep dan menjadi nenek moyangnya sebelumnya. 

Dalam dokumen yang dimuseumkan oleh Koninklijk Instituut voor Taal-, Land-en Volkenkunde (KITLV) Jakarta or the Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and Caribbean Studies (Penerbitan Institut Kerajaan Belanda untuk Studi Karibia dan Asia Tenggara) ditemukan surat dari Raffles yang ditujukan kepada Panembahan Sumenep.


Pada tahun 1815 Raffles pernah menulis surat di Panembahan Sumenep mengenai pengalihan kedaulatan atas Hindia Belanda dari Inggris ke Belanda, dengan ucapan terima kasih atas kesetiaan yang terbukti. Selain dalam bahasa Inggris, surat serupa juga ditulis dalam bahasa Jawa, Melayu Minangkabau dan Aceh dengan menggunakan huruf Arab pegon.

Surat yang ditulis dengan huruf Arab pegon membuktikan hubungan erat Nusantara, khususnya daerah Sumenep dengan Kekhilafahan Islam pada zamannya. Selain itu, penjajah pada saat itu mengakui keberadaan bahasa Arab sebagai bahasa internasional yang digunakan sebagai alat komunikasi kekhilafahan Islam pada saat itu. 

Raffles yang bernama lengkap Sir Thomas Stamford Bingley Raffles FRS FRAS (5 Juli 1781-5 Juli 1826) adalah seorang negarawan Inggris yang menjabat sebagai Letnan Gubernur Hindia Belanda di Jawa antara tahun 1811 dan 1816, dan Letnan Gubernur Bencoolen antara tahun 1818 dan 1824. Ia menjadi terkenal terutama karena konsepnya atas Singapura modern.

Raffles sangat berperan dalam perebutan Pulau Jawa dari Belanda selama Perang Napoleon. Ia menjalankan pemerintahan sehari-hari di Singapura, dimana roda pemerintahan sebagian besar dilakukan oleh William Farquhar.

Walaupun surat tugasnya sebagai penguasa Jawa, namun Raffles juga berkuasa di banyak daerah di Nusantara, beberapa langkah penting pun diambil Raffles dalam rangka menciptakan suatu sistem yang bebas dari unsur paksaan seperti yang diterapkan oleh VOC dan Daendels.

Salah satu langkah yang diambil Raffles dalam bidang pemerintahan adalah menjadikan para bupati sebagai pegawai pemerintahan. Prinsip-prinsip pemerintahan Raffles ini sangat dipengaruhi oleh pengalamannya di India. Raffles juga menulis The History of Java (1817).

Foto adalah Surat dari Sir Th. S. Raffles kepada kerajaan Belanda yang ditulis di Panembahan Sumenep pada tahun 1815.[]

Ditulis ulang: Ika Mawarningtyas

Posting Komentar

0 Komentar