Umat Islam Dipukul KKB Dirangkul, Inikah Wajah Asli Demokrasi Sekuler Radikal?


TintaSiyasi.com -- Baru-baru ini narasi radikalisme kembali digoreng. Pasalnya, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman menyampaikan kepada kompas.tv (22/11/2021), berencana memberlakukan penanganan radikalisme seperti rezim Soeharto. Padahal, bukan wewenang Dudung untuk menangani masalah radikalisme. Di saat yang berbeda Dudung mengatakan dalam kompas.com (23/11/2021), jangan menganggap Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) musuh dan harus merangkulnya.

Rekam jejak KKB yang melakukan tindakan teror, pembakaran fasilitas umum, membunuh tenaga kesehatan, bahkan sudah ada 18 orang tewas di tangan KKB sepanjang tahun 2021 (viva.co.id, 26/06/2021). Tetapi, narasi yang disampaikan berbeda antara KKB dan radikalisme. Apalagi makna radikalisme masih obscure (lentur) dan senantiasa dijadikan alat untuk memukul umat Islam dan ajaran Islam. 

Padahal, yang lebih pantas disebut radikal dan teroris adalah KKB. Dampak dan korbannya sudah jelas. Lantas, mengapa KKB bisa dirangkul? Mengapa radikalisme justru diancam akan memberlakukan seperti rezim Soeharto?

Dari paparan di atas didapatkan benang merah. Pertama, pemerintah gagal mendefinisikan sesuatu yang berbahaya dan mengancam kehidupan bangsa. Sering ditemui, narasi radikalisme senantiasa digoreng, ketika banyak permasalahan yang terjadi di negeri ini. 

Bukan malah mencari akar permasalahannya, tetapi malah sibuk mengurusi radikalisme yang maknanya saja masih kabur. Selain itu, radikalisme selalu ditujukan kepada Islam dan umatnya. 

Padahal, permasalahan di negeri ini banyak, yakni kemiskinan, pengangguran, kelaparan, korupsi, gratifikasi, penerapan aturan yang bertentangan dengan Islam, dan itulah yang menyebabkan banyak masalah di negeri ini.

Kedua, pemerintah terjangkit islamofobia dan berdampak melahirkan sikap anti Islam. Bagaimana bisa negeri mayoritas Muslim. Tetapi, menganggap ajaran Islam dan umatnya itu radikal, hanya karena tidak sesuai dengan kesepakatan dan kongkalikong mereka. Ketakutan yang diidapnya, membuat mereka bertindak tidak adil kepada Islam dan umatnya, tentu hal ini sangat menyakiti umat Islam. 

Katanya demokrasi, faktanya persekusi dan kriminalisasi kepada umat Islam dan ulamanya. Karena faktanya, narasi radikalisme dan terorisme ini mudah sekali dijadikan delik untuk menjerat pendakwah Islam. Sungguh ini tidak adil dan zalim sekali.

Ketiga, pemerintah menjadikan radikalisme sebagai gorengan untuk menutupi kegagalannya dalam mengurusi rakyatnya. Menyimak dan mencermati masalah yang ada dalam negeri ini, cukuplah banyak. 

Dari segi ekonomi, utang yang kian meroket, banyaknya pajak yang dibebankan kepada rakyat, upah buruh, upah guru honorer, soal lingkungan, dan sebagainya. Nampaknya, isu radikalisme yang digoreng dan dibangun narasi bahwa itu berbahaya telah mengalihkan perhatian  rakyat dari masalah sejati yang ada di negeri ini.

Keempat, pemerintah sedang berjalan di bawah agenda global untuk memerangi kebangkitan Islam. Diketahui, perintis war in terrorism/radicalism (perang melawan terorisme/radikalisme) adalah Amerika Serikat (AS) dan sekutunya. Narasi kebencian yang mereka emban dan kampanyekan di negeri-negeri Islam begitu jelas, semua itu adalah untuk memerangi kebangkitan Islam. 

Oleh karenanya, sungguh aneh, jika ada umat Islam yang mendakwahkan Islam secara paripurna dan kritis dengan pemikiran dan aturan liberal sering distempel radikal/teroris. Mereka yang memberi stempel tersebut, sebenarnya sedang berjalan di bawah komando yang diagendakan Barat.

Kelima, demokrasi terbukti sekuler radikal. Sistem demokrasi yang dipuja-puji, ternyata tak sekadar sistem rusak yang mengakomodasi sekularisme radikal. Sikap lembut pemerintah kepada KKB dan keras kepada umat Islam yang dituding radikal. Ini menunjukkan bahwa demokrasi hanya menjadi tunggangan sekularisme radikal. Sistem yang dikata menjamin kebebasan, tak lebih hanya menjamin segala bentuk kemaksiyatan dan kemungkaran. Tetapi, segala bentuk ketaatan kepada syariat Islam harus siap dituding radikal/teroris/ekstrem.

Seyogyanya paparan di atas mampu menyadarkan umat Islam. Yakni, ketika umat Islam berada dalam cengkraman sistem demokrasi sekuler radikal, segala bentuk kemungkaran akan difasilitasi oleh sistem. Tetapi, segala bentuk kemakrufan dan kebaikan Islam ditentang bak musuh. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain bagi umat Islam untuk terus berjuang mengembalikan kehidupan Islam demi menyelamatkan umat manusia dari kezaliman yang sistematis akibat demokrasi sekuler radikal. Wallahua’lam.[] Ika Mawarningtyas

Posting Komentar

0 Komentar