Tali84n Larang Perempuan Tampil di Drama TV: Sesuaikah dengan Syariah Islam?


TintaSiyasi.com -- Taliban kembali mengeluarkan aturan yang mengundang polemik, yakni, pelarangan perempuan tampil di acara hiburan TV dan drama TV. Hal tersebut tidak langsung disambut baik oleh warga, tapi beberapa ada yang menolaknya.


Mengutip The Guardian dari CNNIndonesia.com (25/11/2021), wartawan dan aktivis Afghanistan telah mengecam pedoman keagamaan yang dibuat Taliban terkait konten di media. Pedoman itu membatasi peran perempuan di TV, mengingat kelompok itu tengah bergerak membatasi media.

Kementerian Promosi Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan Taliban meminta media untuk tak lagi menampilkan drama dan opera yang diperankan oleh aktris. Taliban juga meminta media agar tidak memutar film atau program yang melawan nilai-nilai Islam atau Afghanistan. Begitu pun Taliban juga telah meminta media di Afghanistan untuk menyebutnya Emirat Islam, bukan Taliban lagi.

Reporter perempuan di Afghanistan juga harus mengenakan jilbab di tempat kerja. Taliban memang dikenal sering membatasi peran perempuan. Tapi, apakah hal itu sesuai dengan syariat Islam?

Dengan perempuan dilarang tampil di TV, apakah ini mengekang Muslimah? Atau sebaliknya, justru ini menjaga para Muslimah? Pada dasarnya dalam pandangan Islam, perempuan wajib menutup auratnya. Menutup aurat bukan bentuk pengekangan, tetapi adalah bentuk ketaatan. Nah, seharusnya ini yang harus dipahami seluruh umat Islam.

Mendudukkan Perkara soal Perempuan Dilarang Tampil di Acara Hiburan TV

Kebijakan yang dikeluarkan Emirat Islam di Afghanistan menuai kontroversi. Pasalnya, ada yang menganggap pelarangan perempuan sekolah adalah bentuk pengekangan terhadap perempuan. Begitu pula ketika perempuan dilarang tampil di acara hiburan TV. Sebenarnya fakta yang dilihat di atas adalah dua fakta yang berbeda dalam pandangan Islam. Oleh karena itu, ketika membahas terkait fakta di atas harus didetaili faktanya dan dicari bagaimana Islam memandang.

Pertama, terkait perempuan dilarang sekolah. Sejauh ini, Thaliban sudah mengizinkan perempuan untuk sekolah, asalkan menutup aurat sesuai syariat Islam. Di dalam Islam, semua umat Islam diwajibkan untuk menuntut ilmu. Sebagaimana hukume menuntut ilmu agama Islam adalah fardhu 'ain dan ilmu duniawi (sains dan teknologi) adalah fardhu kifayah.

Maka, sebenarnya perempuan di dalam Islam tidak dilarang sekolah. Hanya saja sebagai negara yang menerapkan syariat Islam harus membuat aturan-aturan yang melindungi kehormatan perempuan, tetapi tidak membatasi mereka dalam menuntut ilmu. Selain itu, negara harus menerapkan sistem pergaulan dalam Islam. Seperti wajib menutup aurat, larangan khalwat, dan sebagainya.

Kedua, terkait wanita tampil di acara hiburan TV dan melarang wanita mempertontonkan gaya hidup budaya Barat. Ini benar sekali dan harus didukung. Perempuan itu bukan objek eksploitasi yang digunakan untuk menarik perhatian seluruh mata dunia. Sehingga atas dasar itu, banyak perempuan yang dipamerkan aurat dan potensi dirinya untuk menjadi penghibur dan pembawa pemikiran sekularisme dan liberalisme.

Sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah. Benar dikata wanita adalah perhiasan, karena diciptakan keindahan padanya. Selain itu, keindahan ini tidak boleh dipamerkan dan dieksploitasi. Tetapi, harus dijaga. Oleh karena itu, penjagaan wanita ini adalah dengan ketaatannya kepada Allah SWT. Sehingga dengan ketaatannya, wanita menjadi sebaik-baiknya perhiasan. Yakni, menjadi wanita shalihah.

Sebenarnya, sesederhana itu. Hanya saja di zaman sekuler liberal ini, banyak narasi yang memojokkan syariat Islam. Syariat Islam yang mengatur tentang wanita dianggap menjadi penjara bagi Muslimah. Padahal, syariat Islam memuliakan dan menjaga kehormatan perempuan. Oleh karenanya, hal ini harus disampaikan kepada umat, agar umat tidak terbawa narasi sampah kaum liberal dan sekuler.

Dampak Jika Perempuan Dilarang Tampil di Tayangan Hiburan TV

Sebagaimana penjelasan dalam sub bab pertama. Dalam dua fakta yang ada ini harus dipisahkan dan dipandang secara seksaman. Pertama, sebenarnya, menuntut ilmu agama atau dunia hukumnya wajib. Menuntut ilmu agama hukumnya fardhu 'ain dan ilmu dunia hukumnya fardhu kifayah.

Dampak jika perempuan dilarang sekolah, tentu akan membawa kemunduran terhadap kaum perempuan. Sekalipun perempuan bisa belajar kepada suami atau ayah atau walinya. Tetapi, ini belum bisa dipastikan. Karena mereka sebagai wali tentunya memiliki amanah yang lain, dari mencari nafkah dan melaksanakan tugas-tugas lainnya. Di sini penting peran negara dalam menyelenggarakan pendidikan yang dapat dirasakan oleh kaum Muslim. Sehingga, semua mampu meningkatkan tsaqafah Islam dan bersinergi dengan amanah lain.

Kedua, perempuan atau pun laki-laki seharusnya sama-sama dilarang tampil di acara hiburan TV yang membawa pesan-pesan budaya Barat. Sekaligus tayangan di TV itu dijaga dari konten-konten yang merusak generasi dan dilarang menyebarkan pemikiran-pemikiran kufur yang bertentangan dengan Islam.

Dampak pelarangan laki-laki maupun perempuan tampil di acara hiburan yang nirfaedah adalah bentuk penjagaan negara dari pengaruh pemikiran dan budaya Barat. Inilah yang harusnya dilakukan oleh negara. Negara berperan sebagai benteng dan perisai dari serangan-serangan Barat baik serangan fisik maupun pemikiran. Selain itu, negara harus terus membentengi warga negaranya dengan bangunan akidah yang kuat, supaya dalam kondisi apa pun, warganya tetap berpegang teguh kepada syariat Islam.
 

Strategi Islam dalam Mengatur Perempuan

Tidak menutup kemungkinan akan adanya interaksi antara laki-laki dan wanita dalam kehidupan. Syariat Islam hadir mengatur hal tersebut dengan lengkap dan sempurna baik secara individu, masyarakat, dan negara.

Fuad (2017: 7) menyatakan bahwa ada beberapa perkara penting yang diatur oleh islam agar interaksi antara pria dan wanita berada pada koridor non seksualitas (jinsiyyah) dan tolong-menolong (taawun) dalam kemaslahatan.

Pertama. Perintah untuk menundukkan pandangan (ghadhul al bashar) yang bermakna sebagai menundukkan pandangan dari apa saja yang haram dilihat dan membatasi pada apa saja yang dihalalkan untuk dilihat.

Kedua. Perintah bagi perempuan untuk menggunakan jilbab dan kerudung pada saat keluar ke kehidupan umum (area publik). Jilbab yang dipakai tentu tidak ketat ataupun transparan dan tidak bertabarruj.

Ketiga. Larangan bertabarruj bagi kaum perempuan. Tabarruj bermakna menampakkan perhiasan (dan aurat) perempuan kepada laki-laki asing dengan maksud untuk mendapatkan perhatian, memikat, atau menggoda.

Keempat. Larangan khalwat antara laki-laki dan perempuan kecuali disertai dengan mahram. Khalwat bermakna bertemunya dua lawan jenis secara menyendiri tanpa adanya orang lain selain keduanya.

Kelima. Larangan terhadap kaum wanita untuk bepergian (safar) kecuali disertai dengan mahram.

Keenam. Larangan atas wanita keluar rumah, kecuali mendapatkan izin dari suami atau walinya.

Ketujuh. Perintah pemisahan (infishal) antara laki-laki dan perempuan baik di kehidupan khusus maupun kehidupan umum.

Kedelapan. Interaksi laki-laki dan perempuan hendaknya merupakan interaksi umum bukan interaksi khusus.

Delapan poin di atas adalah upaya yang dapat dilakukan oleh individu sebagai anggota masyarakat dan negara. Individu muslim juga bagian dari masyarakat yang utuh. Pada dasarnya Islam memisahkan kehidupan wanita dan laki-laki dengan tujuan syari. Oleh karena itu ikhtilat dilaran dalam Islam. Hanya saja dalam kondisi tertentu ikhtilat diperbolehkan asalkan tetap menjaga adab dan akhlak sebagai seorang Muslim. Contohnya adalah ketika di jalan raya, di pasar, dalam dunia pendidikan.

Hanya saja jika negara menerapkan syariat Islam secara kaffah, negara akan memfasilitasi kenyamanan pemisahan antara laki-laki dan wanita, sehingga meminimalisir terjadinya pergaulan bebas. Apabila ada individu masyarakat yang melanggarnya, negara akan memberi sanksi tegas. Karena hanya negara yang berhak menjatuhkan sanksi, masyarakat maupun individu tidak boleh main hakim sendiri.

Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut.  Pertama. Setiap kaum Muslim berhak belajar Islam atau ilmu dunia, baik laki-laki dan perempuan. Oleh karenanya negara harus menyelenggarakan pendidikan yang dapat dinikmati warga negaranya, baik lelaki dan perempuan dengan tetap taat kepada syariat Islam. Tetapi, untuk penayangan di acara hiburan TV, tak hanya perempuan, lelaki pun juga harus dilarang tampil, jika penampilannya hanya membawa misi sekularisme dan liberalisme atau segala bentuk pemikiran yang bertentangan dengan Islam. 

Kedua. Dampak dari perempuan dilarang sekolah, sebenarnya bisa cukup serius. Yaitu, kemunduran peradaban perempuan. Padahal, di dalam Islam, boleh kaum Hawa menuntut ilmu. Sekalipun bisa belajar dengan walinya, tetapi tetap berbeda jika pembelajaran diselenggarakan oleh negara. Terkait dampak perempuan dilarang tampil di acara hiburan TV ini adalah bentuk penjagaan negara. Sekaligus TV atau media apa saja dilarang menyiarkan acara-acara yang bertentangan dengan Islam.

Ketiga. Dalam strategi Islam mengatur perempuan pergaulan antara sesama perempuan. Begitu pun juga mengatur hubungan perempuan dengan laki-laki. Dalam kehidupan umum delapan poin yang harus dijaga. Yakni, menundukkan pandangan, perempuan wajib menutup aurat, larangan wanita untuk tabaruj, khalwat, safar tanpa mahram), keluar rumah tanpa izin, laki-laki dan perempuan terpisah, menjaga interaksi.[]

oleh: Ika Mawarningtyas

Analis Muslimah Voice dan Dosol Unil 4.0 Diponorogo 

MATERI KULIAH ONLINE UNIOL 4.0 DIPONOROGO
Rabu, 1 Desember 2021 di bawah asuhan Prof. Dr. Suteki, S.H., M. Hum.
#Lamrad
#LifeOpperressedOrRiseUpAgainst

Posting Komentar

0 Komentar