Menjawab Syubhat Soal 'Ide Asing'

TintaSiyasi.com -- Benarkah membawa ide aneh yang asing itu otomatis menunjukkan karakter al-ghuraba'?


Qultu:

Tidak sesederhana seperti itu kesimpulannya. Mengapa? Karena hadis keutamaan al-ghuraba', memang tidak bisa dipahami polos dengan "tangan kosong", wajib dengan ilmunya. Mengingat bisa jadi ada orang yang 'diasingkan' dan dianggap aneh oleh para ulama karena jelasnya menyimpang dari jalan ilmu itu sendiri.

Pemikiran feminisme yang mengklaim lafal "al-rijal" dalam QS Al Nisa: 34 bisa dimaknai perempuan adalah pemahaman aneh yang tidak pernah dikenal dalam tradisi keilmuan bahasa Arab maupun tafsir, begitu pula wahm yang mengatasnamakan tsuna'iy, lantas apakah ide aneh mereka bisa diterima begitu saja sebagai ide brilian, bla, bla? 

Tentu saja tidak! Karena keanehan mereka lahir dari pemikiran rusaknya menyoal tafsir Al-Qur'an. Begitu pula berbagai keanehan yang diinisiasi oleh aliran-aliran sesat.

Terlebih, pahami dengan benar hadis ini: Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah ﷺ bersabda:

«بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا، وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا، فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ»

Islam pertama kali datang terasing, dan ia akan kembali terasing sebagaimana permulaannya, maka beruntunglah mereka yang terasing.” (HR. Muslim, Ibn Majah, Ahmad).

Karena telah diuraikan kemudian karakteristik utama al-ghurabâ’ dalam riwayat lainnya yakni: mereka yang berpegang teguh pada Islam, senantiasa melakukan perbaikan ketika manusia telah rusak dan merusak:

«فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ الَّذِينَ يُصْلِحُونَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ بَعْدِي مِنْ سُنَّتِي»

Maka beruntunglah mereka yang terasing, yakni mereka yang memperbaiki sunahku yang telah dirusak oleh manusia setelahku.” (HR. Al-Tirmidzi, al-Thabarani).

Al-Hafizh Ibn al-Jauzi (w. 597 H), ia menjelaskan: 

وَكَذَلِكَ صالحو الْمُتَأَخِّرين يكونُونَ غرباء ويظهرون مَا قد صَار غَرِيبا

"Begitu pula kaum shalih di akhir masa (muta’akhkhirûn), mereka akan menjadi kaum terasing (ghurabâ’) dan menampakkan (amalan Islam) yang telah terasing."*

Kalimat fathûbâ li al-ghurabâ’ jelas menisbatkan keberuntungan kepada akibat yakni menjadi kaum terasing, namun yang dimaksud sebenarnya adalah keberuntungan bagi orang yang menempuh sebab keterasingan itu sendiri; beruntung karena sebab berpegang teguh pada Islam, dalam persepektif ilmu balaghah ia termasuk kiasan al-majâz al-mursal bi al-’alâqah al-musabbabiyyah; ithlâq al-musabbab wa irâdat al-sabab (yang disebutkan akibat namun yang dimaksud adalah sebab). 

والله أعلم بالصواب

* Jamaluddin Abu al-Faraj ‘Abdurrahman bin Ali al-Jauzi, Kasyf al-Musykil Min Hadits al-Shahihayn, Ed: Ali Husain al-Bawwab, Riyadh: Dar al-Wathan, juz III, hlm. 448.


Oleh: Ustaz Irfan Abu Naveed
Peneliti Fiqih Siyasah

Posting Komentar

0 Komentar