Dalam Islam, Lansia Akan Dibuat Bahagia

TintaSiyasi.com-- Belakangan masyarakat dihebohkan dengan pemberitaan seorang ibu yang lanjut usia dititipkan oleh tiga orang anak-anaknya ke Panti Wredha untuk dirawat di sana. Bahkan, ketiganya membuat surat pernyataan menyerahkan sepenuhnya sang bunda pada pengurus panti, termasuk pengurusan jenazah bila ibu mereka meninggal nanti.

Di tanah air seperti ini belum lumrah, tapi tidak di negara-negara lain seperti di Eropa, Amerika juga beberapa negara Asia seperti Jepang. Di sebagian negara, hal itu dipandang wajar dan legal secara hukum
Muncul perdebatan apakah anak-anak yang melakukan itu berarti tidak sayang dan cinta pada orang tua mereka? Pastinya mereka menjawab sayang dan cinta. Malah alasan mereka melakukan hal itu adalah karena cinta. Mereka khawatir tidak bisa mengurus orang tua, sebab kesibukan, maka lebih baik bila orang tua yang sudah lanjut usia ada yang merawat; panti wredha.

Perlu kita pahami, mecintai orang tua itu bisa terjadi karena dua hal; secara fitrah dan karena ketaatan pada Allah. Pada fitrahnya setiap anak membutuhkan dan mencintai orang tuanya. Bukan saja di masa kanak-kanak, tapi juga saat dewasa bahkan berumah tangga pun, kita membutuhkan dan mencintai orang tua. Inilah fitrah yang Allah anugerahkan pada setiap anak Adam.

Kecintaan pada orang tua akan menetap selama fitrah insaniyah itu tidak terusik dan diganggu dengan nilai-nilai lain. Ketika kedua orang tua memasuki usia senja, fisik melemah begitu pula dengan kemampuan berpikir mereka, bahkan Allah kembalikan seperti kanak-kanak, kecintaan pada keduanya takkan pudar. Dengan fitrahnya, manusia semakin mengasihi kedua orang tuanya.

Namun, kecintaan pada orang tua semata karena fitrah rentan untuk menyimpang. Seperti berita di atas, banyak orang tua yang berlanjut usia dititipkan ke panti-panti jompo dengan alasan kasih sayang. Kesibukan dengan keluarga inti — istri/suami dan anak –, atau bisnis dan pekerjaan membuat banyak keluarga menyerahkan perawatan orang tua pada lembaga seperti itu.

Di AS, sekitar 1,7 juta warganya tinggal di panti-panti wreda (nursing house). Di Jepang, banyak warga lanjut usia masih harus bekerja – rata-rata paruh waktu – baik alasan untuk mengisi waktu luang, maupun untuk bertahan hidup. Banyak warga Jepang hidup sendiri di usia tua. Anak-anak perempuan yang sudah menikah harus mengikuti suami, termasuk mengganti marga ke marga suami, dan jarang mengunjungi orang tua. Sementara anak-anak lelaki tidak hidup bersama orang tua, bahkan tidak sedikit di luar kota karena pekerjaan mereka.

Akhirnya, sebagian besar warga Jepang yang berusia tua akhirnya memilih tinggal di panti-panti jompo karena alasan kesehatan dan keuangan. Hidup bersama anak bagi para lansia sama artinya menambah beban hidup anak. Dengan bertambah banyaknya warga Jepang lanjut usia, menyebabkan antrian masuk ke dalam panti jompo. Mereka harus menunggu ada slot kosong. Sedihnya, tidak sedikit dari para lansia ini yang jarang dikunjungi keluarga mereka, bahkan sampai meninggal pun anak-anak mereka pun tidak datang.

Belakangan, banyak warga lanjut usia masuk tahanan karena melakukan tindak kriminal seperti mengutil atau mencuri. Sedihnya, sebagian besar dari mereka kemudian memilih untuk bertahan di penjara ketimbang keluar. Sebabnya, selama dalam penjara mereka dibantu oleh para sipir dan mendapatkan makanan yang teratur.

Berbeda dengan Islam yang memandang merawat orang tua adalah kewajiban agung, bukan sekedar cinta kasih naluriah. Sebagai ideologi kehidupan yang sempurna, kewajiban berbakti pada orang tua berkali-kali digandengkan Allah dengan perintah perintah beriman padaNya. Menunjukkan bobot yang luar biasa tentang hal ini. Firman Allah:

وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا

"Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua." (TQS. an-Nisa: 36).

Sedemikian pentingnya berbakti pada kedua orang tua, Nabi SAW. membatalkan keinginan berjihad seorang pemuda agar kembali pulang dan merawat keduanya sebagai amalan jihad untuknya.

أَحَيٌّ وَالِدَاكَ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَفِيهِمَا فَجَاهِدْ

Apakah kedua orang tuamu masih hidup?” Laki-laki itu menjawab: “Iya”. Maka Beliau berkata: “Kepada keduanyalah kamu berjihad (berbakti).” (HR. Bukhari).

Maka, apakah pantas menitipkan orang tua ke panti wreda dengan alasan sibuk bekerja? Sedangkan jihad saja dibatalkan oleh Nabi demi berbakti pada kedua orang tua.

Anak punya kewajiban merawat sebagaimana kewajiban menafkahi kedua orang tua. Bila dijalankan hanya sebagai naluriah, bisa jadi ini menjadi beban. Namun bila dikerjakan karena dorongan iman dan mengharap ridha Allah, ini akan menjadi suatu amal yang sungguh-sungguh dikerjakan.

الْوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوِ احْفَظْهُ

Orang tua adalah pintu surga paling tengah. Kalian bisa sia-siakan pintu itu atau kalian bisa menjaganya.” (HR. Tirmidzi).

Banyak anak yang masih mau bekerja keras merawat orang tua mereka, meskipun untuk itu mereka mengorbankan sebagian waktu keluarga dan pekerjaan. Bahkan tidak sedikit yang mau berbagi kehidupan dengan mertua mereka yang telah lanjut usia untuk dirawat bersama. Mereka lakukan itu karena dorongan keimanan, juga naluri kasih sayang.

Dalam Islam, manakala ada orang tua yang ditelantarkan anaknya, bukan saja Allah murka pada mereka, namun negara juga akan menegur dan memaksa anak-anak mereka untuk merawat orang tua sebaik-baiknya. Jabir bin Abdullah berkata, “Seseorang lelaki berkata, “Wahai Rasulullah, aku mempunyai harta dan anak, sementara ayahku juga membutuhkan hartaku.” Maka Beliau bersabda:

أَنْتَ وَمَالُكَ لِأَبِيكَ

Engkau dan hartamu milik ayahmu.” (HR. Ibnu Majah).

Dalam hadis di atas terkandung pelajaran bahwa anak tidak boleh menolak permintaan orang tua terhadap hartanya sebatas kebutuhannya dan tidak memudharatkan sang anak dan keluarganya. Karena ketika orang tua tidak lagi memiliki nafkah, kewajiban ini jatuh pada anak lelaki untuk mencukupi nafkahnya secara ma’ruf.

Adapun ketika anak tidak punya kecukupan nafkah untuk orang tuanya, dan tidak bisa merawatnya karena sudah lanjut usia atau sakit-sakitan, maka dalam hal ini negara Khilafah bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhannya dan merawatnya dengan layak. Karena memang pemimpin telah diangkat oleh kaum muslimin untuk meri’ayah/memelihara urusan umat. Dengan begitu sebagian beban rakyat akan terangkat karena peran negara meri’ayah mereka.

Di masa Rasulullah SAW. juga Khulafa ar-Rasyidin, kaum Muslim sering mendatangi mereka dan meminta bantuan untuk kemudian segala hajat mereka ditunaikan oleh negara. Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq ra, misalnya sering menafkahi dan membantu warga lanjut usia terutama para janda yang telah tua. Bahkan beliau memerah air susu kambing milik mereka untuk diantarkan pada pemiliknya, sampai-sampai salah seorang cucu para janda tua itu menyebut Khalifah Abu Bakar sebagai ‘tukang perah susu kambing kita’.

Negara juga akan membangun rumah sakit untuk merawat warga lanjut usia. Termasuk negara akan menyediakan rumah-rumah panti jompo yang dikhususkan bagi warga lanjut usia yang tidak memiliki anak atau keluarga yang menanggung mereka.

Beginilah cara ideologi Islam menangani warga lanjut usia. Anak-anak mereka diwajibkan memuliakan dan dan merawatnya. Islam mengingatkan anak untuk bersabar dan penuh kasih sayang merawat orang tua. Para ulama mengingatkan juga bahwa salah satu balasan birrul walidayn adalah dihilangkannya berbagai kesusahan hidup anak-anak yang merawat mereka. Sehingga jangan sampai ada kekhawatiran rizki akan berkurang ketika seorang anak mengurangi konsentrasi pekerjaan mereka untuk merawat orang tua, sebagaimana ketakukannya orang-orang hari ini. Sampai-sampai karena alasan sibuk bisnis dan bekerja kemudian melepas kewajiban perawatan kedua orang tua. []


Oleh: Ustaz Iwan Januar
(Pakar Parenting Islam)

Posting Komentar

0 Komentar