Miss Queen Indonesia, Bukti Rapuhnya Akidah dalam Industri Demokrasi Sekuler


Tintasiyasi.com - Kabar kemenangan Millen Cyrus di Miss Queen Indonesia cukup menggegerkan publik. Pasalnya, kontes kecantikan prestisius bagi para transgender diselenggarakan di negeri ini. Bahkan, pemenangnya adalah selebgram saudara Ashanty. Kemenangannya dijadikan tiket Miss Queen Internasional yang akan diselenggarakan di Thailand. Astaghfirullah innalillahi. Dari fakta berikut ada beberapa catatan kritis atas fenomena tersebut.

Pertama, kontes transgender di negeri mayoritas Muslim jelas merusak akidah umat. Dalam Islam telah dijelaskan, larangan mengubah jenis kelamin. Tetapi, atas dasar Hak Asasi Manusia (HAM), dijadikan legitimasi tindakan kaum transgender. Oleh karena itu, kontes Miss Queen Indonesia tak pantas diadakan. Karena, ajang maksiyat, melawan aturan Allah SWT, dan merusak akidah umat Islam.

Kedua, kampanye dan angin segar bagi kaum L6B7 (lesbi, gay, biseksual, dan transgender). Sebagai negeri mayoritas Muslim, seharusnya menindak tegas pelaku L6B7. Mengapa? Karena tidak ada satu agama pun yang membenarkan perilaku laknat tersebut. Tetapi anehnya, di sistem demokrasi sekuler. Kaum LGBT semakin berkembang dan mendapatkan angin segar dari regulasi yang telah ada.

Ketiga, mengundang azab illahi. Masih ingat azab yang menimpa kaum sodom? Begitulah gambar pedihnya balasan untuk pelaku laknat pengikut kaum sodom. Nah, bisa-bisanya negeri ini menyelenggarakannya, bahkan akan mengikuti babak selanjutnya di tingkat internasional? Alih-alih tobat, justru malah mandi maksiyat. Kontes-kontes kecantikan sekalipun itu untuk perempuan, jelas haram di dalam Islam. Karena hanya jadi ajang eksploitasi aurat wanita. Penilaian hanya didasarkan tolok ukur kapitalistik, seperti, berat badan, tinggi badan, bentuk, kemolekan tubuh, dan seterusnya. Bukannya konten, tapi sebenarnya ini bentuk pelecehan terhadap kaum hawa. Tapi, kenapa banyak yang menggandrungi kontes-kontes semacam ini?

Terlebih lagi, kontes untuk kaum laknat pun digelar? Bukannya berhenti, malah mengepakkan sayap membuat kontes bagi kaum banci (transgender). Dari kaum transgender ini, bisa jadi penyebab terjadinya hubungan sesama jenis dan inilah yang mengundang kemurkaan Allah SWT. Pun, penolakan umat Islam terhadap kontes-kontes semacam itu tidak digubris. Umat Islam selalu dibenturkan dengan HAM untuk menjamin perilaku laknat dan maksiyat yang mereka lakukan.

Lagi-lagi sistem demokrasi sekuler menjadi ladang subur untuk kemaksiatan dan kemungkaran yang terjadi. Kebebasan yang dielu-elukan, bukan kebebasan untuk semakin taat, tapi semakin mungkar dan ingkar. Walhasil, segala bentuk kemaksiatan dan kemungkaran bukannya dilarang, justru dibiarkan dan difasilitasi. Jadi, apa negeri ini ke depan jika diatur dengan sistem rusak merusak begini? Selain itu, demokrasi sekuler terbukti hanya mementingkan suara pasar alias para kapitalis daripada menjaga akidah rakyatnya.

Padahal dalam surah Hud ayat 82 dijelaskan, umat Nabi Luth ini dihancurkan dengan cara dijungkirbalikkan (yang atas ke bawah, dan bawah ke atas) lalu dihujani dengan batu belerang yang terbakar secara bertubi-tubi. Kisah diazabnya umat Nabi Luth AS terdapat dalam surat Al Anbiya: 74-75, Hud: 82-83, dan Al-Qamar: 33-38. Dalam berbagai penelitian yang dilakukan, peristiwa atau lokasi kejadian diazabnya umat Luth AS ini adalah di Kota Sodom, di daerah yang sekarang dikenal dengan nama Laut Mati atau di danau Luth yang terletak di perbatasan antara Israel dan Yordania.

Sedihnya, kisah dalam Al-Qur’an yang seharusnya menjadi pelajaran umat manusia, justru tidak diyakini, bahkan ditentang. Bentuk penentangan ini, sejatinya yang mengundang azab nantinya. Selain itu, hal ini membuktikan, demokrasi telah menjadikan kemaksiyatan dan kemungkaran sebagai industri di pangsa pasar kaum sekuler liberal. Oleh karena itu, tak ada solusi lain untuk menghentikan ulah kaum sodom yang sudah merasa di atas angin dengan kembali menerapkan syariat Islam secara paripurna. Hanya hukum Islam yang mampu membuat jera kaum laknat LGBT. Tak hanya itu hanya syariat Islam yang mampu mencegah dan memusnahkan perilaku homoseksual atau lesbian yang dilarang oleh semua agama ini. Wallahu’alam.[]Ika Mawarningtyas

Posting Komentar

0 Komentar