#GirlsTakeOver is Overrated!

TintaSiyasi.com-- Ada sebuah kegiatan unik di kantor BUMN pada Kamis, 30 September 2021 ini. Kursi jabatan menteri diambil alih oleh seorang remaja perempuan. Hal ini bukan terjadi secara tiba-tiba, melainkan implementasi dari sebuah program bernama #GirlsTakeOver. Di mana jabatan-jabatan tinggi pemerintahan, diberikan selama satu hari kepada para pemudi yang masuk ke dalam seleksi khusus.

Dilansir dari laman liputan6.com (30/09/2021), program #GirlsTakeover merupakan kampanye global yang dilakukan setiap tahun secara serentak oleh Plan International untuk memperingati Hari Anak Perempuan Internasional yang jatuh pada 11 Oktober. Sejak 2016, Plan Internasional telah memfasilitasi lebih dari 650 anak untuk mengambil alih sekitar 5,228 posisi strategis. Di Indonesia, Plan Indonesia telah memfasilitasi puluhan anak perempuan yang telah menduduki posisi lima menteri dan 20 posisi petinggi lainnya. 

Tahun ini ada sekitar 6 kandidat yang akan mengambil alih posisi kepemimpinan di BUMN. "Mungkin nanti pekan depan, kalau saya tidak salah, ada enam generasi perempuan muda Indonesia berusia 21-23 tahun akan menggantikan saya sebagai Menteri BUMN selama satu hari. Kemudian para direksi BUMN, ada lima BUMN belum diputuskan, mereka (perempuan muda) akan duduk sebagai pimpinan selama satu hari saja," ujar Menteri BUMN Erick Thohir dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Kamis, 23 September 2021 (bisnis.tempo.co, 23/09/2021).

Bukan hal baru memang, jika generasi muda terutama perempuan saat ini terus didorong untuk lebih aktif berkiprah di ranah publik. Karena ini merupakan bagian dari rencana besar Sustainable Development Goals (SDGs), yakni suatu rencana aksi global yang disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk Indonesia, guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan melindungi lingkungan. SDGs berisi 17 Tujuan dan 169 Target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2030. Salah satu tujuannya adalah mencapai kesetaraan gender, memberdayakan semua perempuan, dan anak perempuan.

Maka, program-program yang mendukung pemberdayaan perempuan akan terus dimassifkan agar tercapai tujuan SDGs tersebut. Namun, bila kita kembali mencermati bagaimana program #GirlsTakeOver dijalankan, ada sebuah hal yang terlalu dipaksakan. Bukankah program ini konon dijalankan dalam rangka peringatan Hari Anak Perempuan Internasional? Tentu, kategori usia anak ada batasannya. Menurut definisi WHO, batasan usia anak adalah sejak anak di dalam kandungan sampai usia 19 tahun. Berdasarkan Konvensi Hak-hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa pada tanggal 20 Nopember 1989 dan diratifikasi Indonesia pada tahun 1990. Tetapi pada faktanya, enam kandidat perempuan muda pengganti posisi pejabat tinggi tahun ini, di dominasi oleh perempuan berusia di atas 20 tahun. Bagaimana bisa? Bukankah mereka seharusnya sudah memasuki kategori usia dewasa?


Apa yang Didapat dalam Satu Hari?

Kita tentu pernah tahu rasanya, memasuki lingkungan baru, entah itu sekolah, kantor, atau pertemanan. Tentu, kesan hari pertama hampir bisa dipastikan akan baik-baik saja. Apalagi, lingkungan itu adalah tempat yang memang kita impikan sejak lama. Namun, setelah kita menjalani hari demi hari, bulan demi bulan, barulah kemudian kita tahu apa saja yang ada di balik gambaran indah di awal kita memasukinya. Begitu pun yang pastinya akan dirasakan oleh ke enam perempuan muda pengganti posisi pimpinan BUMN. Porsi kerja sehari tak ubahnya rekreasi seorang anak perempuan yang datang ke kantor ayah mereka, lalu mencoba banyak hal ini dan itu, dan setelahnya pulang kembali ke rumahnya. Apa mereka akan otomatis mengetahui masalah besar yang tengah menyelimuti kantor tersebut? Atau berapa nominal utang yang dicatat oleh perusahaan tersebut? Rasanya tidak.

Lalu mengapa kegiatan-kegiatan semacam ini terus dilestarikan? Kegiatan-kegiatan semacam pada dasarnya lahir dari perasaan subjektif bahwa perempuan berada di kondisi yang sangat memprihatinkan. Kekerasan, kemiskinan, ketidakberdayaan, semua melekat pada keadaan perempuan saat ini. Berangkat dari sini, maka para petinggi dunia dengan sistem kapitalisme-sekuler yang dipeluknya erat mencoba merumuskan gagasan bahwa perempuan harus bangkit dan berdaya. Dengan itu, lahirlah ide kesetaraan gender yang selalu mereka promosikan di berbagai media dan kebijakan publik. Pada akhirnya para perempuan yang bahkan tidak mengetahui latar belakang arus ini pun, harus ikut terseret dan menjadi agen-agen sukarela yang mengampanyekan ide kesetaraan gender. Mulai dari keberdayaan di bidang ekonomi, politik, bahkan mereka merasa harus punya level kepemimpinan yang sama dengan laki-laki.


Posisi Laki-laki dan Perempuan dalam Islam

Kita sebagai Muslim tentu punya perspektif yang berbeda. Islam memiliki sebuah aturan hidup yang lengkap dan solutif, bahkan mengenai pengaturan peran perempuan dan laki-laki pun sudah sangat jelas batasannya. Ya, perempuan dan laki-laki merupakan dua makhluk Allah yang mempunyai perbedaan tools dan peruntukkan perannya. Laki-laki dengan segala rasionalitas dan kekuatan fisiknya tentu lebih mumpuni untuk menjalankan peran qawwam (pemimpin) sebagaimana firman Allah:

الرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاءِ

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, ...” (Q.S. An-Nisaa’ [4]: 34).

Begitu pula dengan perempuan, dengan segala kelembutannya ia diberikan peran yang begitu mulia, 

الأصل في المرأة أنها أم وربت بيت، وهي عرض يجن أن يصنا

Kaidah ini bermakna “hukum asal perempuan adalah sebagai ibu dan pengatur rumah, dan ia adalah kehormatan yang harus dijaga”.

Lebih jelas bukan batas peran perempuan dan laki-laki dalam pandangan Islam? Semua punya porsinya masing-masing dan tidak perlu lagi repot bersaing. Semua peran yang telah Allah tetapkan ini tentunya akan berakhir pada sebuah kesetaraan, yakni kesetaraan dalam level ketakwaan. Karena masing-masing dari mereka sudah mengetahui betul apa saja peran yang akan mendatangkan ridha Allah, dan mana yang justru bisa mengundang murka Allah.

Dalam suatu hadis pun telah disebutkan bahwa:

لن يفلح قوم ولّوا أمرهم امرأة

Tidak akan bahagia suatu kaum yang menyerahkan urusannya kepada perempuan.” (HR. Bukhari No. 4163).


Don’t Be Overrated Against #GirlsTakeOver!

Bila seorang perempuan memaksakan dirinya untuk memimpin sebuah wilayah dengan alasan agar punya privilege untuk menyuarakan aspirasi golongannya, maka hal ini bukanlah pilihan yang tepat karena telah bertentangan dengan hadits di atas. Alih-alih mereka akan bahagia dengan kekuasaannya, justru kekacauan yang akan didapatkan.

Contohlah negara-negara yang tingkat keterlibatan perempuannya paling tinggi di dunia, apakah kebahagiaan telah mereka dapatkan? Bahkan Prancis sebagai negara G7 yang tertinggi persentase keterlibatan perempuannya di parlemen (39,5%, dalam data The Inter-Parliamentary Union, Januari 2021) justru mempunyai problem femicide yang sangat tinggi. Memang, bukan solusi kesetaraan gender yang harus diupayakan, melainkan solusi Islam yang semestinya di ambil. Karena Islam adalah sebuah sistem hidup yang akan menjamin kesejahteraan, keamanan, bahkan nyawa setiap manusia.

Teruntuk para perempuan generasi muda, masa sekarang adalah masa terbaik untuk menyerap ilmu yang mendukung peran utama kita sebanyak-banyaknya. Dan berbanggalah, karena Allah telah titipkan peran besar pada diri kita sebagai ibu pendidik generasi. Karena lewat tangan lembut kitalah kelak para pemimpin hebat nan taat syariat akan tercetak. Maka, berlombalah untuk memerankan peran tersebut dengan sebaik-baiknya. Pahala besar menanti kita di depan sana! []


Oleh: Aulia Rahmah, S.Kom
(Youth Enthusiast, Founder Komunitas Lingkar Iman dan Tsaqafah)

Posting Komentar

0 Komentar