TintaSiyasi.com-- Sejarawan dan Filolog Ustaz Salman Iskandar membeberkan, penjajah mengalahkan kesultanan-kesultanan di Nusantara dengan politik devide et impera (pecah belah).
"Bahkan, kemudian (penjajah) mengalahkan institusi politiknya dalam bentuk kesultanan (atau) kekuasaan itu dengan politik devide et impera pecah belah dan kemudian dikuasai,” ungkapnya dalam DIskusi Media Umat: Bedah Film Jejak Khilafah di Nusantara II (JKDN 2), di YouTube Media Umat, Ahad (24/10/2021).
“Kalau kita berbicara berkenaan dengan tinjauan faktual yang ada, dan upaya yang dilakukan oleh musuh Allah SWT dan Rasul-Nya, kaum kafir penjajah mereka belajar dari pangalaman sebelumnya di antara upaya untuk menguasai dan mengalahkan kaum Muslim," imbuhnya.
Menurut Ustaz Salman, sapaan akrabnya, di antara serangan kafir penjajah terhadap kesultanan di Nusantara yaitu berupa penguasaan, jabatan, kemudian berupa harta.
“Itu pula yang kemudian dilakukan oleh pihak kolonial ketika mengadu domba antara sosok yang kita kenal sebagai Sultan Ageng Tirtayasa dengan putra mahkotanya sendiri yaitu Sultan Haji begitu yang ada di Kesultanan Banten,” ujarnya.
Menurutnya, contoh lain di masa berikutnya, ketika kolonial Belanda mencoba menguasai wilayah Mataram setelah wafatnya Sultan Agung Hanyokrokusumo.
“Sultan Agung Hanyokrokusumo itu kan penerusnya itu Sunan Amangkurat I. Nah, Sunan Amangkurat I itu sebelum bertahta itu sudah di lobi-lobi politik oleh pihak kolonial untuk lebih memihak kepada mereka dari pada memihak kepada Islam,” ungkapnya.
Menurut Ustaz Salman, di masa Sunan Amangkurat I itu, bahkan para pendukung Sultan Agung Hanyokrokusumo, yang selama itu selalu menggerakkan perlawanan terhadap kolonial Belanda, itu yang pertama kali dibunuh oleh Sunan Amangkurat I, ada ribuan ulama yang kemudian dibantai oleh Sunan Amangkurat I.
“Luar biasa bagaimana taktik dari upaya yang dilakukan oleh pihak kolonial untuk memecah belah tadi, dari menginfiltrasi kemudian juga meyakinkan di antara keluarga yang ada di keraton sendiri untuk kemudian memihak mereka dan yang di iming-imingnya itu selalu berupa jabatan kekuasaan bahkan kemudian terkait dengan harta dunia,” bebernya.
Ustaz Salman menjelaskan, orang-orang kafir penjajah termasuk kolonial Belanda memiliki kedengkian yang luar biasa terhadap Islam dan kaum Muslim dan langkah yang biasa mereka lakukan dengan politik devide et impera, kemudian mereka kuasai.
Ia menambahkan, politik devide et impera yang selalu kafir penjajah lakukan, bukan hanya di Nusantara, tetapi juga di negeri-negeri kaum Muslim yang lain. Menurutnya, tidaklah heran kalau di awal mula kolonialisme dan imperialisme ada di Nusantara dimulai dengan kedatangan orang-orang Portugis dan Spanyol.
“Itu didasarkan kepada apa yang telah lazim kita ketahui dalam sejarah dunia bahwa mereka datang ke negeri-negeri bagian barat dan bagian timur itu kan berdasarkan perjanjian Tordesillas tahun 1494," katanya.
Ia memaparkan, dua tahun setelah jatuhnya ke Emirate Islam yang terakhir yang ada di Andalusia, khususnya yang ada di Istana Al-Hambra di wilayah Granada di lembah dan juga perbukitan Sierra Nevada di Andalusia. "Kita perhatikan deh Andalusia akhirnya jatuh ke tangan orang-orang Katolik baik itu Hispania, Catalonia atau pun Spanyol atau pun Portugis tadi itu diawali dengan adanya Muluk ath-Thawaif (raja-raja kelompok kecil),” bebernya.
Oleh karena itu, menurutnya, dari kejadian tersebut dapat diperhatikan dalam catatan sejarah, orang-orang Catalonia atau pun orang-orang Hispania baik itu Kerajaan Aragon atau pun Kerajaan Castillia, orang-orang Katolik Spanyol atau pun Portugal pada waktu itu Portugis, mereka akhirnya mencaplok satu demi satu Muluk ath-Thawaif dengan strategi devide et impera.
Jadi menurutnya, wilayah Kekhalifahan al-Qurthubah yang berpusat di Cordoba akhirnya jatuh menjadi Muluk ath-Thawaif, satu kabilah dengan kabilah yang lainnya itu dipecah belah oleh orang-orang Katolik. Menurutnya, satu sama lainnya diadu domba, kemudian saling diperkuat oleh masing-masing kubu. Akhirnya, ketika mulai melamah, kemudian dicaplok satu demi satu.
“Pola itulah yang kemudian dilakukan oleh orang-orang Portugis dan oleh orang-orang Spanyol ketika memasuki wilayah Nusantara ini, mereka sudah mendapatkan ilmunya," katanya.
Ia melihat, ketika memecah belah kaum Muslim yang ada di Andalusia dan Ketika memasuki wilayah Nusantara pun sama seperti itu dan itu pula yang dilakukan oleh kolonial Belanda, Prancis, Inggris. "(Mereka) juga memasuki negeri kita, itu juga dengan politik pecah belah, karena apa? Sudah dapat ilmunya ketika mereka menaklukkan Andalusia,” pungkasnya.[] Aslan La Asamu
0 Komentar