Dalam Islam, Kontes Miss Queen Tak akan Pernah Dapat Panggung


TintaSiyasi.com -- Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prof. Utang Ranuwijaya angkat bicara terkait acara Miss Queen Indonesia yang merupakan ajang untuk para transgender.

Menurutnya, ajang-ajang tersebut mestinya tidak boleh diadakan di Indonesia karena negara ini berasaskan Pancasila yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama, sesuai sila pertama, yaitu ketuhanan yang Maha-Esa. 

Kemudian, dia menjelaskan beda halnya dengan penyempurnaan jenis kelamin yang disebut dengan khuntsa. Operasi penyempurnaan jenis kelamin ke arah yang lebih dominan diperbolehkan. Segala bentuk kegiatan yang dengan sengaja ingin mempertontonkan kegiatan transgender ke publik adalah tidak baik atau bahkan bisa disebut perilaku buruk. (republika.co.id, 3/10/2021)

Sungguh mengejutkan bagi rakyat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, saat mendengarkan kabar suksesnya acara kontes kecantikan bagi para transgender yang diselenggarakan di Bali pada 30 September 2021 dan pemenangnya berhak mengikuti Miss International Queen 2021 yang akan diselenggarakan di Thailand.

Tentu saja acara tersebut menjadi pro dan kontra di kalangan masyarakat. Dilansir dari Insertlive, Millen Cyrus selaku juara pertama kontes Miss Queen mendapatkan banyak cibiran atas keikutsertaannya. Namun siapa sangka transgender tersebut juga mendapatkan dukungan dari beberapa warganet dengan menyebut sang juara berparas cantik, berbakat dan layak mendapat bintang.

Suksesnya acara tersebut sekaligus memberikan bukti betapa semakin kerasnya kampanye kaum LGBT di negeri ini. Penyelenggaraan kontes tersebut juga menunjukkan sikap masyarakat yang semakin toleran terhadap penyimpangan fitrah manusia. 

Hal tersebut terlihat dari sikap sebagian warganet yang memberi dukungan kepada sang juara untuk tampil di ajang sejenis di tingkat global. Sementara negara secara terang-terangan melakukan pembiaran dan tidak menutup semua pintu penyebaran ide dan perilaku LGBT.

Eksisnya kaum menyimpang tersebut terjadi karena liberalisme telah menguasai dunia. Adanya kampanye Hak Asasi Manusia (HAM) secara global menjadikan seruan penerimaan atas komunitas serupa yang sejak masa Nabi Luth as. sudah dilaknat Allah ini semakin gencar dan terus disuarakan berbagai pihak.

HAM selalu menjadi dalih bagi para LGBT untuk memperoleh justifikasi atas perilaku mereka. HAM digunakan sebagai tameng untuk melindungi aktivitas menyimpang tersebut. Karena HAM menjamin kebebasan individu dalam bertingkah laku.

HAM memandang bahwa setiap manusia bebas bertingkah laku apa saja selama tidak mengganggu kebebasan orang lain. Apakah itu perilaku heteroseksual atau homoseksual. Mau menikah dengan lawan jenis atau sesama jenis juga boleh. Bahkan memamerkan aktivitas homoseksual di ruang publik juga boleh.

Propaganda tersebut jelas akan merusak pemikiran kaum Muslimin dan  menjauhkan umat dari hukum-hukum Allah SWT. Diabaikannya aturan agama dalam kehidupan membuat manusia menetapkan aturan mengikuti hawa nafsunya. Akal dan perasaan di jadikan pedoman sehingga menolerir keberadaan komunitas pelaku maksiat tersebut.

Padahal, realitas membuktikan perilaku tersebut telah menjerumuskan manusia pada titik martabat paling rendah. Karena hewanpun tidak mau melakukannya.

Cara Islam Mengatasi LGBT

Islam sebagai aturan kehidupan yang lengkap dan sempurna menjadikan Al-Qur'an dan Sunah sebagai sumber hukum seluruh permasalahan manusia termasuk dalam memandang LGBT.

Allah menegaskan haramnya perilaku LGBT dengan melaknat dan mengazab kaum Nabi Luth yang memiliki orientasi seksual yang menyimpang. Sesuatu yang telah Allah haramkan harus kita sikapi sebagai sesuatu yang ditinggalkan sekaligus mencegah kondisi yang kondusif terhadap perkara itu.

Karena keberadaan LGBT saat ini telah menjadi problem sistemis, maka harus diselesaikan oleh negara. Negara Islam akan melakukan beberapa langkah sebagai berikut,

Pertama, negara akan menanamkan iman dan takwa kepada seluruh anggota masyarakat agar menjauhi semua perilaku menyimpang dan maksiat. Negara juga menanamkan dan memahamkan nilai-nilai norma, moral, budaya, pemikiran dan sistem Islam termasuk sistem pendidikan baik formal maupun non formal dengan beragam institusi, saluran dan sarana.

Dengan demikian, rakyat akan memiliki kendali internal yang menghalanginya dari perilaku LGBT.  Rakyat bisa menyaring informasi, pemikiran dan budaya yang merusak. Rakyat tidak didominasi oleh sikap hedonis dan mengutamakan kepuasan hawa nafsu semata.

Kedua, negara akan menyetop penyebaran segala bentuk pornografi dan pornoaksi, baik yang dilakukan sesama jenis maupun berbeda jenis. Negara akan menyensor semua media yang mengajarkan dan menyebarkan pemikiran dan budaya rusak semisal LGBT.

Masyarakat akan diajarkan bagaimana cara menyalurkan gharizah nau' dengan benar, yaitu dengan pernikahan syari. Negara pun akan memudahkan dan memfasilitasi siapapun yang ingin menikah dengan pernikahan syari.

Ketiga, negara akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang menjamin keadilan dan kesejahteraan ekonomi rakyat. Sehingga tak akan ada pelaku LGBT yang menjadikan alasan ekonomi, karena miskin, lapar, kekurangan dan lain-lain untuk melegalkan perilaku menyimpangnya.

Keempat, jika masih ada yang melakukan, maka sistem uqubat (sanksi) Islam akan menjadi benteng yang bisa melindungi masyarakat dari semua itu. Hal tersebut untuk memberikan efek jera bagi pelaku kriminal dan mencegah orang lain untuk melakukan hal yang serupa.

Di dalam kitabnya Fiqih Sunnah jilid 9 Sayyid Sabiq menyatakan sepakat atas keharaman homoseksual dan penghukuman terhadap pelakunya dengan hukuman berat, hanya para ulama berbeda pendapat dalam menentukan ukuran hukuman yang ditetapkan. Dalam hal ini dijumpai tiga pendapat,

Pertama, pelakunya harus dibunuh secara mutlak. Kedua, pelaku dikenai had zina. Ketiga, pelaku diberikan sanksi berat lainnya.

Dengan hukuman sanksi yang demikian berat kepada para pelaku liwath, maka akan membuat siapapun berpikir berkali-kali untuk melakukan hal tersebut. Ini adalah fungsi zawajir (pencegah). Sangsi ini sekaligus menjadi fungsi jawabir (ampunan) dosa bagi pelakunya kelak di akhirat. 

Negara yang sanggup melakukan semua tugas dan tanggung jawab tersebut tak lain adalah Negara Khilafah. Karena hanya Islam yang akan mewujudkan rahmatan lil alamin.

Oleh: Nabila Zidane
(Forum Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban)

Posting Komentar

0 Komentar