Predator Seksual Bebas di Sambut Bak Pahlawan: Inikah Sikap Toleran dari Sistem Demokrasi Liberal?


TintaSiyasi.com -- Sungguh menjijikkan dan memuakkan. Pelaku kejahatan seksual (homoseks) yang ketika keluar dari penjara dielu-elukan bak pahlawan.

Penyanyi dangdut, Saipul Jamil menghirup udara bebas setelah menjalani hukuman selama delapan tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Cipinang, Jakarta Timur, Kamis, 2 September 2021. Perwakilan keluarga, kerabat, dan tim kuasa hukumnya telah menanti sejak pagi di penjara Cipinang.

Saipul dijemput dengan menggunakan mobil Porsche merah. Tidak hanya itu, ia juga terlihat mendapatkan karangan bunga yang dikalungkan ke lehernya. Penyambutan meriah atas bebasnya Saipul Jamil ini mendapat reaksi keras dari netizen.

Di Twitter, kata Saipul Jamil merajai trending topic. Kebanyakan mencuitkan kalimat pedas bercampur kesal melihat penyambutannya yang disambut bak pahlawan.

Saipul Jamil dihukum penjara dalam dua kasus berbeda. Kasus pertama adalah pencabulan dengan hukuman tiga tahun penjara pada 2016. Hukuman Saipul diperberat di Pengadilan Tinggi menjadi lima tahun. Hukumannya ditambah tiga tahun setelah ia terbukti menyuap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara sebesar Rp 250 juta. (Tempo.co: Jakarta, 2 September 2021).

Sambutan kepada seseorang yang pernah melakukan kejahatan seksual, tidak sepatutnya mendapatkan keistimewaan tersebut. Ini tentu sangat tidak mendidik. Terlebih lagi disiarkan stasiun TV nasional.

Dalam sistem demokrasi yang menjunjung tinggi HAM, adalah hal yang wajar menghormati hak seseorang, meskipun dia predator seksual yang menjijikkan. Sistem hukum di negeri memang tidak memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan. Bahkan cenderung sangat pro dengan pelaku kejahatan dengan adanya vonis ringan dan remisi kepada predator seksual. Hal ini mengindikasikan sifat dasar dari sistem demokrasi liberal yang toleran terhadap predator seksual. Inilah yang semakin menyuburkan tindak kejahatan. Akibatnya penjara pun over kapasitas sebab kejahatan semakin meningkat.

Berbeda dalam sistem Islam, negara menerapkan sistem  hukum Islam. Pelaku kejahatan seksual akan mendapatkan balasan yang setimpal atas perbuatannya.

Sistem Demokrasi Liberal Toleran Kepada Predator Seksual

Penyambutan bak pahlawan terhadap pedangdut Saiful Jamil yang telah mendekam di penjara selama 5 tahun karena kasus kasus kekerasan seksual terhadap remaja dan suap panitera memang sangat memuakkan dan menjijikkan. Banyak pihak melontarkan kalimat pedasnya terkait hal ini.

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait mengaku kecewa. Hal ini lantaran mantan terpidana kasus kekerasan seksual Saipul Jamil, disambut bagaikan pahlawan, saat keluar dari lembaga permasyarakatan. Menurut Arist, sebagai seorang yang pernah melakukan kejahatan seksual, tidak sepatutnya dia mendapatkan keistimewaan tersebut. Sebab seolah-olah Saipul Jamil orang yang tidak pernah melakukan kejahatannya. Perlakuan spesial yang didapat mantan suami Dewi Persik tersebut juga melecehkan perjuangan para pakerja dan aktivis perlindungan anak karena mereka telah bekerja susah payah untuk membebaskan anak dari serangan seksual, baik dalam bentuk kekerasan sodomi, inses, perkosaan dan bentuk kekerasan seksual lainnya. Oleh sebab itu, penyambutan spesial terhadap Saipil Jamil tersebut sangat tidak mendidik karena dikhawatirkan pelaku kejahatan seksual ke depannya akan mendapatkan perlakukan istimewa seperti Saipul Jamil.

Hal serupa juga diutarakan Najwa Shihab. Ia turut menyoroti penyambutan Saiful Jamil yang telah mendekam di penjara selama 5 tahun karena kasus kasus kekerasan seksual terhadap remaja dan suap panitera. Melalui postingan di akun Instagram miliknya, pembawa acara "Mata Najwa" tersebut mengunggah video berjudul "Glorifikasi dan Bahaya Normalisasi Kekerasan Seksual". Video berdurasi 3 menit 19 detik itu menunjukkan momen-momen saat Saipul Jamil keluar dari Lapas Cipinang. Pemilik nama lengkap Jamaluddin Purwanto itu disambut karangan bunga hingga dielu-elukan saat menaiki mobil Ferrari. Atas pembebasan Saipul Jamil yang seolah dirayakan ini, Najwa Shihab dalam captionnya menulis bahwa sambutan tersebut dapat berpotensi membuat publik maklum atas aksi kekerasan yang dilakukan artis 41 tahun itu terhadap korban.

Tak ketinggalan, publik figur Deddy Corbuzier juga turut menyuarakan kekecewaannya atas penyambutan Saipul Jamil yang kelewat heboh. Deddy Corbuzier memberikan komentar menohok melalui laman Instagram pribadinya. Ia mengunggah foto Saipul Jamil yang tengah berdiri di mobil sambil melambaikan tangan dan berkalung bunga usai dinyatakan bebas. Dalam unggahan tersebut, ayah Azka Corbuzier tak segan membubuhkan caption singkat namun menohok.
"Luar biasa...Menang medali emas?!" tulis Deddy di akun Instagram @mastercorbuzier.

Tentu saja hal yang wajar jika banyak pihak merasa heran dan kesal atas tingkah laku segelintir orang yang memperlakukan pelaku sodomi sebagai pahlawan, namun jika kembali pada sistem demokrasi liberal yang diterapkan di negeri ini semua menjadi jelas dan gamblang.

Sistem demokrasi liberal lahir dari ideologi Kapitalisme. Ide-ide Kapitalisme seperti demokrasi, HAM dan sakulerisme telah menjadi mafahim (konsep), maqayis (standart) dan qana’ah (keyakinan). Semuanya ditanamkan oleh negara kepada masyarakat. Padahal semua ide-ide tadi jelas adalah sumber kerusakan.

Al-‘Allamah as-Syaikh Abdul Qadim Zallum di dalam bukunya, Demokrasi Sistem Kufur, mengatakan: “Di antara bencana paling mengerikan yang menimpa seluruh umat manusia ialah ide kebebasan individu yang dibawa oleh demokrasi. Ide ini telah mengakibatkan berbagai malapetaka secara universal serta memerosotkan harkat dan martabat masyarakat di negeri-negeri demokrasi sampai ke derajat yang lebih hina daripada derajat segerombolan binatang!”

Sebagaimana yang telah diketahui, dalam demokrasi, ada 4 kebebasan (al-hurriyat, freedom) yang dijamin: pertama, kebebasan beragama (hurriyah al-‘aqidah); kedua, kebebasan berpendapat (hurriyah ar-ra`yi); ketiga, kebebasan kepemilikan (hurriyah ar-tamalluk); dan keempat, kebebasan berperilaku (al-hurriyah asy-syakhshiyyah).

Kebebasan berperilaku, misalnya, telah melahirkan perilaku seks menyimpang. Sekarang manusia sudah tidak malu lagi memperkenalkan dirinya di hadapan umum sebagai pasangan homo atau lesbi dan juga waria yang merupakan perilaku lebih rendah dari binatang. Bahkan pelaku kejahatan seksual pun kini disambut bak pahlawan setelah bebas. Kebebasan semacam ini sama artinya dengan meligitimasi kemaksiatan.

Hal ini mengindikasikan sistem demokrasi liberal yang diterapkan di negeri ini begitu toleran terhadap kejahatan seksual. Hukumannya ringan dan penegak hukumnya banyak yang miskin integritas sehingga bisa  memperingan sanksi. Belum lagi beragam remisi yang bisa didapat oleh pelaku kejahatan ini. Ini benar-benar menyakiti rasa keadilan masyarakat, dan membuat geram semua pihak yang masih menggunakan akalnya.
Lebih parah lagi, saat keluar dari penjara si penjahat seksual ini justru diberi panggung atas nama hak berekonomi dan berkesenian. Lalu dimana hak rasa aman publik?

Dampak Toleransi Sistem Demokrasi Liberal terhadap Pelaku Kejahatan Seksual

Sedari awal semestinya disadari oleh publik, bahwa kekerasan seksual akan terus terjadi selama sistem demokrasi liberal bercokol di negeri ini. Karena nilai kebebasan, makin banyak konten porno, mengumbar aurat di mana-mana. Juga ada segolongan orang yang mendorong perilaku seksual menyimpang, diakui sebagai orientasi seksual berbeda. Akibat berikutnya, jelas ada sebagian yang melakukan sodomi.

Karena alasan HAM, UU yang dibuat tidak boleh mengkriminalisasi praktik LGBT. UU juga tidak boleh melarang mendapat untung dari konten porno dan seterusnya. Dalam kasus artis pelaku sodomi ini nampak jelas industri hiburan hanya mementingkan untung. Yang kontroversi justru diberi panggung karena bisa menaikkan rating dan untung. Tentu saja hal ini akan menimbulkan dampak buruk ditengah-tengah masyarakat.

Berikut ini beberapa dampak buruk yang ditimbulkan antara lain:

Pertama, Legalisasi Perbuatan Maksiat 

Euforia fans Saipul Jamil yang menyambutnya dengan suka cita seolah memberi pesan bahwa perbuatan maksiat itu legal, kejahatan seksual itu sesuatu yang biasa. Bahkan pelakunya layak dihormati dan dikalungi medali seperti sang juara yang mengharumkan nama bangsa. 

Hal ini tentu saja sangat disesalkan, perbuatan maksiat yang menimbulkan trauma berat bagi korbannya, semestinya dicaci, dihina dan dikucilkan. Bukan justru malah disanjung dan dijunjung.

Kedua, Menyuburkan Kejahatan

Hukuman yang ringan terhadap pelaku kejahatan seksual tidak menimbulkan efek jera bagi pelakunya. Hal inilah mendorong pada pelaku kejahatan semakin marak. Belum lagi aparat penegak hukum yang justru memperingan sanksi dengan beragam remisi yang diberikan kepada pelaku. Akibatnya, pelaku kejahatan makin berani melakukan tindakan jahatnya.

Sanksi penjara tidak sanggup menjamin pelaku kejahatan menyesali perbuatannya. Meskipun ada yang mendorong memberlakukan hukuman kebiri, namun banyak yang kontra.

Oleh sebab itu, diperlukan solusi alternatif dari kejahatan seksual ini yakni dengan mencampakkan kebebasan. Nilai liberal diganti takwa, ukuran porno dan penyimpangan distandarisasi dengan syariah hingga bisa menjadi baku, tidak boleh ada keuntungan atau nilai ekonomi dari perilaku maksiat. Perilaku porno dan kejahatan seksual hanya bisa diberi sanksi sesuai hukum sanksi islam. Bahkan, pelaku sodomi dalam sebuah riwayat diberi hukuman dengan dibawa ke tempat tinggi atau tebing dan pelakunya dijatuhkan ke bawah.

Strategi Islam untuk Mengatasi Kejahatan Seksual

Berbeda dengan Islam, Islam melawan segala bentuk kejahatan seksual. Islam memiliki mekanisme yang menyolusi kasus kejahatan seksual.

Pertama, jika yang dilakukan pelaku pedofilia adalah perbuatan zina, maka hukumannya adalah hukuman untuk pezina yaitu dirajam jika sudah muhshan (menikah) (HR. Bukhari dan Abu Daud). Atau di cambuk 100 kali jika bukan muhshan (QS. An-Nuur: 2).

Kedua, jika yang dilakukan pelaku pedofilia adalah liwath (homoseksual), maka hukumannya adalah hukuman mati bukan yang lain.

Ketiga, jika yang dilakukan adalah pelecehan seksual yang tidak sampai pada perbuatan zina atau homoseksual, maka  hukumannya ta'zir (Imam Syaukani, Nailul Authar hlm. 1480; Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul 'Uqubat, hlm. 93).

Hukuman ini sangat efektif dan solutif. Sebab ciri khas dari sanksi Islam adalah sebagai jawabir dan zawajir. Dikatakan sebagai jawabir karena sanksi Islam merupakan penebus dosa pelaku di dunia sebagaimana sabda Rasulullah SAW, "Barangsiapa melakukan pelanggaran batas (hukum Allah) lalu dijatuhi sanksi, maka itu merupakan kafaratnya (penebus dosa)." (HR. Ibnu Majah, Ibnu Hibban). Dikatakan zawajir sebab sanksi Islam akan mencegah berulangnya tindakan kriminal tersebut oleh si pelaku dan mencegah orang lain agar tidak terjerumus untuk melakukan perbuatan kriminal yang sama karena tumbuhnya rasa takut setelah menyaksikan pelaksanaan sanksi tersebut.

Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an surat An-Nuur ayat 2,


ٱلزَّانِيَةُ وَٱلزَّانِى فَٱجْلِدُوا۟ كُلَّ وَٰحِدٍ مِّنْهُمَا مِا۟ئَةَ جَلْدَةٍ ۖ وَلَا تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِى دِينِ ٱللَّهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۖ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَآئِفَةٌ مِّنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ

Artinya: "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman."

Maka, dengan pengembalian sistem sanksi Islam dalam kehidupan masyarakat, kasus kriminal seperti kejahatan seksual akan mudah teratasi dan terselesaikan secara tuntas. Kehidupan masyarakat pun akan terjaga dari berbagai sisinya.

Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah ayat 179,

وَلَكُمْ فِى ٱلْقِصَاصِ حَيَوٰةٌ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ


Artinya: "Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.

Dari uraian di atas dapat kami tarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

Pertama, sistem demokrasi liberal yang diterapkan di negeri ini begitu toleran terhadap kejahatan seksual. Hukumannya ringan dan penegak hukumnya banyak yang miskin integritas sehingga bisa  memperingan sanksi. Belum lagi beragam remisi yang bisa didapat oleh pelaku kejahatan ini. Ini benar-benar menyakiti rasa keadilan masyarakat, dan membuat geram semua pihak yang masih menggunakan akalnya. Lebih parah lagi, saat keluar dari penjara si penjahat seksual ini justru diberi panggung atas nama hak berekonomi dan berkesenian. 

Kedua, dampak buruk toleransi sistem demokrasi liberal yang ditimbulkan dari kejahatan seksual yang antara lain:
memberi kesan melegalisasi perbuatan maksiat dan menyuburkan kejahatan.

Perbuatan maksiat yang menimbulkan trauma berat bagi korbannya, semestinya dicaci, dihina dan dikucilkan. Bukan justru malah disanjung dan dijunjung. Ditambah lagi, hukuman yang ringan terhadap pelaku kejahatan seksual tidak menimbulkan efek jera bagi pelakunya. Hal inilah mendorong pada pelaku kejahatan semakin marak. Aparat penegak hukum yang justru memperingan sanksi dengan beragam remisi yang diberikan kepada pelaku. Akibatnya, pelaku kejahatan makin berani melakukan tindakan jahatnya.

Ketiga, adapun strategi Islam untuk mengatasi kejahatan seksual antara lain: 

Pertama, jika yang dilakukan pelaku pedofilia adalah perbuatan zina, maka hukumannya adalah hukuman untuk pezina yaitu dirajam jika sudah muhshan (menikah) (HR. Bukhari dan Abu Daud). Atau di cambuk 100 kali jika bukan muhshan (QS. An-Nuur: 2).

Kedua, jika yang dilakukan pelaku pedofilia adalah liwath (homoseksual), maka hukumannya adalah hukuman mati bukan yang lain.

Ketiga, jika yang dilakukan adalah pelecehan seksual yang tidak sampai pada perbuatan zina atau homoseksual, maka  hukumannya ta'zir 

Hukuman ini sangat efektif dan solutif. Sebab ciri khas dari sanksi Islam adalah sebagai jawabir dan zawajir. Dikatakan sebagai jawabir karena sanksi Islam merupakan penebus dosa pelaku di dunia dan zawajir sebab sanksi Islam akan mencegah berulangnya tindakan kriminal tersebut oleh si pelaku dan mencegah orang lain agar tidak terjerumus untuk melakukan perbuatan kriminal yang sama karena tumbuhnya rasa takut setelah menyaksikan pelaksanaan sanksi tersebut.

Oleh: Achmad Mu’it (Analis Politik Islam)

Nb Matkulol Ahad, 19 September 2021

#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpAgainst

Posting Komentar

0 Komentar