TintaSiyasi.com-- Menjawab tudingan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Yasonna Laoly soal Undang-Undang (UU) Narkotika biang kerok lapas over kapasitas, Jurnalis Joko Prasetyo mengatakan, kalau UU berdasarkan Islam, insyaallah tidak over kapasitas, karena hukum hudud diterapkan.
"Coba kalau UU yang dibuat berdasarkan Islam, insyaallah penjara tidak akan over kapasitas karena hukumannya bukan dipenjara, melainkan hukum hudud berupa 40 atau 80 kali cambukan bagi pengguna. Sedangkan bagi pengedarnya dikenai takzir, yang terberat berupa hukuman mati," tutur Om Joy, sapaan akrabnya kepada TintaSiyasi.com, Jumat (10/9/2021).
Ia membenarkan, UU Narkotika memang menjadi biang kerok lapas over kapasitas. "Karena UU yang berdasar Pancasila tersebut meniscayakan pengguna narkoba maupun pengedarnya dipenjara," ujarnya.
Ia menjelaskan, apabila yang diterapkan UU berdasar Islam negara akan mengedukasi rakyat agar menjauhi segala yang haram. "Selain itu, tentu saja negara yang berdasarkan Islam akan mengedukasi rakyat untuk meningkatkan iman dan takwa termasuk menjauhi semua yang haram di antaranya adalah narkoba," paparnya.
"Jadi tak ada lagi cerita over kapasitas penjara gegara narkoba, apalagi sampai kebakaran hingga menewaskan puluhan napi narkoba," tegasnya.
Ia memaparkan kelebihan hukum Islam. "Begitulah hukum Islam, yaitu, solutif dan menimbulkan efek jera. Dan satu lagi yang belum disebut, yakni sebagai penebus dosa," katanya.
Dalam hukum Islam, ia mengatakan, pengguna maupun pengedar narkoba yang beragama Islam dan ridha dihukum pakai hukum Islam, langsung dosanya Allah hapus begitu dikenai hudud/takzir.
"Apakah negara Pancasila menjamin penghapusan dosa bagi pengguna dan pengedar narkoba yang rela dipenjara? Tentu saja tidak," cetusnya.
Ia mengatakan, beberapa kasus yang terungkap malah para pengedarnya mengedarkan narkoba dari penjara. Bahkan, menurutnya, memberikan efek jera aja enggak, yang ada malah semakin bertambah dosanya.
"Sialnya, di negara Pancasila ini, orang yang mendakwahkan Islam secara kaffah distigma dengan cap radikal (dengan konotasi negatif)," jelasnya.
Sebaliknya, ia melihat, yang mempromosikan ide-ide kufur jebakan penjajah disebut moderat (dengan konotasi positif). Padahal, Islam jelas-jelas satu-satunya solusi yang benar dan solutif untuk menjamin kebahagian manusia di dunia dan akhirat.
"Sedangkan hukum yang berlaku saat ini, yang dianggap tidak bertentangan dengan Pancasila tetapi jelas-jelas bertentangan dengan Islam, menimbulkan berbagai masalah serius, belum lagi di akhirat kelak. Hmm... kepikiran enggak sih?" tuntasnya.[] Ika Mawarningtyas
0 Komentar