Hukum Tebus Murah


TintaSiyasi.com -- Ustaz, apa hukumnya tebus murah yang banyak dilakukan sebagai promo di berbagai retail (minimarket) saat ini? (Hamba Allah, Makassar).

Jawab :

Tebus murah merupakan istilah untuk jual beli dalam rangka promosi yang dilaksanakan oleh sebagian minimarket. Mekanisme dasarnya, pembeli akan dapat membeli produk-produk tertentu dengan harga murah, dengan syarat dia harus membeli dulu produk barang atau jasa dengan nilai minimal tertentu.

Contohnya, jika pembeli membeli produk barang dengan nilai minimal Rp 100 ribu, pembeli dapat menebus murah 2 liter minyak goreng merek tertentu seharga Rp 12.900.

Biasanya barang yang ditebus murah adalah private label, yaitu barang dengan merek yang diciptakan dan dimiliki oleh minimarket itu sendiri.   

Tebus murah juga dapat diperoleh jika pembeli membayar angsuran/tagihan/tiket transportasi/pelayanan jasa lainnya di minimarket tertentu, dan menyatukan transaksi itu dengan pembelian produk tebus murah dalam satu transaksi.

Misalnya, jika pembeli membeli tiket pesawat, dia dapat menebus murah 2 liter minyak goreng (private label).

Hukum tebus murah menurut kami adalah haram secara syariah, berdasarkan 2 (dua) alasan sebagai berikut :

Pertama, dalam tebus murah tersebut telah terjadi penggabungan dua akad dalam satu akad (shafqataini fi shafqah wahidah), atau berlangsung satu akad yang mensyaratkan adanya akad yang lain.

Yang demikian itu telah dilarang sesuai hadits dari Ibnu Mas’ud RA, yang berkata :

نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ صَفْقَتَيْنِ فِيْ صَفْقَةٍ وَاحِدَةٍ

”Rasulullah SAW telah melarang dua kesepakatan dalam satu kesepakatan.” (shafqataini fi shafqah wahidah). (HR. Ahmad, Musnad Ahmad, Juz I, hlm. 398, nomor hadits 3783; HR Al Bazzar, Musnad Al Bazzar, Juz V, hlm. 384, nomor hadits 2017).

Hadits di atas dinilai hadits shahih li ghairihi oleh Syekh Syu’aib Al Arna’uth. (Lihat Musnad Ahmad bi Ahkam Al Artna’uth, Juz IV, nomor hadits. 3783).

Imam Al Haitsami mengomentari hadits riwayat Imam Ahmad tersebut dengan berkata, "Rijaalu Ahmad tsiqaat.”  (para periwayat hadits dalam hadits riwayat Imam Ahmad itu adalah para periwayat hadits yang tsiqah.” (Lihat Imam Al Haitsami, Majma’az Zawaid wa Manba’ul Fawa’id, Juz IV, hlm. 84-85).

Yang dimaksud dengan sabda Rasulullah SAW "Dua kesepakatan dalam satu kesepakatan” (shafqataini fi shafqah wahidah), menurut Imam Taqiyuddin An Nabhani, adalah adanya dua akad dalam satu akad (wujuudu ‘aqdaini fi ‘aqdin wahid). Dengan kata lain, hadits tersebut melarang adanya satu akad yang mensyaratkan adanya akad yang lain (wa huwa yusytarathu fi al ‘aqdi ‘aqdun akhar). (Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah, Juz II, hlm. 305; Taqi Utsmani, Fiqh Al Buyu’, Juz I, hlm. 505; Yusuf As Sabatin, Al Buyu' Al Qadimah wa Al Mu'ashirah, hlm. 27).

Berdasarkan penjelasan ini, jelaslah bahwa tebus murah hukumnya haram, karena telah mensyaratkan akad jual beli tebus murah dengan syarat pembelian barang lain lebih dulu.

Kedua, dalam tebus murah tersebut telah terjadi penggabungan dua akad jual beli dalam satu akad jual beli (bai’ataini fii bai’atin).

Penggabungan dua jual beli menjadi satu jual beli secara khusus juga telah dilarang sesuai hadits dari Abu Hurairah RA :

نَهىَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعَتَيْنِ فِيْ بَيْعَةٍ

”Rasulullah SAW telah melarang dua jual beli dalam satu jual beli.” (bai’ataini fii bai’atin). (HR. Tirmidzi no. 1231, dan Nasa`i, no. 4636. Imam Tirmidzi berkata,”Ini hadits hasan shahih.”).

Hadits ini mempunyai makna yang sama dengan hadits larangan shafqataini fi shafqah wahidah sebelumnya di atas, hanya saja ia lebih khusus. Karena hadits ini secara khusus melarang penggabungan dua jual beli menjadi satu jual beli, sedang hadits sebelumnya, melarang penggabungan dua akad ke dalam satu akad, baik itu akad jual beli dengan jual beli, maupun akad jual jual beli dengan akad ijarah (sewa), dan sebagainya. (Taqi Utsmani, Fiqh Al Buyu’, Juz I, hlm. 505-506).

Berdasarkan dua dalil tersebut, tebus murah tersebut menurut kami hukumnya haram secara syariah, baik bagi pembeli maupun bagi penjual (minimarket) yang mengadakannya. Wallahu a’lam.

Yogyakarta, 8 Juni 2021

Oleh : KH. M. Shiddiq Al Jawi

Posting Komentar

0 Komentar