Terungkap Rektor UI Rangkap Jabatan, Prof Suteki: Dapat Dikategorikan Melanggar Hukum



TintaSiyasi.com-- Pakar Hukum dan Masyarakat Prof. Dr. Suteki, S.H., M. Hum., mengatakan kasus rangkap jabatan oleh rektor Universitas Indonesia (UI) termasuk tindakan yang dapat dikategorikan melanggar hukum.

"Rangkap jabatan rektor itu termasuk tindakan yang dapat dikategorikan sebagai perbuatan melanggar hukum," tuturnya kepada TintaSiyasi.com, Sabtu (3/7/2021).

Prof. Suteki mengatakan, argumentasi hukumnya adalah karena kasus rangkap jabatan seperti itu rentan terjadi conflict of interest seorang pejabat. Hal itu dinilainya bisa menyebabkan terjadinya hegemoni kekuasaan yang dapat meminggirkan tugas utamanya. 

"Bahkan demi kekuasaan yang lebih kuat, ia akan berpotensi bertindak melindunginya seraya melakukan tindakan represi dan anti kebenaran dan keadilan," ujarnya.

Ia mengungkapkan empat jenis pelanggaran hukum dalam kasus rangkap jabatan olej rektor UI tersebut

Pertama, pelanggaran statuta UI. Ia menjelaskan, dalamPasal 35 huruf C Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta Universitas Indonesia. Pasal 35 huruf C PP Statuta Universitas Indonesia menyebut bahwa: "Rektor UI dan Wakil Rektor UI dilarang merangkap jabatan sebagai petinggi pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), maupun perusahaan swasta."

Kedua, pelanggaran UU BUMN. Larangan rangkap jabatan juga tertuang dalam Pasal 33 UU Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN yang berbunyi: 

"Anggota Komisaris dilarang memangku jabatan rangkap sebagai: (a) Anggota Direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan; dan/atau (b) Jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan." 

Ketiga, pelanggaran UU pelayanan publik. Pasal 17 UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa: "Pelaksana pelayanan publik dilarang merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha bagi pelaksana yang berasal dari lingkungan instansi pemerintah, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik daerah yang menegaskan pelayan publik dilarang rangkap jabatan baik sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha." 

"UI termasuk kategori pelayanan publik. Ini tertuang dalam PP tentang statuta Pasal 3 huruf (f) tentang tujuan UI," tuturnya.

Keempat, lelanggaran Kode Etik Kebebasan Akademik. Ia menjelaskan, rangkap jabatan Rektor UI juga melanggar Kode Etik Civitas Akademika UI yang tertuang dalam SK DGB UI No. 001/SK/DGB-UI/2014 yang kemudian diterjemahkan ke dalam Indikator melalui SK Rektor No. 2719/2018 terkait dengan Nilai ke-5, yakni tentang tanggung jawab. 

"Merujuk ke UU, PP Statuta UI hingga Kode Etik tersebut di atas maka rangkap jabatan rektor UI sebagai Wakil Komisaris Utama di BUMN (Bank BRI) jelas melanggar hukum dan moral," tegasnya. 

Ia menyayangkan kasus rangkap jabatan Rektor UI tersebut yang seolah ada pembiaran dari organ kampus yang harusnya dapat memberikan sanksi atas kasus tersebut. 

Ia menjelaskan, organ itu adalah Majelis Wali Amanat (MWA). Berdasarkan pemberitaan yang beredar di dunia maya, rangkap jabatan yang dilakukan oleh Ari Kuncoro sebenarnya sudah menjadi perhatian MWA sejak tahun lalu (2020). "Namun, Forum MWA UI yang anggotanya terdiri dari perwakilan menteri, senat, karyawan, dan mahasiswa itu tidak kunjung memberikan teguran atau sanksi tegas kepada Ari Kuncoro," pungkasnya.[] Rasman

Posting Komentar

0 Komentar