Narkoba Tak Tuntas Diberantas, Mau Sampai Kapan?

 
TintaSiyasi.com-- Tertangkapnya seorang artis beserta suaminya karena penyalahgunaan narkoba sebenarnya bukan berita baru, dalam siklus kehidupan materialisme hal tersebut rentan terjadi, kesenangan selalu menjadi tujuan hidup jadi ketika stres karena pandemi misalnya maka narkoba menjadi jawaban. Tak perlu melihat status kepopuleran, jabatan, profesi dan kekayaan seseorang, masyarakat bawah  dengan strata pendidikan rendah pun tak luput dari jeratan narkoba. Mulai dari remaja, pengusaha, pesohor, pejabat bahkan aparat hingga kalangan ibu rumah tangga pun bisa masuk dalam perangkapnya. 

Hal yang sama pun terjadi pada pasangan artis NR dan suaminya AB, yang baru-baru ini ditangkap polisi atas dugaan penyalahgunaan narkotika, Rabu (7/7/2021). Keduanya ditangkap bersama sopir pribadi mereka yang berinisial ZN.

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus menjelaskan, ketiganya diamankan pada waktu dan di tempat terpisah. NR, AB dan ZN dinyatakan positif metamfetamin atau mengonsumsi sabu-sabu berdasarkan hasil pemeriksaan urine. Polisi menetapkan mereka sebagai tersangka dan kini dalam proses penyidikan lebih lanjut. "Ketiganya sudah ditetapkan sebagai tersangka. Kami masih mendalami berapa lama yang bersangkutan memakai," kata Yusri di Polres Metro Jakarta Pusat, Kamis (8/7/2021).


Narkoba makin Diminati

Penyalahgunaan narkoba memang memberikan dampak buruk bagi masyarakat, tingginya angka kriminalitas salah satu penyumbangnya adalah pengguna dan pengedar  narkoba yang melakukan berbagai cara untuk mendapatkan narkoba. Efek samping penggunaan narkoba juga tidak tanggung-tanggung, bisa menimbulkan kematian. Namun, entah mengapa makin diminati. Bahkan saat ini menggunakan narkoba sudah menjadi gaya hidup, bukan hanya pada golongan masyarakat tertentu tapi hampir ada pada setiap level kehidupan. Faktor ekonomi, pergaulan, stres karena pekerjaan dan sebagainya menjadi alasan bagi para pengguna barang haram ini.

Maka tak heran dari tahun ke tahun, pengguna narkoba terus mengalami peningkatan. Dalam World Drug Report UNODC tahun 2020 tercatat sekitar 269 juta orang di dunia menyalahgunakan narkoba. Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Berbahaya (NAPZA) di Indonesia juga kian tahun semakin meningkat. Menurut data Badan Narkotika Nasional (BNN), pengguna narkoba mencapai 3,6 juta orang pada tahun 2019. Sedangkan pada tahun 2020, berdasarkan data Kementerian Sosial menunjukkan jumlah korban penyalahgunaan NAPZA yang dilayani sebanyak  21.680 orang yang didampingi oleh 962 Pekerja Sosial dan Konselor Adiksi.

Seharusnya kita menyadari dan menjadi perhatian kita bersama adalah mengapa kasus narkoba tak bisa tuntas di berantas? Apakah perangkat hukumnya yang tak memberi efek jera atau kah penegakan hukum yang tebang pilih?


Hukum Narkoba di Bawah Kapitalisme
 
Pemberantasan narkoba di Indonesia bukan tidak diusahakan, berbagai upaya pun di lakukan oleh pemerintah namun upaya tersebut menemui jalan buntu, belum selesai satu kasus, bermunculan lagi kasus-kasus baru. Salah satu penyebabnya adalah sifat dari narkoba itu sendiri yang selalu memberikan kecanduan terhadap penggunanya. Kemudian hukum yang di berlakukan biasanya tidak menimbulkan efek jera pada pelaku. Serta adanya dugaan oknum aparat yang "bermain mata" dengan bandar narkoba. Maka tak heran timbul rasa tak percaya publik pada penegakan hukum narkoba. 

Penangkapan yang dilakukan terkesan pilih kasih, misalnya saja  peristiwa ditangkapnya publik figur Jennifer Dun atau biasa disapa Jedun juga menghebohkan publik pada tahun 2018 lalu. Pasalnya Jedun sudah dua kali keluar masuk penjara karena kasus narkoba. Jedun ditangkap bersama dengan Raditya (Tio) saat sedang mengonsumsi narkoba jenis sabu. Namun, dalam putusan majelis hakim Jedun mendapat vonis ringan yaitu penjara selama 8 bulan sedangkan Tio mendapat vonis 5 tahun penjara. Hal ini menjadi janggal lantaran keduanya sama-sama mengonsumsi sabu. Ketika hal ini dipertanyakan oleh pengacara Tio, Jaksa Penuntut Umum menjelaskan bahwa barang bukti yang ditemukan pada Jennifer Dun hanya sendok pipet bukan sabu. 

Dari kejadian tersebut hukum memperlihatkan keberpihakannya pada Jennifer Dun bukan menunjukkan ketegasan dalam memberantas narkoba. Vonis 8 bulan penjara yang diterima Jennifer Dun menunjukkan tidak tegasnya hakim dalam menetapkan vonis. Lalu bagaimana perlakuan hukum pada pasangan selebritas NR-AB ini? Kita tunggu saja kelanjutannya, meski  sudah dapat diprediksi seperti apa sanksi yang akan dijatuhkan nantinya.

Begitulah Hukum di Indonesia,  bisa dibilang memiliki kualitas rendah, sesuai dengan sebuah peribahasa bahwa “hukum tajam ke bawah dan hukum tumpul ke atas”. Ini semua adalah buah dari penerapan sistem kapitalisme, akan sulit menegakkan hukum jika sudah berbau uang. Hukum tunduk pada siapa yang memiliki kekuasaan bukan pada siapa yang benar. Hukum akan memihak pada siapa yang memiliki uang bukan pada siapa yang butuh keadilan. 

Diperparah dengan sekularisme kental yang memisahkan agama dari kehidupan maka jadilah hidup itu kosong tanpa agama, agama hanya pada ibadah-ibadah ritual saja, tak pernah menyentuh ke sendi kehidupan. Menjadikan masyarakat tidak paham halal dan haram, haq dan batil. Kalaupun ada segelintir masyarakat yang memahami namun amar makruf nahi mungkar tidak optimal dilakukan.


Narkoba Tuntas dengan Islam

Di dalam Islam, manusia diperintahkan untuk senantiasa menjaga kesehatan dan kekuatan badannya. Salah satu nas yang mengindikasikan anjuran tersebut adalah sabda Rasulullah SAW:

اَلْـمُؤْمِنُ الْقَـوِيُّ خَـيْرٌ وَأَحَبُّ إِلَـى اللهِ مِنَ الْـمُؤْمِنِ الضَّعِيْفِ

Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah daripada Mukmin yang lemah.” (HR Muslim).

Selain itu, manusia juga diminta agar memelihara akalnya. Karena akal merupakan komponen yang sangat penting dalam Islam sebab keberadaannya merupakan salah satu syarat taklif hukum syara’ dibebankan. Nabi Saw bersabda,

رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلاَثَةٍ، عَنِ الَجْمْنُوْنِ الْمَغْلُوْبِ عَلىَ عَقْلِهِ حَتَّى يَبْرَأَ، وَعَنِ النَّائِم حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَحْتَلِمَ

Pena diangkat dari tiga golongan: orang yang gila yang akalnya tertutup sampai sembuh, orang yang tidur sehingga bangun, dan anak kecil sehingga balig.” (HR Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan ad-Daruquthni dari sahabat ‘Ali dan Ibnu ‘Umar ra).

Islam secara tegas mengharamkan narkoba begitu juga pengedarannya. karena narkoba termasuk barang yang akan melemahkan jiwa dan akal manusia. Pendapat ini berdasarkan hadis dengan sanad sahih dari Ummu Salamah, beliau mengatakan,

“نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ كُلِّ مُسْكِرٍ وَمُفَتِّرٍ”

“Rasulullah SAW melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah).”

Menurut Rawwas Qal’ahjie dalam Mu’jam Lughah Al Fuqoha`, hlm. 342, yang dimaksud mufattir adalah zat yang menimbulkan rasa tenang/rileks (istirkha’) dan malas (tatsaqul) pada tubuh manusia.

Islam pun melarang sesuatu yang bisa mendatangkan bahaya dharar. Dari Ibnu ‘Abbas, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاضرر ولا ضرار

"Tidak boleh memberikan dampak bahaya, tidak boleh memberikan dampak bahaya.” (HR Ibnu Majah No. 2340, Ad Daruquthni, Al-Baihaqi 6:69, Al-Hakim 2:66).

Untuk  itu Islam menetapkan sanksi tegas terhadap pelanggar hukum yang akan membahayakan akal dan jiwa manusia.  Sanksi (uqubat) bagi mereka yang menggunakan narkoba adalah ta’zir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan qadhi, misalnya dipenjara, dicambuk, dan sebagainya. Sanksi ta’zir dapat berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya. (Saud Al Utaibi, Al Mausu’ah Al Jina`iyah Al Islamiyah, 1/708-709; Abdurrahman Maliki, Nizhamul Uqubat, 1990, hlm. 81 & 98).

Namun, karena negeri ini tidak berasaskan akidah Islam maka, sudah barang tentu penegakan hukum bagi pelaku narkoba jauh panggang dari api, tidak akan ada tindak tegas yang menyeluruh bagi pemakai dan juga pengedar.  Kepercayaan rakyat  terhadap institusi hukum pun makin memudar karenanya.

Selama hukum berada dalam genggaman demokrasi kapitalisme maka penyelesaian narkoba tidak akan menemukan ujungnya. Butuh sistem yang shahih yang komprehensif untuk memberantas narkoba sampai tuntas. Sistem itu adalah Islam yang diterapkan di bawah naungan Daulah Islamiyah.[]


Oleh: Ema Darmawaty
(Sahabat TintaSiyasi)

Posting Komentar

0 Komentar