Istiqamah: Kiat Jitu Sukses dalam Dakwah



TintaSiyasi.com-- “Istiqamah adalah harga termahal semua jenis kebaikan.” “Istiqamah itu berat, yang ringan adalah istirahat.” Demikian beberapa quotes inspiratif tentang istiqamah. Menggambarkan tentang karakter istiqamah sebagai sebuah sikap/tindakan mulia dan membutuhkan upaya tak biasa.

Apa itu istiqamah? Secara makna bahasa, istiqamah berasal dari kata qama yang berarti: berdiri, tegak, jejeg, lurus. Adapun dalam makna syar’i, istiqamah berarti meniti jalan lurus, yaitu agama lurus (Islam) tanpa menyimpang ke kiri dan ke kanan. Ibnu Taimiyah mendefinisikan istiqamah sebagai teguh hati dalam mencintai dan beribadah kepada-Nya, tidak menoleh dari-Nya ke arah kiri/kanan. Selaras dengan pengertian di atas, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istiqamah ialah sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen.

Dalam aktivitas apa pun, istiqamah tentu dibutuhkan. Bagaimana mungkin seseorang atau sebuah kelompok mampu meraih tujuannya jika tak memiliki sikap ini? Terlebih dalam dakwah Islam. Dakwah merupakan aktivitas warisan para nabi dalam menyebarkan Islam agar kalimat Allah SWT tegak di muka bumi. Dengan kata lain, aturan Allah SWT bisa diterapkan dalam semua sisi kehidupan. 

Amar makruf nahi mungkar adalah napas dakwah. Perkara ini tentu tidak mudah. Menjadi sunatullah kala jalan dakwah berhias onak duri, dipenuhi dengan kesulitan, bahkan penentangan. Butuh perjuangan, pun pengorbanan. Jalan dakwah biasanya panjang dan berlika-liku. Proses menuju kemenangan tidak semudah membalik telapak tangan, juga membutuhkan waktu yang tak sebentar. 

Di sinilah keistiqamahan pengemban dakwah teruji. Sejauh mana ia mampu bertahan, ataukah berguguran di tengah jalan perjuangan. Tak dinafikan, saat bersua dengan berbagai tantangan, satu per satu ada yang pergi dari medan dakwah. Ada yang kemudian kembali. Selebihnya menghilang, bahkan beberapa justru menjadi penghalang dakwah itu sendiri.


Istiqamah untuk Meraih Sukses Dakwah
  
Istiqamah berarti teguh di atas jalan yang lurus, yaitu Islam: akidah dan syariahnya. Allah SWT berfirman,

وَأَنَّ هَٰذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلاَ تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَن سَبِيلِهِ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُم بِهِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Sungguh (Islam) inilah jalan-Ku yang lurus. Karena itu ikutilah jalan itu. Janganlah kalian mengikuti jalan-jalan lain karena jalan-jalan itu pasti menceraiberaikan kalian dari jalan-Nya. Yang demikian Allah perintahkan agar kalian bertakwa.” (QS. al-Anam: 153)

Keistiqamahan hanya bisa diwujudkan dengan mengikuti Islam, meyakini akidahnya, mengamalkan syariatnya, serta mengikuti _manhaj_ dan sistemnya. Keistiqamahan dalam totalitas ketaatan kepada Allah-lah yang akan mengantarkan kita pada keselamatan dan keberkahan. Keistiqamahan menuntut keteguhan iman, menjalankan berbagai ketaatan dan menjauhi berbagai kemaksiatan. 

Selain istiqamah menjalankan Islam, Allah SWT juga memerintahkan kita agar istiqamah mendakwahkan Islam. Allah SWT berfirman,

فَلِذَلِكَ فَادْعُ وَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ…

“Karena itu serulah (mereka) dan istiqamahlah sebagaimana kamu diperintah demikian dan janganlah mengikuti hawa nafsu mereka..” (QS. asy-Syura: 15)

Imam Nashiruddin al-Baydhawi dalam Anwâr at-Tanzîl wa Asrâru at-Ta`wîl (Tafsîr al-Baiydhâwî) menjelaskan makna ayat ini, “Untuk itu serulah pada persatuan di atas agama yang lurus (millah hanîfiyah) atau mengikuti apa saja yang diberikan kepada kamu dan istiqamahlah sebagaimana yang diperintahkan kepadamu, yakni beristiqamahlah di jalan dakwah seperti yang diperintahkan kepada kamu dan jangan kamu ikuti hawa nafsu mereka, yakni yang batil. Istiqamah di jalan dakwah ini mencakup istiqamah mengamalkan metode/ manhaj dakwah Rasul SAW, sekaligus meninggalkan selainnya. Sebab metode dakwah adalah bagian dari sunah (jalan) Rasul SAW. Mengikuti jalan selain jalan Rasul akan menjauhkan dari Islam dan tentu akan berujung pada kegagalan.”

Namun, keteguhan dalam berdakwah tentu tak luput dari berbagai ujian. Sebagaimana firman Allah SWT, “Ataukah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu sebelum kamu. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang (dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata, ‘Kapankah datang pertolongan Allah?’ Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat.” (QS. Al Baqarah: 214)

Istiqamah memperjuangkan kebenaran dan keadilan memang tidak mudah. Terlebih dalam ketaatan kepada Allah SWT dan dalam perjuangan menegakkan syariat-Nya. Ada beberapa faktor yang memungkinkan seorang pengemban dakwah terlempar dari keistiqomahan di jalan perjuangan:

1. Faktor internal

a. Minimalis dalam menjalin kedekatan diri dengan Allah. Taqarrub ilallah menjadi kunci utama istiqamah berjuang. Kurang mendekatkan diri kepada Allah SWT menyebabkan pengemban dakwah mudah futur dan tidak bersemangat. Padahal dia adalah orang yang bertekad menolong agama Allah SWT tegak. Jika demikian, mengapa mesti enggan berdekatan dengan Sang Pemilik Agama? Menyitir petuah Ustaz Ismail Yusanto, “Pengemban dakwah jika tidak melaksanakan qiyamul lail, maka perjuangannya akan brodhol (rontok) dan prothol (berguguran).” 

b. Pemahaman tentang metode dakwah yang shahih kurang mentajasad. Kurang memahami peta dakwah berikut metode perjuangan Islam shahih, berpotensi membuat seorang pendakwah kurang sabar dan tergesa ingin segera mendapatkan hasil. Sehingga cepat putus asa saat target-target perjuangan belum tercapai. 

c. Meninggikan ego pribadi di atas kepentingan dakwah. Ketika jalan dakwah menjadi pilihan hidup, hendaknya ia siap berbagi: waktu, tenaga, pikiran, termasuk dana demi “berjual beli” dengan Allah SWT. Jika masih menjadikan ego diri sebagai poros aktivitasnya, tak mungkin seseorang mampu memberikan totalitas perjuangan.  

d. Bergerak individual (tidak berada dalam jamaah/kelompok dakwah). Perjuangan menegakkan agama Allah SWT bukanlah perkara ringan. Terlebih lawan yang dihadapi bersifat sistemik. Berjuang sendirian tentu cepat lelah. Pun saat futur, tak ada yang menyemangati dan menasihati. Terus-menerus dalam kefuturan akan menyebabkan keterpurukan.

2. Faktor eksternal

a. Mendapatkan stigma negatif seperti: radikal, teroris, fanatik, dan seterusnya. Strategi belah bambu yang dilancarkan musuh Islam dan pengikutnya sedikit banyak berpengaruh pada beberapa pendakwah. Demi menghindari stempel negatif yang disematkan padanya, ia akan mengurangi “kualitas” dakwahnya, misal, dari sisi konten menghindari penyampaian Islam ideologis.

b. Memperoleh tekanan baik psikis maupun fisik, dari ancaman hingga penangkapan. Ini merupakan tantangan terberat dalam perjuangan karena sudah bertaruh nyawa. Bahkan tak hanya berhitung diri, namun juga keberlangsungan keluarga. Hal ini berpotensi memengaruhi dakwahnya turun ke level “biasa” atau bahkan mimimalis, demi menghindari keburukan menimpa padanya atau menjauhkan diri dari mengulang keburukan serupa.

c. Iming-iming materi, jabatan dan kekuasaan. Tawaran materi dan simbol kenikmatan lainnya bisa jadi membungkam idealisme perjuangan. Terlebih saat seseorang tengah mengalami kesempitan hidup, godaan jenis ini akan sangat menggiurkan, hingga memalingkan dirinya dari jalan dakwah. Bahkan bisa membuatnya memusuhi barisan pejuang Islam yang tak lagi sevisi dengannya.

d. “Jebakan” aktivitas keduniawian. Rutinitas keseharian hingga berada pada zona nyaman, berpotensi membuat seseorang enggan mencurahkan kontribusi optimal bagi perjuangan. Apalagi karakter perjuangan identik dengan ketidaknyamanan dan kesulitan. Jadilah ia setengah-setengah dalam berdakwah.

Demikian beberapa kondisi yang memungkinkan seorang pengemban dakwah tidak optimal menjalankan kewajibannya. Sehingga lambat atau cepat akan menciptakan dinding pemisah tebal antara dirinya dengan dakwah Islam. Jadilah ia pribadi yang tidak istiqamah dalam perjuangan kalimatullah. Mudah goyah. Lalu menyerah. Kalah. Bahkan banyak yang akhirnya berbalik arah. Dari seorang pejuang, menjadi pecundang. Hal seperti ini sangat mudah terjadi dalam realitas penerapan sistem sekularisme kapitalistik yang jauh dari aturan dan nilai Islam.

Dampak Negatif Ketidakistiqamahan dalam Dakwah

Saat seorang pengemban dakwah sudah diharu-biru hawa nafsu, diperdaya harta dan diperbudak syahwat kekuasaan, sejatinya semua itu berpangkal pada kecintaan manusia terhadap dunia. Padahal sabda Nabi SAW, “Andai dunia ini sebanding harganya dengan sayap seekor lalat saja, niscaya Allah SWT tidak akan membiarkan seorang kafir pun untuk meminum air dari dunia ini barang seteguk pun.” (HR at-Tirmidzi dan Ibn Majah)

Dunia ini tak lebih berharga dari sayap seekor lalat. Menjadi rugi tentunya, saat seorang pengemban dakwah menukar kelezatan kenikmatan perjuangan dengan nikmatnya dunia yang tak seberapa. Berikut ini kerugian atau dampak negatif dari ketidakistiqamahan seorang pendakwah: 

1. Akan merugi dunia akhirat. Di dunia, ia kehilangan lezatnya kenikmatan perjuangan, di akhirat akan berkurang amalan shalih yang mengantar pada pahala dan ridha Allah SWT.

2. Mudah futur (lepas tali ikatan dengan Allah SWT). Ketika futur, seseorang mudah terpengaruh hal buruk sehingga berkurang ketaatan pada-Nya. Sekaligus ia akan menuai rasa gelisah (galau) dalam hidupnya.

3. Kian terjebak pada aktivitas keduniawian. Saat ia mulai lalai menjalankan salah satu kewajiban dalam hidupnya dan justru tersibukkan dengan urusan hidup lainnya , sejatinya ia tengah “menjebak” diri mengikuti permainan dunia yang fana dan menipu. 

4. Dikhawatirkan akan "menular" kepada rekan seperjuangan. Sikap "loyo" dan kurang bersemangat menunaikan amanah dakwah, dikhawatirkan akan menular kepada yang lainnya. Terlebih jika tidak ada budaya saling mengingatkan antarteman, "virus" ini akan menular. 

5. Masyarakat menjadi berkurang tsiqah/kepercayaan pada pendakwah tersebut. Akibatnya, seruannya tidak lagi didengar dan diikuti oleh umat Islam. Akan lebih sulit untuk meraih kepemimpinan umat. 

6. Menghambat/memperlama meraih target/tujuan dakwah. Keberadaan orang-orang yang tidak istiqamah berdakwah akan menjauhkan dakwah dari mencapai tujuannya. Pun dikhawatirkan akan menghalangi turunnya pertolongan Allah SWT.

Demikian beberapa dampak negatif yang mungkin timbul karena ketidakistiqomahan seorang pengemban dakwah. Mudah-mudahan kita terhindar dari hal demikian.

Kiat Menjadi Pribadi Istiqamah di Jalan Dakwah

Para pengemban dakwah wajib selalu istiqamah di jalan perjuangan Islam. Berikut ini kiat agar menjadi pribadi istiqamah di jalan dakwah. 

1. Memperbaharui iman secara benar dan lurus. Menyatu antara keyakinan, ucapan dan tindakan (Lihat QS Ibrahim: 27). Keistiqamahan akan berbanding lurus dengan benar dan lurusnya keimanan. Seorang pendakwah mesti membuang jauh-jauh, paham dan keyakinan yang menyimpang dari Islam. Selain itu, mendudukkan kembali apa sebenarnya yang hendak kita cari dalam hidup yang singkat ini? Pun, lihat sekeliling kita. Ternyata jika kita perhatikan, hidup ini “sekadar begitu saja.”

2. Menjaga keikhlasan semata-mata karena Allah SWT dan selalu berusaha terikat dengan syariah (QS. al-Bayyinah: 5). Selama seseorang berjuang ikhlas semata-mata karena Allah SWT dan demi meraih ridha-Nya, bukan karena orientasi duniawi (seperti harta, kekuasaan, jabatan, dll), ia akan istiqamah. Sebab, setan tidak akan bisa menggoda hamba-Nya yang ikhlas (QS al-Hijr: 39-40).

3. Mengkaji, menghayati dan mengamalkan isi Al-Qur’an (Lihat: QS an-Nahl: 102, QS al-Furqan: 32). Sebabnya, seseorang tidak mungkin berlaku lurus tanpa memahami dan mengamalkan isi Al-Qur’an.

4. Lurus dalam pemikiran dan tindakan. Caranya dengan hanya mengambil dan mengikuti pemikiran Islam seraya mencampakkan pemikiran di luar Islam. Selain itu, pejuang Islam tidak boleh terpengaruh oleh penerimaan atau penolakan manusia. Juga oleh keuntungan dan kerugian yang menimpa perjuangan dakwah. Akan tetapi, semua perkara harus selalu dihubungkan dengan surga dan neraka, ridha dan murka Allah SWT. Untuk itu, ia wajib terikat Islam. Terikat dengan ide (fikrah) dan metode (thariqah)-nya tanpa ada pemisahan seperti dicontohkan Rasulullah SAW. 

5. Memiliki teman dan lingkungan (jamaah) yang shalih. Allah SWT menyatakan dalam Al-Qur’an bahwa salah satu sebab utama yang menguatkan para Sahabat adalah keberadaan Rasulullah SAW di tengah-tengah mereka. Allah SWT juga memerintahkan agar selalu bersama dengan orang-orang baik (QS. at-Taubah: 119). Di sinilah pentingnya berjamaah. Para ulama memeringatkan bahwa setan lebih mudah memperdaya orang yang sendirian dan jauh dari jamaah.

6. Mengkaji dan menghayati kisah-kisah orang shalih terdahulu sehingga bisa dijadikan teladan beristiqamah dalam dakwah. Dalam Al-Qur’an, banyak diceritakan kisah para nabi, rasul dan mukmin terdahulu. Kisah-kisah ini Allah jadikan untuk meneguhkan hati Rasulullah SAW dan kaum mukmin (QS. Hud: 11).

7. Memperbanyak taqarrub ilallah (terutama qiyamul lail) dan doa kepada Allah SWT, agar diberi keistiqamahan serta Allah kuatkan pundaknya dalam menjalankan amanah. Allah SWT memuji orang beriman yang selalu berdoa kepada-Nya untuk meminta keteguhan iman ketika menghadapi ujian (QS. Ali ‘Imran: 146-148, QS. al-Baqarah: 250, QS. Ali Imran: 8). Doa yang paling sering Nabi SAW panjatkan adalah, “Ya Muqallib al-qulûb, tsabbit qalbî ‘alâ dînik (Duhai Zat Yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).” (HR at-Tirmidzi)

8. Rasakan nikmatnya kelezatan berdakwah. Pengemban dakwah harusnya merasakan lezatnya sesuatu yang bagi orang lain tidak diberikan kelezatan itu. Andai ia tidak bisa merasakan kelezatan dalam menjalankan amanah dakwah, berhati-hatilah, itu tanda bahaya.

Orang yang istiqamah dan sabar di jalan dakwah, niscaya akan mendapatkan banyak keutamaan. Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang Muslim berinteraksi dengan masyarakat, lalu ia bersabar dari perlakuan buruk masyarakat terhadap dirinya (dalam dakwah), hal itu adalah lebih baik daripada seorang Muslim yang tidak mau berinteraksi dan tidak bersabar dari perlakuan buruk masyarakat.” (HR. al-Tirmidzi)

Imam al-Shan’ani menjelaskan, “Hadis tersebut menjelaskan keutamaan bagi orang yang berinteraksi, menyeru masyarakat pada kemakrufan, mencegah kemungkaran dan memperbaiki sistem sosial mereka. Hal demikian lebih baik ketimbang orang yang menyendiri dan tidak mau bersabar dalam berinteraksi.” (As-Shan’ani, Subul as-Salâm, V/245).

Semoga kita menjadi pribadi istiqamah dalam menjalankan berbagai amanah dakwah, hingga sistem Islam tegak atau Allah SWT memanggil kita pulang kelak. Aamiin yaa Rabb.

Dari pemaparan di atas, penulis mengajukan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 

Pertama. Istiqamah merupakan kiat jitu sukses dakwah. Istiqamah mengantarkan pada keselamatan dan keberkahan. Pun selalu terjaga dalam ketaatan.  

Secara umum, ada dua faktor penyebab pendakwah tidak istiqamah di jalan perjuangan, yaitu faktor internal dan eksternal. Internal meliputi: minimalis dalam menjalin kedekatan diri dengan Allah, pemahaman tentang metode dakwah yang shahih kurang mentajasad, meninggikan ego pribadi di atas kepentingan dakwah, serta bergerak individual (tidak berada dalam jamaah/kelompok dakwah). 

Adapun faktor eksternal mencakup: mendapatkan stigma negatif seperti: radikal, teroris, fanatik, dan seterusnya, memperoleh tekanan baik psikis maupun fisik, dari ancaman hingga penangkapan, iming-iming materi, jabatan dan kekuasaan, serta “jebakan”aktivitas keduniawian.

Kedua. Dampak negatif dari ketidakistiqamahan seorang pendakwah antara lain: akan merugi dunia akhirat, mudah futur (lepas tali ikatan dengan Allah SWT), kian terjebak pada aktivitas keduniawian, dikhawatirkan sikap loyo akan menular ke rekan seperjuangan, masyarakat menjadi berkurang tsiqah/kepercayaan pada pendakwah tersebut, serta menghambat/memperlama meraih target/tujuan dakwah hingga dikhawatirkan akan menghalangi turunnya pertolongan Allah SWT. Mudah-mudahan kita terhindar dari hal demikian.

Ketiga. Kiat agar menjadi pribadi istiqamah di jalan dakwah adalah: memperbaharui iman secara benar dan lurus, menjaga keikhlasan semata-mata karena Allah SWT, mengkaji dan mengamalkan isi Al-Qur’an, lurus dalam pemikiran dan tindakan, mencari teman dan lingkungan yang shalih, mengkaji dan menghayati kisah-kisah orang shalih terdahulu untuk dijadikan teladan, mmemperbanyak _taqarrub ilallah_ (terutama _qiyamul lail_) dan doa kepada Allah SWT, serta mampu merasakan nikmatnya kelezatan berdakwah.

Orang yang istiqamah dan sabar di jalan dakwah, niscaya akan mendapatkan banyak keutamaan. Semoga kita menjadi pribadi istiqamah dalam menjalankan berbagai amanah dakwah, hingga sistem Islam tegak atau Allah SWT memanggil kita pulang kelak.[]

Oleh: Puspita Satyawati
Aktivis Muslimah DIY dam Analis Politik Media 
#LamRad
#LiveOppressedOrRiseUpAgainst

Posting Komentar

0 Komentar