TintaSiyasi.com-- Utang luar negeri (ULN) Indonesia yang semakin meningkat dinilai Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI)Dr. Hj. Anis Byarwati, S.Ag., M. Si. telah mengalami kenaikan sebesar 14.4 miliar dolar.
“Maka bisa disimpulkan, selama setahun terakhir pemerintah Presiden Jokowi, ada kenaikan ULN Indonesia sebesar 14,4 miliar dolar AS (Amerika Serikat)," tuturnya dalam Insight ke-45 PKAD: Awas! Gagal Bayar, Negara Ambyar, Rabu (7/7/2021) di kanal YouTube Pusat Kajian dan Analisis Data (PKAD).
Ia ungkap, berdasarkan laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2020 dan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2020 utang yang menjadi tanggungan pemerintah bukan hanya di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Rp 6.527 triliun, tetapi juga utang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar Rp 2.143 triliun.
"Kenaikan berasal dari utang pemerintah maupun swasta. Dengan begitu, selama dua periode saat ini (2014-2020) ULN Indonesia sudah bertambah sebanyak 117,1 miliar dolar AS atau sekitar 1.721,87 triliun,” tambahnya.
Ia menyampaikan, sejak periode pertama di akhir kuartal IV 2014 posisi ULN Indonesia tercatat sebesar 292,6 dolar AS dengan rasio terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 32,9 persen. Kemudian, ia menjelaskan, total ULN pada kuartal terakhir 2014 ini terdiri dari sektor publik sebesar 129,7 miliar dolar AS atau 44,3 persen dari total ULN dan ULN sektor swasta 162,8 milliar dollar AS atau 55,7 persen dari total ULN.
“Jadi kalau ULN gambaran satu bonggol begitu, maka 44,3 persen itu utang publik, utang pemerintah dan bank sentral. Sementara 55,7 persen itu utangnya swasta termasuk BUMN. Jadi lebih besar utangnya swasta,” tambahnya.
Data terakhir yang diliris Bank Indonesia, ia ungkap, ULN Indonesia per Juli 2020 yakni sebesar 409,7 miliar dolar AS atau sekitar 6.063,56 triliun dengan kurs 14.800 per dolar AS, dengan rasio terhadap PDB sebesar 38,2 persen.
Sementara pada Juli 2019, ia mengatakan, kalau dibandingkan dengan tahun sebelumnya, ULN Indonesia itu sebesar 395,3 miliar dolar AS. Rinciannya ia beberkan, utang publik 197,5 miliar dolar AS dan BUMN sebesar 197,8 miliar dolar AS, maka dalam satu tahun ada penambahan.
Ia menyayangkan utang luar negeri yang diambil sudah segitu banyaknya, namun pembelanjaannya atau penggunaannya tidak efektif. Bahkan, ia lihat, anggaran yang ada dirancang untuk defisit anggaran.
“Jadi kenapa defisit? Karena antara pendapatan negara dengan pengeluaran negara lebih besar pengeluaran negara (belanja negara), jadi besar pasak daripada tiang. Nah, membayar defisit itu diambil dari utang, baik utang domestik atau utang luar negeri,“ jelasnya.
Tidak hanya itu, ia kembali menjelaskan utang kepada negara lain memiliki tenor bemacam-macam, pemerintah mengeluarkan surat berharga negara untuk mengambil utang dari luar negeri, ada yang tenornya 10 tahun, ada 30 tahun, bahkan ada yang 50 tahun. “Nah berarti tahun 2074 jatuh tempo utang kita, sudah enggak ada kita kan? Tapi generasi kita ke depan sudah kebagian utang indonesia,” bebernya.
Di akhir ia menyampaikan pesan singkat kepada pemerintah salah satunya agar melakukan penajaman alokasi anggaran. Ia berpesan, belanja negara perlu lebih difokuskan pada penangangan pandemi dan pemulihan ekonomi. Menurutnya, belanja negara yang menghabiskan anggaran besar yang bukan infrastruktur sebaiknya ditunda untuk mengurangi tekanan pada defisit fisikal.[] HN
0 Komentar