Menolak Nikah ala Malala Yousafzai: Inikah Lifestyle Generasi Baru yang Tidak Memahami Makna Pernikahan?



TintaSiyasi.com-- Tagar #ShameOnMalala menjadi tren di Pakistan setelah Malala Yousafzai, seorang aktivis pendidikan berasal dari Pakistan pertanyakan mengapa perlu menikah. Dikutip dari laman Merdeka.com (7/6/2021), Malala Yousafzai mendapat serangan di media sosial di Pakistan setelah hasil wawancaranya dengan majalah Vogue dirilis, mempertanyakan perlunya menikah.

Dalam komentarnya, peraih Nobel Perdamaian 2014 ini mengatakan dia masih tidak paham “mengapa orang harus menikah”. “Jika Anda ingin memiliki seseorang dalam hidup Anda, mengapa Anda harus menandatangani surat nikah, mengapa tidak bisa menjadi mitra?” ujarnya, dikutip dari Al Araby, Senin (7/6). Dia kemudian mengatakan ibunya menasihatinya agar menikah karena pernikahan itu indah.

Sebenarnya, tidak hanya warganet Pakistan saja, tetapi banyak warganet di berbagai belahan dunia mengkritisi pernyataan Malala tersebut. Karena, hal ini seolah menegaskan gambaran remaja sekarang tidak acuh terhadap pernikahan, bahkan gamang menuju pernikahan.


Mendedah di Balik Pernyataan Malala Yousafzai yang Pertanyakan Tujuan Menikah

Dikutip dari kumparan.com (8/2/2021), Malala menjadi orang termuda yang menerima Penghargaan Nobel Perdamaian pada tahun 2014. Sejak saat itu, Malala semakin dikenal di dunia dan menjadi salah satu wanita paling berpengaruh. Dilansir dari situs Biography.com, berikut fakta lainnya tentang Malala Yousafzai.

Malala Yousafzai adalah seorang aktivis pendidikan berasal dari Pakistan. Dia menjadi orang termuda yang memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian saat usianya baru mencapai 17 tahun karena dirinya tidak takut dalam menyuarakan pendidikan untuk anak perempuan, meskipun ancaman serta percobaan pembunuhan silih berganti menghampirinya.

Pada 9 Oktober 2012, seorang pria bersenjata menembak Yousafzai ketika dia dalam perjalanan pulang dari sekolah. Dia selamat dan terus berbicara tentang pentingnya pendidikan. Pada tahun 2013, gadis muda itu mendapatkan kesempatan untuk berpidato di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan menerbitkan buku pertamanya berjudul I Am Malala.

Dilansir dari bbc.com (3/7/2021) Malala Yousafzai mengatakan bahwa masa studinya di universitas "akhirnya" memberikan waktu untuk dirinya sendiri, termasuk untuk menikmati hal-hal seperti makan sajian Mcdonald's dan bermain poker.

Pemenang Hadiah Nobel itu memberikan wawancara mendalam kepada majalah Vogue edisi Inggris. Ia juga tampil di sampul edisi Juli majalah itu. Malala, 23, lulus dari Universitas Oxford tahun lalu.

Dengan segudang pengalamannya, patut disayangkan pernyataan Malala yang mempertanyakan kenapa perlu menikah itu. Apalagi dia digadang-gadang sebagai peraih nobel termuda, aktivis muda, dan lain-lainnya. Jika dikupas lebih dalam, dapat diambil beberapa indikasi sebagai berikut.

Pertama, pernyataan Malala menggambarkan seseorang yang tidak memahami makna pernikahan dalam pandangan Islam. Pasalnya, telah jelas, pernikahan adalah ibadah dan bagian dari syariat Islam. Bahkan, dalam sebuah hadis dikatakan pernikahan untuk menyempurnakan agama. 

Malala yang mempertanyakan untuk apa perlu menikah dan kenapa perlu tanda tangan di kantor yang mengurusi pernikahan. Sebenarnya, telah mengonfirmasi, Malala belum memahami komitmen pernikahan. Sekalipun, dalam pernikahan yang sakral ijab kabul. Adanya negara yang mengatur, seperti adanya buku nikah dan lain-lain, adalah mubah, bukti tertulis, dan bentuk perlindungan negara dalam menjaga hak-hak suami istri. Selain itu, adanya buku nikah mubah. Tetapi, kesakralan pernikahan terletak di dalam ijab kabul.

Kedua, pernyataan Malala seolah mengkampanyekan budaya pacaran yang selama ini dibawa oleh kaum Barat hedonis, sekuler, dan liberalis. Kaum sekuler yang memisahkan agama dan kehidupan, tentunya jelas tidak memahami hakikat pernikahan. Dan sikap sekuler inilah yang melahirkan sikap liberalis, yaitu serba bebas dan enggak mau diatur. Selain itu, sikap sekuler juga melahirkan hedonisme, yaitu pemahaman yang hanya mengejar kesenangan duniawi.

Mereka yang sekuler, liberalis, dan hedonis tentunya tidak mau ada agama mengatur pemenuhan naluri seksualnya (ghariza nau'). Karena, memang tujuan pernikahan, salah satunya adalah untuk memenuhi kebutuhan naluri. Khususnya, naluri seksual. Di dalam Islam pemenuhan naluri seksual adalah dengan menikah. Jika belum sanggup menikah, dianjurkan untuk berpuasa. 

"Wahai para pemuda, siapa saja di antara kalian yang telah mampu menanggung beban, hendaklah segera menikah. Sebab, pernikahan itu lebih menundukkan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Siapa saja yang belum mampu menikah, hendaklah ia berpuasa, karena puasa adalah perisai baginya." (Mutafaq 'alayhi)

Jelas, bahwa tujuan pernikahan adalah penjagaan dan sebagai solusi jika sudah siap menikah. Pernikahan adalah sebuah ibadah sekaligus komitmen, bukan hanya sekadar untuk menuruti hawa nafsu semata.

Ketiga, pernyataan Malala tersebut adalah hasil dari sistem kehidupan kapitalisme sekuler. Sistem kehidupan yang jauh dari agama dan tidak menjamin umat Islam untuk melaksanakan syariat-Nya secara kaffah. Sistem kehidupan sekuler sangat berpeluang besar lahir pemahaman keliru dalam memahami pernikahan. Selain itu, budaya kaum kufur telah menyatu dengan sistem kehidupan kapitalisme sekuler. Sehingga kondisi akidah umat semakin lemah.

Patut disayangkan, aktivis muda yang dianugerahi segudang prestasi, tetapi belum memiliki pemahaman Islam yang utuh. Seiring besarnya dakwah Islam, semoga semakin banyak generasi Muslim yang tersadarkan dengan pemahaman Islam yang benar dan lurus.


Dampak dari Pernyataan Malala Yousafzai terhadap umat Muslim

Pernyataan Malala Yousafzai telah menarik perhatian warganet, baik kontra atau pun pro. Pasalnya, sebagai publik figur, sudah sepantasnya jika apa yang diucapkan senantiasa menjadi perhatian dan bahan perbincangan publik. Sebagaimana setelah tagar #ShameOnMalala trending di Pakistan. Ada anggapan komentar Malala meremehkan banyak orang, apalagi di negeri mayoritas Muslim.

Dikutip dari merdeka.com (7/6/2021), Malala pun mendapat tuduhan konspirasi bahwa korban penembakan Taliban yang menjadi agen anti-Muslim dari nilai-nilai dan pengaruh Barat. Ada pula, pengguna Twitter yang membela dan bangga dengan Malala. Sebenarnya dari kutipan berita tersebut dapat dikerucutkan dampak dari pernyataan Malala adalah sebagai berikut.

Pertama, menciptakan polemik di kalangan umat Muslim. Pernyataan Malala berdampak menimbulkan pro-kontra yang seharusnya ada yang meluruskan pernyataan Malala. Bukan membiarkan sosial media ribut begitu saja. Seharusnya, adanya negara yang memiliki banyak ulama meluruskan pernyataan Malala. Sekaligus melakukan edukasi kepada masyarakat perlunya menikah dan tanda tangan surat nikah. Pemerintah seharusnya juga menekankan menikah ibadah, tetapi pacaran atau gaul bebas bisa menjerumuskan pasangan ke arah kemaksiatan atau perzinaan.

Kedua, pernyataan Malala berpotensi menjadi legitimasi kaum sekuler liberal untuk melanggengkan budaya Barat yang serba bebas. Generasi yang terpengaruh budaya serba bebas berdampak kepada rusaknya moral bangsa dan generasi muda. Karena, hakikinya di dalam Islam, segala bentuk perbuatan yang mendekati yang mendekati zina adalah haram, apalagi zina itu sendiri.

Ketiga, ucapan Malala yang mempertanyakan apa perlunya menikah hingga tanda tangan surat nikah dan mencukupkan dengan hubungan kemitraan ini berpotensi membuat generasi enggan menikah dan hanya berpacaran. Karena memang nikah itu memegang komitmen. Bukan cuma kemitraan yang jika tidak cocok, bubar jalan. Atau pun seperti pacaran yang putus dan nyambung dengan bergonta-ganti pasangan.

Justru jika generasi hanya menjalin hubungan kemitraan atau pacaran, tidak mau menikah, ini berpeluang menyuburkan perzinaan. Lalu, bagaimana jika hamil, siapa yang akan bertanggung jawab terhadap anak biologis tersebut? Jangan sampai pola gaul bebas juga membuat maraknya aborsi seperti yang terjadi di negeri-negeri penganut kebebasan. 

Oleh karena itu, sebagai publik figur atau aktivis harus berhati-hati dalam berucap, jangan sampai malah membawa pengaruh kemaksiatan. Karena, dosa jariyah tentunya juga akan mengalir kepada mereka yang berucap yang mengajak kepada kemungkaran atau kemaksiatan. Astaghfirullah, na'uzubillah.


Strategi Islam dalam Mempersiapkan Generasi Siap Menikah

Menikah adalah ibadah dan bagian dari syariat Islam. Ketakwaan adalah yang melandasi dilakukannya syariat Islam. Menikah adalah salah satu cara untuk memperbanyak keturunan dan menjadi solusi ketika ghariza nau' bergejolak adalah dengan menikah. Hal ini berbeda dengan pandangan kapitalisme sekuler yang menganggap menikah adalah hal yang terlalu mengikat dan membuat mereka tidak bebas. Wajar saja jika banyak pandangan miring menyerang syariat pernikahan. 

Dalam kacamata sekularisme, lebih menyukai kebebasan, sehingga ini menyebabkan timbul banyak perzinaan, seperti gaul bebas, kumpul kebo, hingga penyimpangan seksual. Itulah yang terjadi ketika syariat Islam tidak dijadikan solusi, yang terjadi adalah kerusakan. 

Berikut ini adalah delapan tujuan penerapan syariat Islam yang agung. Pertama, memelihara keturunan. Yaitu, dengan menyariatkan pernikahan dan mengharamkan zina. Dengan menetapkan hukuman, baik hukum cambuk maupun rajam, kesucian dan kebersihan serta kejelasan keturunan manusia terjaga.

Kedua, memelihara akal. Yaitu, dengan mencegah dan melarang dengan tegas segala perkara yang merusak akal seperti minuman keras, narkotika, dan sejenisnya. Di samping itu, Islam mendorong manusia untuk menuntut ilmu, melakukan tadabur, ijtihad, dan berbagai perkara yang boleh mengembangkan potensi akal manusia dan mendukung adanya orang-orang berilmu.

Ketiga, memelihara kehormatan. Yakni, dengan melarang orang menuduh zina, mengolok, menggibah, melakukan tindakan memata-matai, dan menetapkan hukuman perundangan kepada para pelakunya. Selain itu, Islam mendorong manusia untuk menolong orang yang terkena musibah dan memuliakan tamu.

Keempat, memelihara jiwa manusia. Yaitu, dengan menetapkan hukuman mati bagi orang yang telah membunuh tanpa hak dan menjadikan hikmah daripada hukuman itu adalah untuk memelihara kehidupan. Dengan syariah Islam, jiwa setiap orang terjaga mulai daripada janin sampai dewasa.

Kelima, memelihara harta. Yaitu, dengan menetapkan hukuman perundangan terhadap perbuatan yang melanggar hukum. Contohnya, hukuman mencuri dengan hukuman potong tangan. Islam juga melarang perbuatan berbelanja berlebihan, yakni belanja pada perkara yang haram. Ketetapan Islam ini diperuntukkan terhadap semua warga negaranya.

Keenam, memelihara agama. Yaitu, dengan melarang murtad serta menetapkan hukuman dalam undang-undang. Contohnya, hukuman mati, jika tidak mau bertaubat. Walaupun demikian, Islam tidak memaksa orang untuk masuk Islam. Melalui hukum syariah seperti ini kaum Muslim maupun non-Muslim terjamin untuk melaksanakan ajaran agamanya. Negara menjaminnya, masyarakat Islam memberikan haknya.

Ketujuh, memelihara keamanan. Yakni, dengan menetapkan hukuman yang paling berat terhadap mereka yang mengganggu keamanan masyarakat. 

Kedelapan, memelihara negara. Yakni, dengan menjaga kesatuan dan melarang raakyat atau kelompok-kelompok daripada melakukan pemberontakan melawan negara. Paradigma dasarnya, Islam hendak menyatukan seluruh umat manusia, bukan memecah-belahnya.

Mengutip catatan pinggir Ummu Ammar Ghazani, tujuan pernikahan adalah sakinah, mawadah, rahmah dan memperbanyak keturunan.
(tadabbur QS. An-Nisa Ayat 1)

Allah SWT berfirman dalam Surat An-Nisa ayat 1:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu."

Ayat di atas mencakup dua pembahasan yaitu sakinah, mawadah, rahmah dan memperbanyak keturunan manusia.

Pertama,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ
 
Takwa memiliki pengertian yang umum yakni mencakup seluruh takwa kepada Allah SWT. Dan Allah SWT memiliki sifat-sifat yang banyak (Asmaul Husna). Tapi dalam ayat ini Allah SWT memberi sifat bagi dirinya dengan satu sifat, tidak dengan sifat yang lain yaitu:
  
الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ 

"Yang menciptakan kalian dari jiwa atau diri yang satu". 

Jadi maksudnya Allah SWT ingin menjelaskan diantara bentuk utama ketakwaan adalah kita diminta untuk bermuamalah dengan pasangan kita yang diciptakan dari jiwa yang satu.

Kedua,
وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً

lafaz بَثّ (mengembangbiakan) mengandung makna نشر (menyebarluaskan sebanyak banyaknya). Maksudnya Allah SWT menciptakan laki-laki dan perempuan dalam rangka memperbanyak, mengembangbiakan dan menyebarluaskan laki-laki dan perempuan sebanyak-banyaknya (memperbanyak keturunan).

Ketiga,
رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً

Lafaz رِجَالًا diiringi dengan كَثِيرًا, sementara lafaz نِسَاءً tidak diiringi dengan كَثِيرًا. Ada hikmah yang terkandung di dalamnya, bahwa seharusnya laki-laki lebih banyak nampak di luar rumah, sementara perempuan lebih banyak nampak di dalam rumah karena hukum asal bagi wanita adalah di rumah-rumah mereka (ummun wa rabbatu baitin).

Keempat,
 وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Pada lafaz وَالْأَرْحَام , huruf و disini merupakan huruf athaf dari lafaz الله, yaitu bertakwalah kepada Allah SWT dan rahim-rahim. Takwa berasal dari kata wiqayah, maksudnya kita senantiasa diperintahkan untuk menjaga orang yang memiliki kaitan dengan rahim-rahim kita. Karena sesungguhnya Allah SWT Maha melihat segala bentuk perbuatan kita. Pesan-Nya bahwa kita di minta oleh Allah SWT untuk menjaga terutama pasangan kita agar keluarga sakinah mawaddah dan rahmah itu bisa tercapai.

Islam telah mempersiapkan generasinya agar memahami tujuan pernikahan. Terlebih setiap manusia memiliki fitrah ghariza nau'. Tujuan pernikahan selain diupayakan setiap individu Muslim harus pula didukung penuh oleh negara. Peran negara dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pertama, negara harus melakukan pendidikan pranikah kepada generasi Muslim. Jangan sampai generasi Islam nirvisi dan nirmisi menikah. Karena dikhawatirkan, jika tidak memiliki bekal yang cukup membangun bahtera rumah tangga, akhirnya rumah tangga pupus di tengah jalan, ketika usia pernikahan masih bayi. Bahwasanya, menjadi tanggung jawab negara untuk mempersiapkan generasi siap nikah, siap mencetak, dan melahirkan generasi emas penerus perjuangan Islam.

Kedua, negara harus memudahkan umatnya untuk melakukan ibadah nikah. Jangan malah mempersulit dengan menambah syarat-syarat yang memberatkan. Justru, negara harus membantu meringankan syarat-syarat dalam syariat pernikahan. 

Contohnya, pertama, negara menggratiskan dan memfasilitasi rakyatnya yang ingin menikah. Kedua, negara harus membantu calon kepala keluarga dalam mencari nafkah, salah satunya dengan menyediakan lapangan pekerjaan. Ketiga, negara memberikan bantuan sandang, pangan, dan papan, apabila calon pasangan yang akan menikah kesulitan dalam mencukupkan kebutuhan primer tersebut.

Ketiga, negara wajib menutup pintu-pintu kemaksiatan yang memicu perzinaan. Segala bentuk pemenuhan ghariza nau' yang bertentangan dengan Islam harus dicegah. Makanya, pemerintah selain memudahkan nikah, harus mencegah terjadinya perzinaan dari akarnya. Selain itu, pemerintah harus melaksanakan sanksi dan uqubat jika ada yang melanggar syariat Islam. Hukuman para pelaku zina, wajib ditegakkan negara. 

Maka, negara yang mampu mewujudkan itu semua adalah negara yang menerapkan syariat Islam dalam bingkai khilafah. Bukan malah demokrasi kapitalisme yang memuja kebebasan dan bertentangan dengan Islam.

Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

Menelisik pernyataan Malala Yousafzai dapat ditarik kesimpulan yaitu, pertama, menggambarkan seseorang yang tidak memahami makna pernikahan. Kedua, seolah mengkampanyekan budaya pacaran/gaul bebas yang selama ini dibawa oleh kaum sekuler, liberalis, dan hedonis. Ketiga, hasil dari kehidupan sekuler kapitalisme melahirkan pemikiran yang sekuler.

Dampak dari pernyataan Malala adalah sebagai berikut. Pertama, menciptakan polemik di kalangan umat Muslim. Kedua, berpotensi menjadi legitimasi kaum sekuler untuk menghalalkan budaya serba bebasnya. Ketiga, dapat mempengaruhi generasi Islam untuk enggan menikah dan malah memilih perzinaan. Oleh karena itu, sebagai publik figur harus hati-hati dalam berucap. Jangan sampai malah menyampaikan kemungkaran, karena dosa jariyah itu juga mengalir kepada mereka yang mengajak maksiat dan kemungkaran.

Tujuan penerapan syariat (maqashid syariah) ada delapan, yaitu, memelihara keturunan, akal, kehormatan, jiwa manusia, harta, agama, keamanan, negara. Menikah adalah ibadah dan bagian syariat Islam yang bertujuan untuk meraih ketakwaan. Tujuan menikah adalah menciptakan keluarga yang sakinah, mawadah, dan rahmah. Selain itu, sebagai sarana memperbanyak dan melestarikan keturunan. Negara wajib mengupayakan tujuan syariat nikah terwujud dengan baik. Peran negara yaitu, membekali generasi dengan kajian pra nikah, memudahkan pasangan yang akan menikah, dan menutup pintu-pintu kemaksiatan dan perzinaan. Negara yang mampu mewujudkan strategi mempersiapkan generasi emas adalah negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai khilafah.[]


Oleh: Ika Mawarningtyas
Analis Muslimah Voice dan Dosol Uniol 4.0 Diponorogo

Nb: Materi Kuliah Online Uniol 4.0 Diponorogo, Rabu (9/6/2021).
#Lamrad
#LiveOpperresedOrRiseUpAgainst

Posting Komentar

0 Komentar