Hukum Berhaji atas Nama Orang Lain


Soal:

Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu.

Saudaraku yang dimuliakan, asy-syaikh al-jalil Atha Abu ar-Rasytah semoga Allah menambah ilmu Anda, memberikan peneguhan kepada Anda dan menjadikan kemenangan terwujud melalui kedua tangan Anda. Saya punya pertanyaan yang ingin saya sampaikan kepada Anda. Apa hukum badal haji dan apakah hal itu berlaku bagi orang yang masih hidup dan orang yang sudah meninggal? Misal, seseorang telah berhaji dan dia ingin menghajikan seseorang yang masih hidup dengan mendapat imbalan biaya dan pengeluaran haji. Apa hukum badal haji dari seseorang yang sudah meninggal? Apakah disyaratkan adanya hubungan kekerabatan dalam badal haji di antara individu-individu itu?

Semoga Allah menambah ilmu Anda dan memberikan peneguhan kepada Anda dan menjadikan kemenangan terwujud melalui kedua tangan Anda.


Jawab:

Waalaikumussalam wa rahmatullah wa barakatuhu.

Benar, badal haji boleh dengan memperhatikan perkara-perkara berikut:

Pertama, orang yang berhaji atas nama orang lain, dia harus sudah menunaikan kewajiban haji atas dirinya sendiri. Dalil hal itu:
Pertama- Dinyatakan di dalam Sunan ad-Daraquthni: Abu Muhammad bin Shaid dan al-Husain bin Ismail telah menceritakan kepada kami, keduanya berkata: telah menceritakan kepada kami Yaqub bin Ibrahim ad-Dawraqiyu, telah menceritakan kepada kami Husyaim, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Layla dari Atha dari Aisyah ra bahwa:

أَنَّ النَّبِىَّ ﷺ سَمِعَ رَجُلاً يُلَبِّى عَنْ شُبْرُمَةَ فَقَالَ: «وَمَا شُبْرُمَةُ؟». قَالَ: فَذَكَرَ قَرَابَةً لَهُ. قَالَ: فَقَالَ: «أَحَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ». قَالَ: فَقَالَ: لاَ. قَالَ: «فَاحْجُجْ عَنْ نَفْسِكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ»

“Nabi SAW mendengar seorang laki-laki berniat haji atas nama Syubrumah. Maka beliau bersabda: siapa Syubrumah? Laki-laki itu berkata: dan dia menyebutkan kekerabatannya dengan Syubrumah. Rasul bersabda; apakah engkau telah berhaji atas dirimu sendiri?. Dia berkata: tidak. Rasul saw bersabda: berhajilah atas nama dirimu sendiri kemudian berhajilah atas nama Syubrumah.

Kedua- Dinyatakan di Sunan al-Kubrâ karya al-Baihaqi: Abu Nashri bin Qatadah telah memberitahu kami, Abu al-Hasan Muhammad bin al-Hasan as-Saraj telah memberitakan kepada kami, telah menceritakan kepada kami Muthayyin, telah menceritakan kepada kami Ibnu Numair, telah menceritakan kepada kami Abdah bin Sulaiman; dan telah menceritakan kepada kami Abu Nashri bin Qatadah, telah menceritakan kepada kami Abu Bakar Muhammad bin Muhammad bin Dawud as-Sijziy secara mendektekan, telah menceritakan kepada kami Abdurrahman bin Muhammad bin Idris al-Hanzhaliy, telah menceritakan kepada kami Harun bin Ishaq al-Hamdani, telah menceritakan kepada kami Abdah bin Sulaiman al-Kilabiy, dari Sa’id bin Abi ‘Arubah dari Qatadah dari ‘Azrah dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW mendengar seorang laki-laki berkata:

لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ، فَقَالَ: «مَنْ شُبْرُمَةُ؟» فَذَكَرَ أَخاً لَهُ أَوْ قَرَابَةً، قَالَ: «أَحَجَجْتَ قَطُّ؟» قَالَ: لَا، قَالَ: «فَاجْعَلْ هَذِهِ عَنْكَ ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ»

“Aku memenuhi panggilan-Mu atas nama Syubrumah”. Beliau bersabda: “Siapakah Syubrumah?” Lalu lakilaki itu menyebutkan saudara atau kerabatnya. Rasul bersabda: engkau sudah berhaji? Dia berkata; belum. Rasul saw, bersabda: jadikan haji kali ini atas dirimu sendiri kemudian berhajilah atas nama Syubrumah.

(Al-Baihaqi berkata:) Ini adalah sanad shahih. Tidak ada dalam bab ini yang lebih shahih darinya. Dikeluarkan oleh Abu Dawud di as-Sunan dari Ishaq bin Ismail dan Hanad bin as-Sariy dari Abdah. Dan Yahya bin Main berkata: orang yang paling terbukti mendengar dari Said adalah Abdah bin Sulaiman. Demikian juga ath-Thabarani telah mengeluarkan di Mujam al-Kabîr dari Said bin Jubair dari Ibnu Abbas ra.

Kedua: boleh berhaji atas nama orang yang sudah meninggal jika orang itu belum menunaikan kewajiban haji sebelum meninggal. Dalilnya adalah:
Pertama- Al-Bukhari telah mengeluarkan di Shahîhnya, ia berkata: telah menceritakan kepada kami Musa bin Ismail, telah menceritakan kepada kami Abu Awanah dari Abu Bisyrin dari Said bin Jubair dari Ibnu Abbas ra bahwa seorang wanita dari Juhainah datang kepada Nabi saw dan berkata: ibuku telah bernadzar untuk berhaji dan ia belum berhaji hingga meninggal, apakah aku boleh berhaji atas namanya?” Beliau bersabda:

«نَعَمْ حُجِّي عَنْهَا. أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَةً؟ اقْضُوا اللَّهَ فَاللَّهُ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ»

“Benar, berhajilah atas namanya. Bagaimana pandanganmu seandainya ibumu punya utang apakah engkau membayarnya? Bayarlah (utang kepada) Allah karena (utang kepada) Allah lebih berhak untuk ditunaikan.

Kedua- Al-Bukhari telah mengeluarkan di Shahîhnya, ia berkata: Syubah telah menceritakan kepada kami dari Abu Bisyrin, ia berkata: aku telah mendengar Said bin Jubair dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: seorang laki-laki datang kepada Nabi SAW lalu berkata kepada beliau: saudariku bernadzar untuk berhaji dan ia telah meninggal”. Maka Nabi SAW bersabda kepadanya:

«لَوْ كَانَ عَلَيْهَا دَيْنٌ أَكُنْتَ قَاضِيَهُ؟». قَالَ نَعَمْ. قَالَ: «فَاقْضِ اللَّهَ، فَهْوَ أَحَقُّ بِالْقَضَاءِ»

“Seandainya saudarimu punya utang apakah engkau membayarnya?” Dia berkata:”benar”. Beliau bersabda: bayarlah (utang kepada) Allah, sebab (utang kepada) Dia lebih berhak untuk dibayar.

Nadzar berhaji yakni wajib berhaji baginya sementara dia belum menunaikannya hingga meninggal. Dan itu berlaku pada semua haji yang wajib bagi seseorang yang belum dia tunaikan hingga meninggal. Jadi boleh menunaikannya atas nama orang itu dengan syarat-syaratnya seperti penunaian utang atas namanya.

Ketiga: adapun selama dia masih hidup, maka boleh berhaji atas nama orang lain dalam kehidupannya jika orang lain itu tidak mampu berhaji dalam hal kemampuan jasmaninya seperti karena dia lumpuh, atau tidak mampu pergi, pulang dan bergerak, dengan ungkapan lain, tidak terpenuhi padanya kemampuan jasmani hingga meskipun terpenuhi padanya kemampuan finansial. Hal itu karena dalil-dalil berikut:
Pertama- Dinyatakan di Shahîh al-Bukhârî: telah menceritakan kepada kami Abu Ashim bin Juraij dari Ibnu Syihab dari Sulaiman bin Yasar dari Ibnu Abbas ra dari al-Fadhlu bin Abbas ra bahwa seorang wanita ...; telah menceritakan kepada kami Musa bin Ismail, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Abi Salamah, telah menceritakan kepada kami Ibnu Syihab dari Sulaiman bin Yasar dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: seorang wanita dri Khatsam telah datang pada tahun Haji Wada lalu dia berkata: 

يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ فَرِيضَةَ اللَّهِ عَلَى عِبَادِهِ فِي الْحَجِّ أَدْرَكَتْ أَبِي شَيْخاً كَبِيراً لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يَسْتَوِيَ عَلَى الرَّاحِلَةِ، فَهَلْ يَقْضِي عَنْهُ أَنْ أَحُجَّ عَنْهُ؟ قَالَ «نَعَمْ»

“Ya Rasulullah sesungguhnya kewajiban Allah terhadap hambanya dalam haji telah menjumpai bapakku yang telah lanjut usia yang dia tidak mampu duduk tegak di atas hewan tunggangan, apakah memenuhi kewajiban haji itu aku berhaji atas namanya? Beliau bersabda: benar.

Kedua- Dinyatakan di Shahîh Muslim: Ali bin Khasyram telah menceritakan kepadaku, Isa telah memberitahu kami dari Ibnu Juraij dari Ibnu Syihab, telah menceritakan kepada kami Sulaiman bin Yasar dari Ibnu Abbas ra dari al-Fadhlu bahwa seorang wanita dari Khatsam berkata: 

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبِي شَيْخٌ كَبِيرٌ عَلَيْهِ فَرِيضَةُ اللَّهِ فِي الْحَجِّ وَهُوَ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يَسْتَوِيَ عَلَى ظَهْرِ بَعِيرِهِ، فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «فَحُجِّي عَنْهُ»

“Ya Rasulullah, bapakku sudah lanjut usia, dia punya kewajiban kepada Allah dalam berhaji sementara dia tidak mampu tegak di atas punggung untanya”. Maka Nabi SAW bersabda; “Berhajilah atas namanya”.

Ketiga- Hadits Abu Razin al-‘Uqiliy bahwa dia datang kepada Nabi SAW lalu dia berkata: 

إنَّ أبي شيخٌ كبيرٌ لا يستطيع الحَجَّ ولا العُمرة ولا الظَّعن، فقال: «حُجَّ عن أبيك واعتَمِر»

“Bapakku telah lanjut usia, dia tidak mampu berhaji, umrah dan berangkat pergi pulang”. Lalu beliau bersabda: “berhajilah dan berumrahlah atas nama bapakmu.” (HR Ahmad dan Ashhab as-Sunan, at-Tirmidzi berkata: “hasan shahih”).

Keempat: perkara-perkara lain yang berkaitan:
Pertama- Bukan merupakan syarat, orang yang membadali haji itu merupakan kerabat dari orang yang dibadali, tetapi boleh juga dia bukan kerabat. Dalil hal itu bahwa Rasul saw menjadikannya dalam jawaban Beliau kepada penanya laki-laki dan perempuan itu seperti utang. Dan pembayaran utang atas nama debitur boleh dari kerabat dan orang jauh (bukan kerabat) selama hal itu terjadi dengan keridhaan orang itu. Oleh karena itu, tidak disyaratkan kekerabatan dalam berhaji atas nama orang lain, jika terpenuhi syarat-syarat haji atas nama orang lain yang telah dijelaskan.

Kedua- Berkaitan dengan berhaji atas nama orang lain yang maish hidup, maka orang yang dibadali harus menyuruh untuk membadalinya dalam berhaji, sebab badal haji berposisi pada hukum perwakilan sehingga wajib hal itu dilakukan dengan izinnya. Adapun berhaji atas nama orang yang sudah meninggal maka di situ ada perbedaan pendapat: sebagian fukaha mewajibkan orang yang sudah meninggal itu mewasiatkan untuk berhaji atas namanya. Fukaha lainnya tidak mensyaratkan syarat ini tetapi dalam pandangan mereka seandainya seseorang lain berhaji atas nama orang yang sudah meninggal itu tanpa wasiat darinya maka haji ini telah memenuhi, dengan izin Allah. Dan ini yang saya rajihkan sebab haji atas nama orang lain dijadikan oleh Rasul saw dalam hadits beliau seperti pembayaran utang dan pembayaran utang atas nama debitur yang sudah meninggal adalah sah meskipun dia tidak mewasiatkan pembayaran utang itu. Perlu diketahui, ini adalah pendapat yang diambil oleh asy-Syafiiyah dan al-Hanabilah, yang mana mereka mengatakan sebagaimana yang ada di al-Mawsûah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah: siapa yang mati dan dia punya kewajiban haji maka wajib ditunakan haji atas namanya dari semua peninggalannya baik dia mewasiatkannya atau tidak sebagaimana utang-utangnya dibayar baik dia mewasiatkannya atau tidak. Seandainya tidak ada harta peninggalannya maka disunnahkan ahli warisnya berhaji atas namanya. Jika ahli warisnya berhaji sendiri atas nama orang yang sudah meninggal itu atau dia mengutus orang untuk berhaji atas nama orang yang sudah meninggal itu maka telah gugurlah kewajiban haji dari orang yang sudah meninggal itu, meskipun yang berhaji atas namanya adalah orang asing maka boleh, dan meskipun tidak diizinkan oleh ahli warisnya sebagaimana utangnya sah dibayar tanpa izin ahli warisnya.
Dasar mereka adalah penyerupaan Nabi SAW atas haji dengan utang maka mereka memberlakukan hukum-hukum utang atas penunaian haji.

Ketiga- Orang yang disuruh berhaji itu berniyat atas nama orang aslinya, dia berniyat dengan hatinya dan dia berkata dengan lisannya: 

أَحْرَمْتُ بِالْحَجِّ عَنْ فُلاَنٍ وَلَبَّيْكَ بِحَجَّةٍ عَنْ فُلاَنٍ ...

“Aku berniyat haji atas nama si Fulan dan aku penuhi panggilan-Mu dengan berhaji atas nama si Fulan...”

Dan dilafalkan lebih afdhal dari tidak dilafalkan. Tetapi seandainya dia mencukupkan dengan niyat di dalam hati maka itu sah.

Keempat- Orang yang berhaji atas nama orang lain itu boleh mengambil apa saja yang dia perlukan berupa biaya dan keperluan-keperluan haji secara makruf.

Kelima- Berhaji atas nama orang lain hanya atas satu orang, dan bukan atas nama dua orang atau lebih. Sebab dia menggantikan haji orang yang asli. Jadi niyat itu dari satu orang.

Keenam- Orang yang menjadi badal haji haruslah orang yang jujur dan amanah. Dan niyatnya karena Allah SWT dan bukan mencari penghasilan.

Ini yang saya rajihkan dalam masalah ini, wallâh alam wa ahkam.


Oleh: Syekh Atha bin Khalil Abu ar-Rasytah
30 Syawal 1442 H
11 Juni 2021 M

Posting Komentar

0 Komentar