TintaSiyasi.com-- Menanggapi Draf Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang berisi wacana mengkritik presiden akan diancam bui, Direktur Pamong Institute Drs. Wahyudi al Maroky, M.Si, mengatakan bahwa hal itu akan mengerdilkan dan mematikan potensi orang.
"Kalau tiba-tiba dia langsung mengeluarkan aturan dengan ancaman bui, ancaman penjara, itu kan kalau penjara itu semangatnya bukan untuk mendidik. Tapi semangat untuk mengerdilkan orang dan mematikan potensi orang," ujarnya dalam Insight ke-37 Pusat Kajian Analisis dan Data: Kritik Presiden, DPR, dkk: Dibully atau Diancam Bui? di kanal Youtube Pusat Kajian dan Analisis Data, Jumat (18/6/2021).
Ia menambahkan bahwa sanksi penjara bagi para pengkritik presiden juga akan menyebabkan penjara penuh dan membebani keuangan negara. Selain itu, menurutnya, memenjarakan para pengkritik bukanlah prestasi yang baik. Justru semakin banyak orang yang dipenjara, menandakan suatu pemerintahan itu buruk.
"Semakin banyak orang dipenjara, berarti semakin buruk pemerintahan itu. Kenapa? Banyak kriminal berarti, dong. Banyak penjahat. Berarti pemerintahannya nggak bagus," tambahnya.
Ia juga mengingatkan bahwa tingkat keberadaban suatu masyarakat sangat dipengaruhi oleh suasana pemerintahan dimana masyarakat itu hidup, tumbuh, dan berkembang. Jika pemerintahan yang ada adalah pemerintahan yang korup, otoriter, dan kasar, maka masyarakat akan tumbuh dengan pola itu dan menghasilkan masyarakat yang buruk. Dan sebaliknya, pemerintahan yang baik tidak akan menghasilkan masyarakat yang buruk.
"Kalau pemerintahannya itu korup, pemerintahannya itu kasar, otoriter, masyarakatnya juga akan tumbuh dan bsrkembang dengan pola yang mirip dengan itu," ujarnya.
Ia juga mengatakan bahwa kritik rakyat terhadap pemimpin itu seharusnya dijadikan sebagai alarm yang menandakan adanya ketidaktepatan dalam memerintah. Sehingga pemerintah bisa mengoreksi diri dan memperhatikan kembali apakah kebijakannya dan sikapnya sudah tepat, ataukah ada komunikasi yang buruk terhadap rakyat.
"Oleh karena itu alarm harus dijadikan sebagai ajang untuk mengoreksi diri, memperhatikan kembali apakah kebijakannya tepat, apa sikapnya tepat, atau komunikasinya yang buruk," ujarnya.
Pengayom Rakyat
Ustaz Wahyudi menjelaskan, seorang pemimpin posisinya adalah sebagai pamong, yang tugasnya adalah melayani rakyat, mengurus rakyat, mengayomi, dan mengemong rakyat. Atau ia ibaratkan, seorang bapak dalam rumah tangga. Sehingga jika rakyatnya melakukan kesalahan, harus diluruskan, dinasihati, dan dididik dengan baik terlebih dahulu, serta tidak boleh langsung memberikan hukuman.
"Pamong atau pemimpin itu seperti bapak dalam sebuah rumah tangga. Kadang ada anaknya yang karena masih kecil nggak ngerti adab, ngomongnya seenaknya, ya itu ga boleh langsung dihukum," ujarnya.
Ia juga menjelaskan bahwa pemerintah adalah satu-satunya institusi yang diberi kewenangan dan kekuasaan untuk mengurus rakyatnya. Kewenangan ini seharusnya digunakan dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan rakyat. Pemimpin juga harus siap dikritik jika ada kebijakannya yang dinilai tidak tepat.
"Seorang pemimpin itu pasti harus siap diri diprotes oleh orang-orang yang dipimpin atau dilayani," tandasnya.[].Nurwati
0 Komentar