BUMN Rugi, Bagaimana Islam Memberi Solusi?


Dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) besar Indonesia kembali dikabarkan mengalami kerugian yaitu, PT PLN (persero) dan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Menteri BUMN Eric Thohir mengungkapkan utang PT PLN (Persero) saat ini mencapai Rp 500 triliun (finance.detik.com). Sedangkan Garuda Indonesia merugi sampai US$ 100 juta atau sekitar Rp 1,43 triliun (asumsi kurs Rp 14.300) per bulan karena pendapatan yang diterima tak sebanding dengan beban biaya yang dikeluarkan (finance.detik.com).

Sebenarnya kerugian tidak hanya dialami oleh PT PLN (persero) dan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk saja. Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis, perusahaan konstruksi BUMN di antaranya PT Waskita Karya (Persero) Tbk. Waskita mengalami kerugian hingga Rp7,3 triliun. Padahal, pada 2019 perseroan mampu mengantongi laba bersih Rp 938 miliar. PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, laba perseroan terkontraksi dari Rp2,28 triliun menjadi kurang dari Rp185,76 miliar. Sementara itu, kinerja keuangan PT PP (Persero) mengalami penurunan dari Rp819,4 miliar menjadi Rp128,7 miliar (economy.okezone.com).

Berbagai kerugian tersebut terjadi karena pengelolaan BUMN yang karut-marut. Manajemen kapitalistik yang digunakan untuk mengatur BUMN mengakibatkan sulitnya penyelesaian permasalahan di dalamnya. Orientasi untung dan rugi membuat BUMN tak beda halnya dengan perusahaan swasta.

Padahal kita tahu bahwa Indonesia merupakan negeri yang melimpah dari segi SDA, baik yang berada di atas tanah maupun yang di dalamnya. Namun tetap saja hal itu tidak bisa menghindarkan Indonesia dari kerugian. Hal ini  dikarenakam adanya kesalahan manajemen dalam pengelolaannya.

BUMN seharusnya hadir sebagai pihak yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat baik kebutuhan publik maupun kebutuhan pokok individu masyarakat. Namun nyatanya, sekarang masyarakatlah yang harus ikut menanggung kerugian BUMN. Bagaimana tidak? Salah satu solusi yang ditawarkan adalah meminta bantuan pemerintah untuk menyuntikkan dana kepada BUMN. Dana tersebut diambil dari APBN yang bersumber dari pajak masyarakat. Masyarakat akan semakin diperah melalui berbagai macam pajak. 

Sungguh miris melihat Indonesia terus menerus dililit utang. Hal ini tidak akan mungkin selesai jika terus mengambil solusi ala kapitalisme. Perlu mekanisme lain untuk menyelesaikan tumpukan utang ini.

Dalam Islam terdapat 3 jenis kepemilikan yaitu, kepemilikan individu, kepemilikan umum dan kepemilikan negara. Harta milik negara didapatkan melalui ganimah, fai, khumus, kharaj, jizyah 1/5 harta rikaz, ‘ushr, harta orang murtad, harta orang yang tidak memiliki ahli waris dan tanah hak milik negara. Semua ini digunakan untuk berbagai kebutuhan yang menjadi kewajiban negara untuk mengatur dan memenuhi urusan rakyat, seperti menggaji pegawai, akomodasi jihad, pembangunan sarana dan prasarana publik dan lain sebagainya.

Sedangkan kepemilikan umum seperti yang terdapat dalam hadis riwayat Abu Dawud dan Ahmad, ”Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api”. Semua itu dikelola oleh negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, bukan untuk mencari keuntungan pribadi. Sehingga rakyat tidak akan lagi terbebani untuk pemenuhan kebutuhan-kebutuhan mereka karena sudah ada negara yang menjamin pemenuhan tersebut.[]


Oleh: Alinda Alfiyani
(Sahabat TintaSiyasi)

Posting Komentar

0 Komentar