BTS "Meal" Mania: Inikah Fanatisme Lifestyle Baru yang Mampu Merenggut Identitas Remaja Muslim?


TintaSiyasi.com-- Viral. Satu kata untuk menggambarkan fenomena BTS Meal. BTS Meal merupakan menu kolaborasi yang dihadirkan oleh gerai makanan cepat saji McDonald’s dengan boy grup fenomenal asal Korea Selatan, BTS atau Bangtan Boys. Memiliki penggemar yang sangat banyak di seluruh dunia, tak aneh jika BTS Meal ditunggu-tunggu oleh fans beratnya yang disebut ARMY (Adorable Representative MLC for Youth). 

Menu yang dipasarkan di hampir 50 negara ini, telah diluncurkan perdana di Indonesia pada Rabu (9/6/2021). Menurut penggemar BTS, paket menu ini bermakna spesial karena kemasannya berwarna ungu, ada logo BTS serta hangul (aksara Korea) borahae yang sangat identik dengan BTS ARMY (KOMPAS.com, 9/6/2021).

Saat peluncurannya, sejumlah gerai McD di berbagai kota dipadati antrean panjang driver ojek online. Dinilai memicu kerumunan di tengah pandemi, belasan gerai McD di Indonesia mendapat peringatan dan ditutup sementara. Tak ingin mengulang kekisruhan serupa, peluncuran BTS Meal di Filipina pada 18 Juni 2021 disertai program Msafe untuk pengamanan acaranya. Berkoordinasi dengan pemerintah setempat, petugas keamanan mengatur kepadatan dan ketertiban antrean.  Di Singapura, BTS Meal mulai dijual 21 Juni 2021 dan telah disiapkan antisipasi keramaiannya juga.

Fenomena BTS Meal telah mengundang perhatian publik. Sebagian kalangan menilai, antusiasme membeli produk makanan yang terhitung tak murah, hingga rela mengantre tanpa peduli prokes, atau lama menunggu pesanan tiba via ojek online, sebagai tindakan lebay. Tak hanya masalah ini, fenomena BTS Meal diduga sebagai bentuk fanatisme terhadap idola. Bahkan, sebagian penggemarnya ditengarai menempatkan gaya hidup sang idola seolah sebagai new religion yang mengarahkan lifestyle-nya. 

Maka, tak salah jika lifestyle seperti ini perlu diwaspadai. Terlebih, sebagian fans BTS adalah remaja Muslim yang mestinya tidak menghabiskan energi muda untuk sekadar menikmati dunia. Pun jangan sampai mereka berpikir dan bertindak tak sesuai ajaran agama Islam nan mulia.  

Sekularisme Kapitalistik Menjadikan BTS sebagai Lifestyle Baru Penyebab Fanatisme Remaja Muslim

Fanatisme adalah paham atau perilaku yang menunjukkan ketertarikan terhadap sesuatu secara berlebihan. Fanatisme terhadap BTS yang berasal dari Korea Selatan tak terbangun secara instan. Semuanya dimulai sejak budaya K-Pop merambah di drama Korea (drakor).

Akademisi dan praktisi bisnis Rhenald Kasali menerangkan bahwa pangsa pasar BTS adalah remaja. Kaum muda ini berperan penting dalam konsumsi. Menurutnya, BTS menggunakan teori psikologi yang sangat kuat. Lagu-lagunya membaca fenomena sosial yang sangat rentan dihadapi kaum muda, sudah masuk kepada tema map of the soul. 

BTS mencuat di antara eksistensi film-film Korea, didukung dengan budaya Korea lewat kosmetika dan operasi plastik. Mereka berhasil menanamkan cowok keren dan cewek asyik itu seperti apa. Pun membangun model rambut pirang versi mereka, pakai jaket seperti apa. Ini merupakan gaya hidup bersifat konsumtif.

Rhenald juga menyampaikan level-level penggemar BTS. Level yang lebih dalam ialah kelompok yang benar-benar menjadi pejuang/tentaranya yaitu ARMY dalam arti sesungguhnya. Kelompok ini muncul membela BTS, bahkan beranggapan BTS itu menjadi seperti religion (agama) bagi mereka. Tak ayal, begitu muncul produk berkaitan dengan BTS langsung diburu (detik.com, 10/6/2021).

Fanatisme terhadap idola juga diungkap oleh Psikolog Binus University, Muhammad Nanang Suprayogi, Ph.D. Ia menilai, fenomena BTS Meal terjadi akibat seseorang tengah mengidolakan orang lain yang dipengaruhi oleh media sosial. Istilahnya disebut _konformitas_, ikut-ikutan, ingin sama dengan yang lain. Misalnya, ia dapat, aku juga harus dapat. Jadi, ada pengakuan aku penggemarnya kalau aku bisa mendapatkan suatu barang.  Menurutnya, teknologi medsos itu bisa berbahaya, sehingga harus disikap dengan bijak. Jika tidak mampu memilah mana yang baik dan buruk, justru akan dikendalikan yang akhirnya tidak mempunyai jati diri (republika.co.id, 9/6/2021). 

Remaja dan idola seolah tak terpisahkan. Sayangnya, dalam dominasi sistem sekularisme liberalistik saat ini, remaja Muslim tidak memiliki panduan benar dalam memilih idola. Terlebih, arus globalisasi yang menawarkan gaya hidup hedonis melalui serangan 3F (Fun, Food, Fashion), menyodorkan prototipe idola berbagai rupa. Sosok artis dipilih sebagai idola karena dipandang merepresentasikan corak hidup ideal ala kapitalisme. Kaya, hebat, terkenal dan dipuja. Pemikirannya disukai, perilakunya diikuti, meskpun salah dan bertentangan dengan ajaran Islam. Jadilah, cinta idola yang membabi-buta.

Sebagaimana ditunjukkan oleh para ARMY yang rela mengeluarkan uang tak sedikit demi membeli produk berlabel pujaannya. Atau penggemar artis lainnya yang rela antre berjam-jam untuk mendapatkan selembar tiket konser. Demi idolanya, tidak sedikit yang berani melakukan pelanggaran hukum syariat, seperti meninggalkan shalat, campur baur laki-laki dan perempuan, bahkan ada yang menyertainya dengan aktivitas mabuk-mabukan dan seks bebas.

Ya, remaja Muslim yang lahir dan dibesarkan dalam dekapan liberalisme kapitalistik, menjelma menjadi sosok berkepribadian ganda. Secara keyakinan memeluk Islam, menuhankan Allah SWT, namun cara berpikir dan berperilakunya menyimpang dari ajaran Tuhannya. Muslim tapi sekuler, liberal dan kapitalis. Lambat laun, identitas (kepribadian) Islamnya luntur, kabur, bahkan hancur lebur.  

Bagaimana tidak? Sekularisme terus mencekoki remaja Muslim melalui konten media dan tayangan lainnya,  bahwa tujuan hidup manusia demi meraih kesenangan dunia. Mereka tak mengenal hakikat ibadah dan menghamba pada-Nya sebagai puncak aktivitas kehidupan. Sedari dini, remaja Muslim mengenal asas perbuatannya bersandar manfaat dan keuntungan semata. Bukan halal-haram sebagaimana yang dikehendaki-Nya. Mereka pun menganggap makna bahagia ialah kala meraih materi sebanyak-banyaknya. Bukan saat Allah SWT memberikan ridha ketika ia berhasil menyingkirkan syahwat demi menunaikan titah Rabb-Nya.  

Adapun dalam hal idola, kapitalisme mengajarkan bahwa manusia yang layak diidolakan lebih diukur dari sesuatu bersifat fisik, materi, kebendaan. Padahal, Allah SWT telah menurunkan Rasulullah Muhammad SAW sebagai idola dari segala idola. 

Dengan demikian, penyebab BTS menjadi lifestyle baru sehingga menimbulkan fanatisme remaja Muslim adalah dominasi sekularisme kapitalistik yang menggiring remaja Muslim untuk menjadikan artis sebagai idola, sang panutan. Hal yang tentu bertentangan dengan gambaran sosok teladan dalam Islam. 

Dampak Fanatisme BTS Lifestyle bagi Remaja Muslim

Idola adalah sosok pujaan. Tentu dicintai oleh pemujanya. Terkait perkara cinta ini, Rasulullah SAW  mengabarkan bahwa di akhirat kelak seseorang akan dikumpulkan bersama orang yang dicintainya.

Dari ‘Aisyah ra., Nabi SAW bersabda,

لَا يُحِبّ أَحَد قَوْمًا إِلَّا حُشِرَ مَعَهُمْ يَوْم الْقِيَامَة

“Tidaklah seseorang mencintai suatu kaum melainkan dia akan dikumpulkan bersama mereka pada Hari Kiamat nanti.” (Lihat ‘Aunul Ma’bud, 11/164, Asy Syamilah).

Apa yang akan terjadi pada orang-orang yang mencintai artis seperti BTS, yang jelas-jelas tidak beragama Islam atau para pelaku maksiat? Jika berpegang pada hadis di atas, mereka akan memiliki tempat yang sama dengan orang yang dicintainya. Sementara, tempat kembali kaum kuffar dan pelaku maksiat adalah neraka jahanam. Na’udzubillahi min dzaliik. 

Lantas, apa sajakah dampak buruk fanatisme terhadap BTS (juga idola artis lainnya) terhadap remaja Muslim?

Pertama, berpotensi membenarkan dan mengikuti cara pandang serta sikap sang idola padahal bertentangan dengan ajaran Islam. Kecintaan yang membabi buta dapat membuat seseorang tidak memedulikan kesalahan idolanya, sementara ia memiliki keyakinan agama berbeda. Namun tetap saja sang penggemar mengikuti gaya berbusana, potongan rambut, hingga gaya bergaulnya yang serba bebas. 

Kedua, merenggut jati diri/kepribadian Islam. Kepatuhan pada sang idola (apalagi kaum kuffar dan bermaksiat), lambat laun akan menggerus ketaatan remaja Muslim pada syariat Islam. Di satu sisi, ia masih berkeyakinan Islam dan mengakui Allah sebagai Tuhan, namun di sisi lainnya cara ia berpikir dan bertindak tak sesuai Islam. Akibatnya, identitas atau kepribadian Islamnya tak nampak. Hingga orang lain meragukan apakah ia Muslim arau tidak.

Ketiga, bisa melakukan aktivitas yang bertentangan dengan syariat demi berdekatan atau mengikuti sang idola. Tanpa disadari, keinginan berdekatan dengan sang idola bisa menimbulkan perilaku yang tidak makruf dalam ukuran syariat. Misalnya: berdesak-desakkan hingga campur baur saat menyaksikan konser, berduaan potret bersama idola hingga memegang atau memeluknya, dan seterusnya.

Keempat, hidup jauh dari keridhaan Allah SWT. Obsesi terhadap idola hingga menghabiskan banyak waktu untuk hal terkaitnya, seperti sering mengikuti perkembangan berita tentangnya, mengoleksi berbagai pernak-pernik terkaitnya, dan lain-lain, akan mengurangi bahkan menghilangkan waktu untuk mengingat Allah SWT. Bagaimana seseorang akan mendapat ridha Allah ketika hidupnya habis untuk lebih mengingat manusia lainnya?

Kelima, menurunkan hingga menghilangkan ghirah/semangat perjuangan generasi muda Islam. Terlalu intens menikmati hal-hal berbau kesenangan, akan melunturkan semangat juang. Gaya hidup hedonis nan pragmatis akan berujung pada kemalasan berpikir dan enggan melakukan sesuatu yang dirasakan berat. Terlebih dipandang tidak menghasilkan manfaat secara materi dan kesenangan duniawi. Bagi pecinta BTS atau artis lainnya, menjadi ARMY sang idola akan lebih berharga dan nikmat, daripada menjadi tentara Allah yang berjuang demi tegaknya agama Allah dengan pengorbanan aneka rupa.

Keenam, kelak di akhirat  Allah kumpulkan bersama sang idola sebagai sosok yang dicintai. Jika orang kafir dan pelaku maksiat, tempat kembalinya adalah neraka jahanam. Dalam beberapa ayat Al-Qur’an, Allah SWT menyebutkan bahwa mereka itu jadi bahan bakar neraka (QS Al-Baqarah: 24; Ali Imran: 10). Artinya, pengikutnya pun akan bersama mereka dan bernasib sama-sama, yakni mendapat azab Allah SWT. Maka, seorang Muslim tidak akan menambatkan cinta kepada orang yang salah. Tidak mencintai orang yang akan menjerumuskannya pada pelanggaran aturan Islam dan yang akan mendatangkan penyesalan serta penderitaan di akhirat kelak.

Demikianlah beberapa dampak negatif dari fanatisme remaja Muslim terhadap idola sejenis BTS dan artis lainnya. Mengingat dampaknya yang tak hanya dirasakan di dunia, pun berpengaruh terhadap kehidupan akhirat kelak, masalah ini perlu mendapatkan perhatian dari berbagai pihak, khususnya yang terkait dengan pembinaan generasi muda Islam.
 
Strategi Menjauhkan Remaja Muslim dari Fanatisme BTS Lifestyle dan Idola Lainnya

Tentang siapa yang layak dijadikan idola alias sosok panutan, Allah SWT telah berfirman,

 لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ

“Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat, serta yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al Ahzab: 21)

Ayat Al-Qur’an tersebut jelas menyebutkan Rasulullah-lah sosok manusia yang layak dijadikan idola. Allah SWT menjadikan beliau tak hanya sebagai mahalul qudwah (tempatnya teladan), bahkan uswatun hasanah (teladan yang baik). Selain meneladani Rasulullah SAW, terdapat dorongan untuk mengikuti para Sahabat Nabi, sebagaimana disampaikan oleh Abdullah bin Mas’ud ra.,

“Barang siapa di antara kamu yang ingin mengambil teladan, maka hendaknya dia berteladan dengan para Sahabat Rasulullah, karena mereka adalah orang-orang yang paling baik hatinya di umat ini, paling dalam pemahaman (agamanya), paling jauh dari sikap berlebih-lebihan, paling lurus petunjuknya, dan paling baik keadaannya, mereka adalah orang-orang yang dipilih oleh Allah untuk menjadi sahabat nabi-Nya, maka kenalilah keutamaan mereka dan ikutilah jejak-jejak mereka, karena sesungguhnya mereka berada di atas petunjuk yang lurus.”

Maka, demi menjadikan Rasulullah SAW dan para Sahabat Nabi sebagai panutan, sekaligus  menjauhkan remaja Muslim dari fanatisme mengidolakan BTS dan artis lainnya, strategi yang bisa ditempuh antara lain:

Pertama, keluarga. 

Sebagai institusi utama dan pertama dalam pembinaan generasi, keluarga berperan strategis. Orang tua bisa melakukan hal-hal berikut: 

a. Menanamkan keimanan kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW, berikut tujuan hidup sebagai Muslim. Iman adalah pondasi, yang akan menjadi penjaga anak/remaja bahkan saat ia jauh dari pengawasan orang tua. Pun dengan memahami tujuan hidup untuk beribadah, akan menjauhkan dari aktivitas sia-sia yang tidak bernilai kebaikan dan pahala di sisi-Nya.

b. Memahamkan pentingnya syariat Allah dalam kehidupan dan dorongan untuk menjalankannya. Rutin menjalankan ketaatan pada aturan Allah akan membuatnya sering mengingat Allah dan merasakan kehadiran Allah dalam hidupnya. 

c. Membina syakshiyah islamiyah (kepribadian Islam) anak/remaja. Kepribadian Islam yang kuat akan mampu menghadapi genpuran pengaruh luar yang merusak.

d. Memahamkan anak tentang situasi terkini, baik tentang problem keumatan maupun kondisi kontemporer. Harapannya, ananda mengerti peta hidup hari ini berikut pengaruh kerusakan  akibat penerapan sekularisme kapitalistik. Sehingga mampu mawas diri dan tidak mengikuti arus 3F yang melenakan masa mudanya.

e. Mendidik ananda menjadi generasi pejuang. Hakikatnya, salah satu fungsi keluarga adalah tempat regenerasi pejuang Islam. Maka didiklah anak/remaja berkarakter pejuang yang siap menegakkan kalimat Allah dan berkontribusi saat peradaban Islam telah berdiri. Bukan berkarakter hedonis yang cenderung hura-hura.

f. Mengontrol dan mengevaluasi perkembangan ananda. Hal ini penting untuk melihat apakah target-target pembinaan telah tercapai atau tidak.

g. Mencarikan komunitas satu visi bagi ananda. Anak dan remaja membutuhkan pe er group, kelompok teman sebaya yang mampu menjadi inspirasi berbuat kebaikan. Para pecinta artis saja memiliki komunitas sehobi, mestinya pecinta amal shalih juga mesti memiliki teman sevisi.

Kedua, agar upaya keluarga menuai hasil, dibutuhkan sinergitas  keluarga dengan pihak lain seperti sekolah, kelompok pengajian, organisasi pemuda, dan sebagainya, untuk menjalankan beberapa aktivitas yang telah disebutkan di poin 1. 

Adapun peran masyarakat secara umum adalah ikut mengontrol anak/remaja agar tidak beraktivitas menyalahi syariat. Serta melakukan amar makruf nahi mungkar saat menjumpai penyimpangan tersebut.

Ketiga, negara. 

Negara berperan besar sekaligus memiliki kapasitas strategis dalam membentengi remaja dari pengaruh merusak. Terkait ini negara bisa:

a. Mengatur/mengendalikan konten-konten di media. Agar hanya konten edukatif dan aman bagi generasi yang dihadirkan di ruang publik.

b. Mengatur pagelaran hiburan yang tidak meninggalkan kaidah syariat. Misalnya, terkait penempatan audiens, tidak melampaui waktu shalat, dst.

c. Memastikan konten pembelajaran di sekolah yang ikut mengantar anak didik pada pembentukan syakshiyah islamiyah.

d. Memberikan peringatan dan atau sanksi terhadap pihak-pihak yang dinilai berkontribusi merusak generasi.   
   
e. Memperbanyak sarana/fasilitas yang menunjang pada pelaksanaan aktivitas generasi yang baik dan bermaslahat.

f. Mengawasi serta mengoreksi pelaksanaan aktivitas dalam rangka pembinaan generasi di atas. 

Demikianlah sinergitas strategi dalam menjauhkan generasi dari fanatisme terhadap idola yang berdampak merusak. Namun, strategi sebagus apapun yang ditawarkan hanya akan menjadi wacana saat kehendak penguasa tidak berdasar pada “ruh” melayani rakyat. Pun, kala penguasa tidak memahami fungsinya sebagaimana arahan Islam, sebagai: ra’in (pengatur urusan dan pemenuh kebutuhan dasar umat) serta junnah (pelindung umat dari musuh dan kerusakan).

Jika ingin mendapati sosok negarawan yang peduli pada pembinaan dan penjagaan generasi, yang bersungguh-sungguh dalam upaya mengatur segenap urusan umat, maka hal itu tak akan kita dapati kecuali dalam penerapan sistem Islam. Sebuah sistem yang bersumber dari wahyu ilahi yang tak hanya menerapkan aturan Islam nan mulia, sekaligus menjaga sang penerap hukum (penguasa) untuk tetap berjalan sesuai koridor-Nya.[]

Oleh: Puspita Satyawati
Analis Politik dan Media, Dosen Online 4.0 Uniol Diponorogo


Posting Komentar

0 Komentar