Pemuda Sadar Politik Islam, Harus!


Pemuda adalah harapan masa depan umat dan bangsa. Pemuda yang berkualitas adalah pemuda yang sadar dengan nasib bangsanya. Terlebih pemuda aset peradaban, jika peradaban itu rusak maka kualitas seorang pemuda juga akan rusak. Berkaca pada peradaban saat ini, banyak pemuda yang jauh dari kesadaran betapa pentingnya politik. 

Namun dalam beberapa tahun terakhir, mahasiswa yang diharapkan untuk membawa perubahan pada bangsa ini kembali bergerak. Pergerakan ini bukan hanya kita lihat dari kesadaran mereka saja, tetapi ketaatan kepada Allah Azza wa jalla juga harus menjadi perhitungan yang utama. Seperti pada sejarah kejayaan Islam begitu banyak pemuda yang namanya menjadi inpirasi di setiap zaman karena kemuliaan dan tunduknya kepada sikap memuliakan Islam. 

Sejak generasi sahabat hingga Sultan Muhamaad Al-Fatih yang menaklukan Konstantinopel yang menjadi gerbang tersebarnya Islam ke Eropa. Umar bin khattab ketika masa mudanya yang dihabiskan untuk mengikuti rapat para petinggi meskipun belum masuk Islam, tapi bisa kita lihat semangatnya dalam memahami politik. 

Selain itu Nabi ï·º mengingatkan kaum Muslim untuk menjaga masa muda mereka sebaik-baiknya: “Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara: masa mudamu sebelum masa tuamu…” (HR. al-Baihaqi)


Gelora Pemuda Kembali 

Survei Indikator Politik Indonesia yang digelar pada tanggal 4 - 10 Maret 2021 telah melaksanakan jejak penelitian yang dilakukan melalui sambungan telepon dengan responden. Sebanyak 1.200 dalam rentang usia 17-21 tahun menjadi responden. Hasil survei tersebut menunjukkan 40 persen anak muda di Indonesia menjadi kurang demokratis. Sementara terdapat 35,7 persen menilai keadannya akan tetap sama saja. Hasil survei Indikator Politik Indonesia menunjukkan, sebanyak 52,8 persen anak muda menilai pelaksanaan demokrasi di Indonesia sudah cukup berjalan (Merdeka.com, 21/03/2021).

Dilansir melalui laman Merdeka.com (21/03/2021), Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi menyatakan bahwa pelaksanaan demokrasi hanya sedikit atau setengahnya yaitu 50 persen. Hasil ini menandakan anak muda memiliki ekspetasi terhadap kondisi demokrasi jauh lebih tinggi. Meskipun pelaksanaan dalam demokrasi masih rendah, tetapi anak muda masih menginginkan solusi praktis yaitu dari demokrasi itu sendiri. 

Begitu pula dengan hasil survei indikator politik Indonesia mengenai penilaian terhadap pelaksanaan partai politik atau politisi di Indonesia tidak terlalu baik dalam mewakili aspirasi masyarakat yang menunjukkan sebanyak 64,7 persen. Artinya identitas seorang pemuda yang menggaungkan perubahan kembali. 

Kesadaran mengenai politik, bahkan ketidakpuasan terhadap pelaksanaan demokrasi menjadi salah satu contoh yang nyata bahwa anak muda kembali peduli dengan nasib bangsa. Hanya saja, solusi yang mereka harapkan masih bergantung pada demokrasi itu sendiri. Padahal sudah jelas bahwa demokrasi tidak bisa memberikan solusi yang nyata bagi nasib bangsa Indonesia. 

Dalam Laporan Indeks Demokrasi 2020 yang dilansir dari Merdeka.com (6/3/2021), menempatkan Indonesia pada peringkat 64 secara global. Secara total Indonesia mendapat skor 6,48 dan digolongkan pada kategori demokrasi yang belum sempurna (flawed democraciesI). 


Demokrasi, Solusi Semu Kehidupan 

Dalam mewujudkan generasi yang berkualitas dibutuhkan naungan atau peran adanya negara dengan masa depan yang jelas dan visioner. Negara yang berorientasi dan secara sadar mengupayakannya, dengan landasan agama dalam pengaturan kebijakan berbangsa bernegara, bukan negara sekuler yang memisahkan agama dari negara. 

Demokrasi dijalankan dengan landasan sekuler dalam pengelolaan negaranya. Sistem pemerintahan demokrasi yang dijalankan negara ini, meniscayakan pengkhianatan penguasa atas nama rakyat. 
Jalannya demokrasi saat ini, hanya memihak kaum minoritas pemilik modal yang berjasa terhadap penguasa.

Misalnya saja pada pengesahan UU Ciptaker, meskipun di tengah pandemi dengan alasan untuk peningkatan ekonomi negara pemerintah tetap mensahkah undang-undang tersebut. Bahkan mahasiswa seluruh Indonesia turun ke jalan menolak undang-undang tersebut agar tidak disahkan. Generasi muda sudah mulai menyadari kejahatan demokrasi ini. 

Demokrasi hanya memihak kalangan minoritas pemilik modal, sementara generasi mudah diberdayakan untuk menjadi buruh di negara sendiri. Keserakahan kapitalisme dan kejahatan demokrasi telah mematikan potensi besar generasi muda sebagai pembangun peradaban. 

Meskipun telah jelas buruknya demokrasi namun tetap diterapkan menjadi sistem pemerintahan negara, bahkan generasi muda masih mengharapkan solusi dari demokrasi. Karena menurut mereka, bukan sistemnya yang salah tetapi orang-orang yang melaksanakan demokrasi. 

Justru jika digali lebih dalam lagi, sebenarnya bukan orang-orang dalam demokrasi yang salah tapi demokrasi sendiri itulah yang menghasilkan orang-orang yang sifatnya semakin jauh dari manusiawi. Tidak heran jika seperti itu, karena demokrasi saja bangkit dari sekuler atau adanya pemisahan aturan agama dari negara dan kehidupan masyarakat. 


Let’s Back To Muslim Identity!

Ilmu dan takwa adalah kunci sukses generasi smart dalam peradaban Islam. Sejarah telah menuliskan sosok generasi di masa lalu yang memiliki kekhasan karakter, yaitu memiliki ketinggian ilmu dan tingkat ketakwaan. 

Sebagai contoh, Mush’ab bin Umair “duta pertama Islam”, Imam al-Syafii, Imam Ahmad, Imam Malik, Imam Hanafi, Al-Ghazali, Ibn Taymiyah, Ibnu Sina, dan Al-Khawarizmi. Sementara dari golongan Muslimah di antaranya ada Aisyah binti Abu Bakar, Maryam Al-Asturlabi, Fatimah Al Fihri, dan masih banyak lagi. 

Ilmu dan takwa menjadikan mereka hafal Al Quran, hafal ribuan hadits, beribadah, berinfaq, dan berjihad. Pada saat yang sama mereka mengembangkan ilmu-ilmu baru dari semua yang diimani dan diamalkan. Bukan hanya perihal hanya hubungan dengan Allah azza wa jalla saja yang di utamakan, tapi juga nasib bangsa bahkan perpolitikan mereka geluti. 

Hingga tak jarang banyak generasi muda di masa lalu hampir semua bidang digeluti bahkan diperdalam. Tidak ada kekurangan dalam ilmu apapun, dan tidak ada kesibukan dunia yang mendominasi. Semua itu dilakukan hanya untuk perbaikan umat dan Islam semakin berkembang di bumi Allah azza wa jalla. 

Sayyid Quthb mengungkapkan tentang gambaran generasi yang berkualitas, “Mereka adalah pemudah gagah dan pemilik badan kuat perkasa. Hati mereka teguh dengan iman tulus membaja, berpendidikan, dan bersikap tegas dalam menghadapi kemungkaran.”

Lahirnya generasi yang faqih fiddin dan peduli dengan nasib umat tidak bisa dilepaskan dari peran negara besar. Para generasi sebelumnya lahir di masa khilafah masih menaungi umat Muslim. Negara Khilafah Islamiyah yang telah bertanggung jawab penuh dalam meriayah rakyatnya. Sesungguhnya khilafah benar-benar memahami bahwa generasi muda adalah usia yang diamanahkan Allah azza wa jalla. 

Sebagaimana sabda Rasulullah saw:
“Tidak tergelincir dua kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai Allah menanyakan empat hal: umurnya, untuk apa selama hidupnya dihabiskan; masa mudanya, bagaimana dia menggunakannya; hartanya, darimana dia mendapatkan dan untuk apa saja dihabiskan; dan ilmunya, apakah diamalakan atau tidak.” (HR. Tirmidzi)

Suatu keharusan bagi semua generasi muda untuk memahami politik Islam, karena politik adalah ilmu tertinggi di antara semua bidang. Generasi muda sudah sadar bahwa demokrasi tidak bisa memberikan solusi terbaik untuk urusan negara. Maka generasi muda masa kini harus siap menjadi pejuang Islam, yang memperjuangkan khilafah untuk sistem negara. 

Islam dan khilafah adalah solusi bukan ancaman, berdiri melawan kezaliman yang menghina Islam, serta menggunakan semua potensi keimanan, kecerdasan dan keberaniannya untuk mewujudkan kembalinya kebangkitan Islam kaffah dalam naungan khilafah.[]

Oleh: Sonia Padilah Riski S.P
(Aktivis Muslimah Semarang, Pegiat Komunitas Alfath Line) 

Posting Komentar

0 Komentar