Kapitalisme Menjadikan Gen-Z Bertuhankan Gadget


Fenomena anak kecanduan gawai atau gadget semakin terlihat dalam lima tahun terakhir dan situasinya sangat mengkhawatirkan. Seperti yang terjadi di Jawa Barat,  banyak anak usia 11 sampai 15 tahun yang mengalami adiksi gadget hingga terpaksa menjalani perawatan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Cisarua. Direktur Utama RSJ Cisarua, Elly Marliyani menjelaskan, berdasarkan catatan RSJ Cisarua pada bulan Januari hingga Februari 2021 ada 14 anak yang  mengalami kecanduan gadget yang menjalani rawat jalan. Sementara pada tahun 2020 rentang bulan Januari sampai Desember total ada 98 anak yang menjalani rawat jalan akibat kecanduan gadget.
Wakil Gubernur Jawa Barat Uu Ruzhanul Ulum menyempatkan diri untuk berkomunikasi dengan beberapa anak yang sedang dirawat jalan di RSJ Cisarua di sela lawatannya ke Rumah Sakit milik Provinsi Jawa Barat itu pada Selasa (16/3/2021). Kepada news.detik.com, secara khusus beliau meminta agar orang tua untuk mampu mengawasi anak-anaknya. Beliau juga berharap dapat menindaklanjuti kejadian ini lewat kebijakan-kebijakan di Pemprov Jabar. 

Hal senada diungkapkan oleh Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Sirait Merdeka kepada Suara.com, (26/3/2021). Beliau mengungkapkan bahwa pemerintah tidak bisa membuat larangan terkait penggunaan gadget untuk anak karena itu masuk ranah pribadi. Semua itu sepenuhnya tanggung jawab orangtua.

Sangat disayangkan, di tengah kekhawatiran yang dirasakan orangtua atas peristiwa ini, malah digelar Kompetisi bagi para penghobi game online yang dinamakan Piala Sawargi E-Sport 2021 bertajuk “E Sport Is Industry of The Future”. Bahkan ajang kompetisi ini dibuka langsung oleh Bupati Sumedang H. Dony Ahmad Munir di Aula Desa Darmawangi Kecamatan Tomo, Sabtu  (20/3/2021).
(sumedang.radarbandung.id, 21/03/2021)

Hal ini sangat kontradiktif dengan kasus yang terjadi. Padahal sudah sangat jelas dampak buruk dari game yang terdapat di dalam gadget baik online maupun offline. Apapun jenisnya permainan itu semua melenakan, membuat lupa waktu, lupa akan tujuan utama penciptaan kita yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT. Kesibukkan bermain game telah mengabaikan kepedulian kepada orangtua, keluarga, masyarakat bahkan dirinya sendiri pun luput dari perhatian. Bagi yang telah kecanduan game, yang ada dalam pikirannya hanya game itu saja, kebutuhan jasmani dan rohaninya diabaikan. Lupa makan, tidur, mandi, shalat, menuntut ilmu dan menyebarkan ilmu. Saking sibuknya sehingga tidak mengindahkan perintah orangtua, enggan membantunya, membantah nasihat dan perintahnya. Dalam lingkungan masyarakat pun cenderung tertutup hampir tidak berinteraksi dengan orang sekitar dan lebih senang bermain sendiri. 

Radiasi yang ditimbulkan dari gadget tidak kalah berbahayanya. Kerusakan jaringan saraf dan otak membuat diri kehilangan kontrol seperti orang mabuk. Yang lebih akut bahkan tingkahnya seperti orang gila. Antara jiwa dan raganya tidak ada lagi kesatuan. Seolah-olah ada di alam mimpi, alam khayal.

Dan masalah ini sudah selayaknya tidak hanya ditanggung oleh orangtua. Perlu adanya semua pihak yang bersinergi untuk menanganinya, yaitu adanya peran individu, keluarga, masyarakat dan negara. Negara tidak boleh hanya menyalahkan orangtua, sementara apa yang menjadi penyebabnya malah difasilitasi. Saat ini game bebas diakses oleh semua kalangan tanpa adanya aturan yang pasti. Negara juga hendaknya mengarahkan para pemuda kepada kegiatan yang bermanfaat. Bukan malah mendukung acara kompetisi game online. 

Banyak alternatif yang dapat dipilih, misalnya diajak untuk mengikuti program Maghrib Mengaji Online (MMO) yang selama ini disiarkan langsung melalui instagram dan facebook. Atau diajak untuk terlibat dan menjadi bagian dalam program yang diusung Tim Jabar Mengaji Online yaitu pemberantasan buta huruf Al-Quran di Kabupaten Sumedang. Dapat juga dengan belajar di sekolah-sekolah agama, misalnya Taman Pendidikan Al-Quran (TPA), kegiatan remaja masjid, dan masih banyak program-program lainnya yang terdapat di lingkungan sekitar yang bukan hanya bermanfaat di dunia tetapi juga di akhirat karena bernilai pahala di sisi Allah SWT.

Begitulah, kapitalisasi telah mencengkeram preferensi generasi muda demi melanggengkan hegemoni konglomerasi. Hilangnya peran negara dalam sistem kapitalisme yang menjadi platform ekonomi bangsa menjadikan bisnis hanya berorientasi pada profit. Tak peduli barang atau jasa tersebut menghancurkan generasi atau tidak, selama menghasilkan benefit, bisnis tersebut sah di negeri ini. Mereka hanya peduli kepentingan-kepentingan para raksasa kapitalis global yang senang berinvestasi di sini lantaran pasar yang menggiurkan.  

Penyelesaian masalah pun hanya bersifat pragmatis yang hanya menimbulkan masalah baru. Pengambilan keputusan berdasarkan fakta yang terjadi, bukan dicari akar masalahnya. Buruknya pengelolaan pendidikan saat pandemi, mementingkan pelajaran yang hanya teoritis sebatas transfer  ilmu dan cenderung memaksakan beban materi pada anak tanpa membentuk pemahaman, menyebabkan belajar menjadi sesuatu yang membosankan sehingga  berujung stres. Sementara kebijakan sekolah secara daring menjadikan anak lebih banyak memegang gadget. Jadilah generasi sekarang malah bertuhankan gadget karena mereka mencari ketenangan dan obat stres dengan bermain gadget. Pengawasan keluarga yang minim pun semakin membuat anak-anak bebas tak terkendali. Negara yang seharusnya berfungsi sebagai ra'in yang mengawal pemikiran, mental dan fisik generasi muda tidak dimiliki pemerintah saat ini.

Hal ini berbeda dengan negara Islam. Khilafah memiliki regulasi yang jelas tentang konten-konten yang melenakan termasuk yang akan merusak generasi. Seorang Muslim akan mampu memanfaatkan teknologi untuk kemaslahatan bukan justru memudhorotkannya. Sebagai ajaran yang langsung bersumber dari penciptanya manusia, sistem Islam yang komprehensif akan mampu menjadikan generasi sebagai harapan, bukan ancaman. Penerapan Islam secara kaffah akan mendukung terciptanya generasi cemerlang. 

Pendidikan yang ada di dalam negara Islam adalah pendidikan berlandaskan akidah Islam dan berorientasi pada terwujudnya kepribadian Islam sehingga sumbangsih mereka berguna bagi umat. Hal ini didukung pula oleh sistem ekonomi Islam akan menciptakan atmosfer bisnis yang sesuai syariat dan akan menghilangkan bisnis hiburan yang berorientasi syahwat dan kesenangan duniawi semata. Fitur-fitur gadget akan dipenuhi dengan aplikasi yang membantu agar jawil (suasana) iman di tengah-tengah umat terbentuk. 

Betapa indah bila negara menerapkan syariat Islam bukan hanya di tatanan individu atau keluarga saja. Sungguh kita merindukan penguasa yang amanah dan sistem pemerintahan yang berlandaskan Islam. Sudah selayaknya kaum Muslim bersegera mewujudkan tatanan kehidupan yang Islami agar terlahir darinya generasi yang siap membangun peradaban mulia. Wallahu a'lam bishshawab.[]

Oleh: Imas Royani, Wado Sumedang

Posting Komentar

0 Komentar