Islam Menjaga Umat dari Kemaksiatan Bukan Hanya Saat Ramadhan


Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) mengeluarkan panduan penyiaran saat bulan Ramadhan. Hal ini tertuang dalam Surat Edaran Komisi Penyiaran Indonesia Pusat nomor 2 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Siaran Pada Bulan Ramadhan yang ditetapkan pada 17 Maret 2021. Panduan tersebut mewajibkan penyiaran menghormati nilai agama kesopanan dan kesusilaan demi menghormati nilai bulan Ramadan. KPI melarang televisi menyiarkan adegan berpelukan hingga yang mengandung unsur lesbian, gay, biseksual, dan transgender (tirto.id, 20/3/2021).

Masyarakat menyambut baik adanya aturan yang dibuat KPI untuk mencegah diri dari kemaksiatan di bulan Ramadhan. Bahkan, sebagian besar masyarakat tampaknya akan terlena dengan memandang bahwa aturan yang dilakukan oleh KPI sudah cukup untuk menjamin ketaatan masyarakat pada saat bulan Ramadhan. Mengapa pemerintah seolah hanya memandang bahwa ketaatan hanya perlu dijaga saat Ramadhan saja? Bukankah kita diwajibkan taat oleh Allah setiap saat?

Tak dapat dipungkiri, selama ini tayangan program televisi sangat minim muatan positif yang mendidik dan berkualitas. Sinetron percintaan dan drama keluarga masih merajai tontonan masyarakat. Acara komedi yang hanya sekedar lucu-lucuan juga masih diminati oleh masyarakat. Acara gosip dan reality show yang membuka aib seseorang meskipun dibungkus dengan hiburan, juga masih ditonton dengan canda tawa. Miris sekali melihat media yang ada di negeri ini. Padahal, media sangat berpengaruh besar pada tingkah laku penontonnya. Sayangnya, program acara yang selama ini ditayangkan seolah tidak mengurusi efek negatif bagi masyarakat yang menontonnya. Mereka lebih mengutamakan apakah program itu laku atau tidak di pasaran. Jika program itu memberikan keuntungan yang besar maka akan terus ditayangkan meskipun mengandung muatan yang dilarang agama. Mengapa demikian? 

Apa yang terjadi saat ini dikarenakan asas sekuler yang menjadi asas negeri ini. Negara memisahkan urusan agama (ibadah) dengan urusan kehidupan. Penguasa yang seharusnya memimpin dengan amanah karena keimanannya. Namun, karena aturan yang digunakan untuk mengatur negeri ini adalah aturan yang dibuat sebagai hasil dari kebebasan sekelompok orang yang punya kepentingan dan manfaat masing-masing, maka bila aturan dikembalikan seluruhnya kepada manusia yang membuat, bukankah wajar bila kepentingan nafsu (materi) manusia yang akan menang? Inilah gambaran pemerintahan dalam sistem demokrasi sekuler. Padahal, mengurusi urusan rakyat adalah kewajiban dari penguasa. Kelalaiannya jelas membawa kepada dosa.

Rasulullah Saw. bersabda, “Setiap kalian adalah pemimpin, yang bertanggung jawab terhadap yang dipimpinnya. Seorang penguasa yang memimpin manusia (rakyat) adalah pemimpin, dan dia bertanggung jawab terhadap mereka.” (HR al-Bukhari).

Padahal, seorang penguasa wajib mengurusi semua urusan rakyatnya, termasuk menjamin ketaatan rakyatnya. Normalnya demikian bukan? Penguasa akan memimpin dengan sadar bahwa amanahnya sangat berat, dan kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Sehingga, penguasa akan memimpin mengutamakan rakyat diatas kepentingan pribadi. Kriteria pemimpin seperti ini tidak akan kita temui kecuali pada diri khalifah yang memimpin dengan ketakwaan dalam bingkai khilafah. 

Dalam Islam, media memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat karena bisa mempengaruhi cara pandang dan perilaku masyarakat. Khalifah akan mengatur dengan serius mekanisme penyiaran yang sesuai dengan syariat Islam. Segala bentuk tayangan akan diseleksi demi menjaga akidah umat dan menambah ketaatan kepada Allah SWT. Sehingga, tidak akan ditemui tayangan-tayangan porno dan semisalnya yang justru dilarang oleh Allah. Tidak hanya sekedar saat bulan Ramadhan saja, tapi khilafah akan menjaga dan menjamin tayangan dan segala media yang beredar di masyarakat tidak bertentangan dengan syariat Islam. Hanya khilafah yang sanggup menayangkan penyiaran yang justru menambah ketaatan setiap saat secara terus menerus. 

Begitulah Islam dengan sempurna mengatur kehidupan manusia. Begitu nikmatnya ketika kita bisa menjalani kehidupan yang terjaga dari kemaksiatan. Oleh karena itu, masihkah kita berharap pada hukum buatan manusia dalam mengatur hidup kita? Yang jelas justru membawa masyarakat kepada kerusakan. Padahal Allah Sang Pencipta sudah memberikan aturan gratis yang sudah dijamin kebenarannya dan bisa menyelesaikan masalah manusia. Lantas masihkah kita ragu atau bahkan enggan menjadikan Islam sebagai aturan yang mengatur hidup kita? Karena itu, marilah kita menyadari kesalahan, insaf, lalu kembali kepada syariat Islam kaffah. Kita membutuhkan khalifah. Kita harus kembali pada sistem pemerintahan khilafah. Hidup berdasar halal dan haram yang telah ditetapkan Allah Yang Maha Tahu. Itulah bukti keimanan sebagai jalan menuju ketakwaan.[]

Oleh: Elda Widya I. K. 
(Alumni Matematika Universitas Airlangga)

Posting Komentar

0 Komentar